Aku selalu menyukai riuh suara kendaraan yang lewat di depan rumahku. Bagiku, suara lalu lalang itu membuatku hidup. Sejak kecil, aku tinggal di rumah yang posisinya di pinggir jalan raya. Ketika remaja, aku mulai menempati kamar yang posisinya berada di depan. Seingatku, selama aku tinggal di rumah itu, kamar itu tak pernah ditempati karena jendelanya menghadap ke halaman depan. Dengan demikian, kamar itu menjadi ruangan paling berisik di antara seluruh ruangan di rumah. Jadi, orang tuaku memilih untuk menempati kamar yang posisinya agak di belakang untuk menghindari suara bising kendaraan yang lewat.
Orang tuaku justru heran ketika melihat aku dapat menempati kamar itu dengan nyaman. Aku bisa tetap tertidur pulas meskipun ada suara bising di dekat kamarku. Sampai pada suatu hari, aku harus meninggalkan kamar itu dan rumah itu.
Aku menempati kamar itu sampai aku menikah. Setelah menikah, aku ikut suamiku pindah ke desa. Rumah yang kami tempati berdekatan dengan kebun, sawah, dan sungai kecil. Rumah itu jelas-jelas jauh dari jalan raya. Aku mulai kehilangan suara-suara bising yang sudah sekian lama menemaniku. Saat malam tiba, suara-suara bising kendaraan berubah menjadi suara-suara bising tonggeret dan jangkrik. Aku mulai merasa rindu pada rumah masa kecilku. Aku tak semangat tinggal di desa. Padahal, udara lebih segar dan sejuk, serta nyaman untuk dihirup. Namun, aku tetap tak bisa tenang menempati rumah itu karena jauh dari suara bising kendaraan yang lewat.***
ns 15.158.61.48da2