Artika terkejut ketika melihat Bu Rahma memarahi dua orang remaja di depan ruang dosen. Artika merasa malu karena kejadian itu ditonton oleh banyak orang yang sebagian besar adalah mahasiswa. Namun, Artika juga merasa heran karena Bu Rahma selama ini adalah dosen yang terkenal akan kebaikan layaknya ibu peri. Seniornya itu tak pernah sekalipun memarahi mahasiswa sekalipun mahasiswa itu adalah mahasiswa yang sering membuat masalah. Sejujurnya, Artika penasaran dengan alasan di balik terjadinya peristiwa menghebohkan ini. Artika menangkap kata-kata Bu Rahma yang menekankan bahwa dua remaja itu tidak boleh lagi menemuinya. Akhirnya, dua orang remaja itu diantar ke gerbang kampus oleh satpam.
Sepanjang hari itu, pikiran Artika selalu tertuju pada Bu Rahma. Artika tidak fokus menyimak presentasi yang dilakukan oleh mahasiswanya di setiap kelas yang dia masuki hari ini. Pada akhirnya, Artika bertekad untuk menemui Bu Rahma sebelum pulang.
Sore itu, setelah diperkenankan masuk ke ruangan Bu Rahma, Artika menaruh dua cangkir teh di meja kerja Bu Rahma. Sebelum bertanya, Bu Rahma sudah terisak-isak di kursinya sehingga Artika mencoba menenangkannya. Beliau berkata bahwa Artika adalah orang pertama yang menunjukkan perhatian kepadanya terkait peristiwa tadi siang. Bu Rahma menjelaskan bahwa dua anak yang dimarahinya itu adalah anak dari wanita yang telah merebut suaminya. Sepuluh tahun yang lalu, Bu Rahma dan suaminya bercerai karena perselingkuhan. Mantan suaminya menikah lagi dengan wanita selingkuhannya yang telah memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya. Beberapa bulan yang lalu, wanita itu meninggal dunia sedangkan mantan suaminya dikabarkan menderita sakit parah. Untuk membiayai pengobatan ayah tirinya, dua anak itu sering sekali meminta bantuan finansial dari Bu Rahma. Sementara itu, Bu Rahma tak mau membantu anak-anak dari wanita yang telah menghancurkan perkawinannya. Bu Rahma masih terisak-isak dan Artika menyadari kalau Bu Rahma adalah manusia biasa seperti dirinya. ***
ns 15.158.61.6da2