Kami berada di apartemenku yang mewah, ayah Katrina telah mempersiapkan pesta jika aku menang. Kenyataannya aku memang menang. Meja-meja sudah dihias, dinding diwarnai, makanan dan minuman sudah tersedia dengan rapi di atas meja. Philip Dawson. Jr ayah Katrina memberikan segelas bourbon padaku. “Kau jauh lebih mengejutkan dari yang aku duga.” Katanya.
“Terima kasih.” kataku sambil mengambil gelas itu dari tangannya. Ketika, aku hampir meneguknya. Tiba-tiba Philip menahanku, “Tunggu! Kau tidak boleh minum lupa tanpa ritual penting. Kita sudah berjalan hingga sejauh ini. ”
Aku terdiam, menunggu apa yang hendak dilakukannya. Dia mengangkat gelasnya tinggi-tinggi dan meminta perhatian semua orang yang hadir. Saat itulah, aku jadi benar-benar yakin jika orang benar-benar mendukungku dan menginginkan aku memegang tampuk kekuasaan. Aku bisa melihat orang-orang yang berkumpul dari berbagai kalangan. Dari mulai orang-orang yang pandai dalam bidang politik, sampai hanya sebatas orang-orang yang membantu memberikan selebaran kampanyeku.
Rasanya menyenangkan sekaligus membuatku ingin menangis dijadikan satu. Philip berteriak dengan suaranya yang tegas tapi sedikit serak.
“Demi perdana menteri baru!”
“Demi perdana menteri baru!” ulang yang lain.
“Demi Perdana Menteri Baru Romeo James Watson!” ulang Philip, kali ini dengan membawa namaku di belakangnya.
Setelah itu, kami bersulang satu sama lain dan meminum alcohol yang entah kenapa jauh lebih nikmat dari biasanya.
#####
Jika aku memandangi lagi setiap langkah yang kualui dalam hidupku. Aku sering berpikir bahwa kita sebagai manusia. Pada dasarnya hanyalah mahluk lemah yang tidak bisa melakukan apa-apa. Aku bisa berdiri di sini sekarang, tak lebih karena bantuan banyak orang yang mau mendukungku. Jika mereka tidak ada, Siapa aku? Aku tak lebih dari manusia lemah yang membutuhkan bantuan orang lain. Lalu, ada satu kekuatan lagi yang mampu membawaku sampai ke sini. kekuatan luar biasa yang tak terjangkau oleh akal sehat manusia. Kekuatan dahsyat milik Tuhan.
Ya, Tuhan yang maha hebat dan maha kuasa.
Aku mengatakan hal itu pada salah seorang asisten kepercayaanku. Namanya, Ludovic Gabriel Matthew. Tapi, aku memanggilnya dengan nama Matthew saja. Usianya beberapa tahun lebih muda dariku dan sebenarnya, aku menganggapnya lebih sebagai adik. Daripada sebagai asisten. Tentunya, bukan tanpa alasan dia bekerja untukku. Dia sangat cerdas, cekatan, kompeten dan pandai memegang rahasia dan juga menyimpan semua informasi. Dia hanya membutuhkan pengalaman dan setelah itu, aku sangat yakin jika dia akan menjadi salah satu politikus paling cerdik di Britania Raya.
“Selama bertahun-tahun bekerja denganmu, ini pertama kalinya kau berkata tentang Tuhan.” katanya memandangku dengan tatapan serius –seperti biasa. Terkadang dia memanggilku, ‘Pak’ atau bahkan hanya memanggilku dengan sebutan ‘James’. Kami sedang menuju ke Downing Street nomor 10. Tempat dimana perdana menteri melakukan pekerjaannya.
Aku memalingkan wajahku dari matanya, mataku melihat setiap bangunan yang kami lewati dalam diam. Pikiranku berkecamuk sebelum akhirnya aku memutuskan untuk mengatakannya.
Dulu, pernah ada seorang gadis yang mengajarkanku akan hal itu. Gadis itu mengerti akan Tuhan jauh melebihi orang dewasa mengerti diri-Nya.” kataku masih dengan tatapan merenung. “Kami sudah sangat lama tidak bertemu, lama sekali. Tapi, kadang-kadang, aku justru merasa jika baru kemarin aku berpisah dengannya, dan rasa rinduku padanya. Masih terasa sangat hangat dihatiku.”
ns 15.158.61.12da2