Terasa berat memang baik mata atau badan untuk disiapkan bila punya agenda tertentu. Rasanya seperti frustasi karena tidurmu tidak bisa dipanjangkan dengan bebas. Walaupun faktanya sengantuk apapun, aku tidak pernah bangun lebih dari pukul delapan, sekalipun itu hari libur.
Penyebabnya adalah malam kemarin, karena alasan tertentu, aku membuka koran yang kubeli saat berpiknik sebentar dengan Verdamant, yang ia selipkan esoknya. Beberapa hal yang tertulis di dalamnya sedikit membuatku tertarik. Seperti yang pernah kukatakan, aku orang yang malas berpikir. Otomatis itu dapat disimpulkan kalau aku tidak mudah tertarik dengan hal – hal misteri.
Masalahnya adalah bila ‘koran lokal’ bersandar dengan judul ‘pembunuh’ itu hal yang cukup mengagetkan. Agak berbeda penangkapannya bila itu dari mata sendiri yang memastikan, tapi memang bodoh juga padahal aku mendengar ini sudah dari kemarin, dari mulut Verdamant saat kusuruh ia bacakan koran tersebut. Dan ini sudah jadi common sense bagiku untuk tertarik.
Pagi – pagi sekali, saat semua orang masih mayoritas tertidur, aku mencuri start untuk mandi. Apa yang kau harapkan dari kamar mandi yang berjumlah hanya sepuluh? Inilah salah satu caranya. Lalu aku menunggu waktu sarapan di kantin. Lidahku sudah terbiasa makan makanan inggris yang hambar itu. Selain terlalu basah, kadang juga sisa kemarin yang dihangatkan. Sisi baiknya itu punya lauk, sayur, dan kentang tumbuk. Ah satu hal, susu kotak dari sumbangan yang tinggal satu hari lagi pasti basi. Kadang mereka memberiku bonus hingga tiga kotak. Sekali lagi, yang penting masih bisa dimakan.
Setelah itu aku memutuskan untuk ke kamar Beckey dulu. Bukan hal lain, tapi itu karena aku salah bilang pada Gwendoline kalau hanya berdua. Lebih tepatnya aku memelintir kalimatku, ingatkan kalau Gwendoline ini anti sosial?
Tepat beberapa langkah, aku teringat kalau hari ini Foscow seharusnya keluar dari kurungan orang sakit. Aku memandang tempat itu, seseorang membawa sesuatu.
“Isabeau?” Gumamku.
Mungkin saja mereka melakukan perayaan kecil – kecilan dengan caranya. Baik aku juga akan melakukan dengan caraku tapi nanti setelah dapat ikan banyak. Aku lanjut ke objektifku.
“Wow, pagi sekali, Mark!”
Pintu itu kuketuk setelah sekian kalinya. Tapi penampilannya seperti tidak meyakinkan.
“Kau sudah siap, kan?”
“Nah, Mark…” balasnya ragu – ragu.
Gadis ini sepertinya belum persiapan. Menunggu gadis berdandan adalah hal yang paling membosankan. Aku tahu cepat atau lambat itu akan menjadi berdua.
“Baiklah, sampai nan-“
“Eh? Tu-tunggu!” Beckey panik menahan pintunya saat kututup kembali. “A-aku sudah mandi, kok! Tunggulah sebentar, oke? Kau ingat? Aku punya biawak loh!”
Masalahnya adalah aku tak akan pernah memegang omongan seseorang yang tidak serius atau bahkan tidak peduli dengan biawak. Bagiku itu seperti angin lewat, tapi syukurlah kalau diwujudkan.
Ruangan itu tampak sama seperti ruanganku, bahkan semua orang. Sudah kuduga dari tempat yang membosankan ini. Tapi karakteristiknya jelas beda. Untuk seorang gadis, yang bahkan aku memberanikan diri bilang gadis ini cukup jadi bintang model, Beckey sangat tidak teratur. Setidaknya ia harus menempatkan urat malunya pada pakaian dalam yang tercecer segala arah.
Lagipula, kalau aku melihat pakaian dalamnya yang tercecer dengan biawak, aku pilih biawak itu. Ukurannya tidak terlalu besar, paling tidak ia membeli kurungan yang cukup luas. Kutarik kata – kata tidak peduli itu. Setidaknya itu memberikan alasan di balik menunggu gadis yang berdandan di balik tirai biru.
Kubuka pintu kurungan itu.
“Yeah, anak baik…” kuelus kepalanya, ia tidak terlihat takut atau terancam.
“Well, itu karena ia sudah sarapan.” sahutnya dari balik tirai.
Mendengar itu aku sedikit jijik. Bukan pada hewan ini, tapi pada makanannya.
Setelah beberapa menit, kami keluar dari kamar Beckey. Tidak setelah ia berpamitan dengan hewan yang dikurung itu. Aku menyuruh Beckey untuk tidak melewatkan jatah makanan di kantin. Sementara aku menyusul ke tempat Gwendolin.
Tepat setelah aku berdiri di depan kamarnya, pintu itu langsung terbuka. Ini tidak mengagetkan, lagipula ia memasang sensor inframerah di dekat pintunya, dua buah.
“Sebaiknya kau tepati, ‘tempat yang indah’ itu!” katanya dengan sebal.
Aku mengangguk yakin, meskipun ada satu hal yang ia belum tahu.
Celana pendek hitam dan baju lengan pendek bergambar panda itu sangat cocok untuknya. Setidaknya itu tidak terlalu beda dari Beckey yang memakai satu set warna abu – abu.
“Kau tidak sarapan dulu di kantin, Gwen?”
Ia menggeleng.
“Aku tidak terbiasa dengan sarapan.”
Kami menuju tempatku sebentar untuk mengambil barang – barang yang diperlukan. Tiga timba air berukuran 20 liter. Sebelum mengambil dua alat pancing yang kubeli dan kutitipkan pada Toko Tn. Juan, aku harus menjemput Beckey terlebih dahulu. Itu sempat sedikit terjadi bencana.
“Grrr… kenapa kau mengajak orang lain?” bisik Gwen agak geram.
“Huh? Itu bukan orang lain. Dia Beckey!” balasku
Sementara Beckey hanya senyum – senyum saja.
Aku menjelaskan agak panjang lebar. Untung ia mau menerimanya, walaupun agak sulit.
Kami naik bus. Duduk diantara dua pribadi yang saling memancarkan aura yang berbeda memang cukup sulit. Satunya sangat antusias, satunya frustasi. Well, endingnya akan berbeda bila kita sampai pada tempat itu.
Sungai Derwent, tempat yang akan kukunjungi, mengalir cukup panjang. Bersumber dari flyingdales Moor, mengaliri kota – kota Stamford Bridge, Pickering, Helmsley, Filley hingga Hull. Tidak mengagetkan bila menyimpan banyak sekali jenis ikan. Dari ikan flounder, chub, perch, ikan tombak, belut, trout dan bahkan salmon.
Masalahnya tidak semua tempat, dari keseluruhan Sungai Derwent, hadir untuk semua jenis ikan. Tapi aku cukup yakin, kalau musim panas adalah waktu yang pas untuk berburu salmon. Bila tidak satu pun tertangkap, aku masih positif dengan ikan trout.
Di perjalanan, aku lebih banyak mengobrol dengan Beckey daripada Gwendoline yang hanya menyaut ketika diberi umpan. Dia ini seperti ikan memang. Pasalnya, ia hanya menghadap jendela bus. Antara gugup atau memang agak sebal.
“Jadi… apa rencanamu?”
“Salmon yang pertama! Mari kita pastikan apakah projek peningkatan kualitas air di yorkshire, apakah meningkat atau tidak!” kataku dengan semangat.
“Pastikan? Maksudmu kau ini belum yakin?” sahut Gwendoline.
Aku menghela nafas.
“Oh ayolah, Gwen! Projek itu sudah bertahun – tahun! Kadang kita harus memandang sisi bagusnya Yorkshire, loh!”
“Grrr…” ia bergumam dan menggerutu sendiri.
Aku mengelus rambutnya seperti menenangkan anak kecil, tapi Beckey malah ikutan.
“Ti-tidak! Hentikan itu!”
Beckey hanya mempermainkannya. Tapi kupikir itu bukan seperti bullying, lebih sekedar kau seperti mengelus kepala kucing.
Kami berhenti tepat di pertigaan Malton. Kami berjalan belok ke kiri, sementara bus langsung lurus menuju Eddlelthorpe. Tidak lebih dari dua menit, kami menepi ke kiri daripada lurus mengikuti jalan pepohonan.
“Kalau kita tidak dapat Salmon, apa rencanamu?” tanya Bekcey.
“Trout cukup banyak di musim panas. Lagipula mereka ini jenis air tawar.” Balasku sambil mengangguk.
“Masuk akal, daripada tipe ikan yang imigrasi dari laut ke sungai.” Sahut Gwendoline.
“Well, sebenarnya aku sudah menyiapkan wadah sendiri untuk Grayling,” Beckey dengan wajah semringah sambil menyodorkan botol plastik dari dalam tasnya. “Kau tahu? Ecke juga butuh variasi!”
“Ecke?”
Ia menoleh sedikit menunduk.
“Eckesachs, seekor biawak.”
“Ka-kau punya bi-biawak?” Gwen kaget.
“Iya anak manis! Kau mau lihat?”
Beckey yang tidak tahan dengan Gwen mencubit pipinya berulang – ulang.
“Le-lepaskan, gadis tak bermoral!”
Aku melerainya, walaupun itu tidak perlu. Sementara Gwendoline malah bersembunyi di belakangku.
“Kalau ember itu masih cukup, pakai aja,” tunjukku pada ember yang di bawa Beckey.
“Oke.”
Tidak terasa, sebuah karpet luas dari rerumputan, dipisahkan dengan aliran sungai itu sudah terlihat. Aku langsung mengambil posisi tiduran sejenak, menikmati suasananya. Sementara Beckey berkeliling di dekat sungai, Gwendoline langsung memasang umpan pada pancingan yang kubawa satunya.
Anginnya sepoi – sepoi, masih seperti tema yang diharapkan.
ns 15.158.61.54da2