Dalam perjalanan aku menuliskan beberapa laporan singkat untuk membantunya. Waktu adalah masalahnya, terutama aku yang harus kembali sebelum pukul enam sore. Bukan polisi yang berjaga, tapi aku waspada bila itu teman atau guruku. Mencurigai yang terdekat adalah yang paling sulit, apalagi aku sedang membawa segudang rahasia.
Sementara ini, agendanya adalah menuju ke tiga alamat tadi. Untungnya dari Wakefield menuju Tadcaster sekitar 30 menit.
“Jadi ini rahasianya menjadi anak rajin yang pintar, nak?” Beagle meliriku yang sedang mengendalikan stir mobil.
“Rajin? Tidak. Dari semua spesimen ambilah faktanya saya yang paling malas,”
“Oh? Inikah yang dimaksud semakin rendah hati, semakin seseorang akan naik?”
Aku menggelengkan kepala dan menolak seratus persen.
“Bukan rajin untuk pintar. Tapi pintar untuk waktu luang yang lebih panjang.” Tambahku dengan percaya diri.
Setelah itu kertas yang sudah kutuliskan, kulipat dan kumasukkan pada tasnya.
“Ngomong – ngomong, apa saja yang anda tahu mengenai Widehope di masa lalu? Maksud saya tentang isu – isu yang terburuk?”
Ia menjelaskan beberapa informasi yang kuketahui dari Gwendoline beserta koran – koran yang kupinjam darinya.
“Kau sudah dengar setelah kematian Vera Hasselbein, tiga anak yang membulinya juga bunuh diri setelah baru saja lulus dari Widehope?”
Mobil kami berhenti di lampu merah.
“Yeah, secara tertulis. Tapi saya tidak mengerti hasil penyelidikan kepolisian waktu itu.” Jawabku.
Ia membuka jendela itu, lalu menyalakan rokoknya lagi.
“Well, saat itu aku masih belum bertugas. Tapi laporan dari Constable Peard, hasil interogasi kepada orang tuanya adalah bahwa tidak ada kecenderungan untuk bunuh diri. Masalahnya saat digeledah, ditemukan permen yang saat diperiksa mengandung fentanyl.”
“Fentanyl lagi?”
“Kebetulan yang aneh,” Beagle menginjak gas mobil seketika lampu telah hijau.
Tidak terasa kami telah sampai di sebuah flat yang tidak terlalu besar. Beagle menunjukkan lencana itu pada portir, lalu kami menanyakan tentang Erica Hutchins. Ia kemudian menyuruh pemilik flat itu untuk turun dan menjelaskan semuanya.
Setelah lima menit, seseorang membawa sebuah buku.
“Erica Hutchins? Hm… itu aneh. Kami hanya mendapati nama Monica Hutchins.” Katanya sambil membuka buku itu lalu menyodorkan pada kami.
“Apakah orang ini yang berambut kuncir agak keunguan?” tanyaku.
Ia menggeleng dan menambahkan bahwa wanita itu berambut pendek.
“Beliau meninggal sudah beberapa tahun yang lalu, katanya terkena penyakit jantung.”
Beagle yang menjadi bingung, langsung menyodorkan koran lokal yang isinya seperti yang kubeli. Pemilik flat dan portir itu juga tidak mengerti soal itu. Namun mereka menambahkan kalau pernah ada seseorang yang aneh. Katanya orang itu menanyakan mengenai relasinya, lalu mereka meminjamkan sebentar buku sejarah pendduk flat itu. Orang itu berambut agak ungu dikuncir. Kami merasa aneh tapi itu juga masih kurang jelas. Kemudian kami putuskan untuk ke alamat selanjutnya, Dunnington.
Aku meminjam koran yang tadi disodorkan olehnya kepada portir dan pemilik flat tersebut. Mataku tidak berhenti memandanginya.
“Hey, ada apa?”
“Entahlah. Saya tidak yakin, tapi saya merasakan hal aneh,” tambahku mengutip judul koran itu. “Pembunuh tanpa muka, bau, dan senjata. Mengapa judulnya seperti ini?”
“Memangnya apa yang aneh dengan itu, nak? Menurutku itu bahasa yang digunakan jurnalis?”
Aku tidak bisa menjelaskan secara spesifik.
Lagi – lagi aku mendengar alasan yang sama sekali tidak membuatku puas. Itu persis dengan yang Gwendoline bilang. Tapi kalau aksi itu benar – benar dilakukan, apakah itu mungkin? Maksudku kesampingkan ‘tanpa muka dan bau’ yang kuartikan sebagai hal yang normal. Tapi tanpa senjata?
Sekitar 18 menit, mobil kami sampai di kompleks perumahan jalan Petercroft. Kami menuju salah satu rumah yang paling kecil, sesuai dengan alamat yang tertulis.
Seperti biasa kami mengetuk pintu, lalu Beagle dengan lencana polisinya. Kami menjelaskan dengan singkat agar tidak memakan banyak waktu.
“Blewett? Oh, rumah ini kami beli dari mereka sejak setahun yang lalu.”
“Kalau boleh kami tahu, kenapa mereka menjual rumahnya?”
“Hm… saya kurang begitu paham. Mereka hanya pasangan suami istri. Tapi mereka pernah mengatakan sisanya untuk biaya pengobatan. Kami tidak terlalu menggali lebih dalam.”
“Ah… terima kasih.” Tambah Beagle bergumam. “Buntu lagi, huh?”
Kami kembali ke mobil. Setelah membaca agenda yang ketiga, aku menolak. Itu wajar karena Dunnington menuju Edinburgh kurang lebih empat jam. Aku menyuruh agar Beagle menuju alamat itu setelah mengantarku kembali ke Widehope.
“Jadi bagaimana, nak?”
“Anda tahu dimana koran lokal ini dicetak?” tanyaku sambil menyodorkan koran itu.
“Newsmongernstern Yorkshire...” tambahnya. “Ah, Malton!”
“Apa? Itu dekat dengan tempat kami memancing dan menjual ikan!”
“Memancing? Di mana?”
“Sungai Derwent.”
Beagle memutar stirnya lalu menginjak gas tanpa ragu.
“Itu bukannya dekat, tapi memang satu wilayah.”
Dari Dunnington menuju Malton kurang lebih setengah jam. Waktu sudah menunjukan jam makan siang. Ketika lapar sudah masuk dalam diri sendiri, tidak ada lagi yang bisa bahkan ide sekalipun. Well, itu bukan satu – satunya alasan. Masalahnya aku mendengar wanita di sebelahku nafasnya agak terengah – engah. Bahkan aku bisa sadar kalau kecepatan mobil ini agak menurun meskipun keadaan tidak ramai.
“Anda baik – baik saja?” tanyaku.
Ia terlihat berkeringat, bahkan tangannya yang basah itu kupegang.
“Di-dingin sekali! Hey, hey saya masih punya masa muda panjang, Miss Beagle! Katakan dengan jujur, apa masalahnya?” kataku panik dan ngeri.
Jelas sekali saat kau di dalam mobil dengan supir yang matanya agak sayu – sayu, keringat dingin, ritme nafas yang tak beraturan.
“Ye-yeah… kau punya sesuatu… yang manis…?”
Tanpa berpikir lama aku meraih celanaku. Aku merasakan sesuatu yang panjang dan keras. Kusodorkan tepat pada tangannya. Mobil menepi sebentar, sementara ia merobek, menggigit, dan menelan benda keras dan panjang yang kuberikan. Lalu kusodorkan sebotol air mineral yang diambil dari kursi belakang.
“Salahku, maaf,” tambahnya. “Hypoglycemiaku kambuh.”
Aku mengangguk dengan lega. Setidaknya masa mudaku masih bisa dilanjutkan. Setelahnya kuputuskan untuk mencari toko kue terdekat. Melalui GPS dari ponsel Beagle, di dekat gedung koran Newsmongenstern Yorkshire banyak sekali toko dan kedai. Setelah membeli beberapa kue, kami langsung masuk.
Seperti biasa kami di meja resepsionis, menunjukan lencana polisi, menunjukan koran, lalu kami diarahkan ke sang jurnal yang menulis artikel tersebut.
Aku menanyakan padanya apa alasan di balik judul koran ‘Pembunuh Tanpa Muka, Bau, dan Senjata”.
“Ah, aku sangat suka yang satu itu! Ini yang paling tepat di antara yang pernah kubuat. Dari kepolisian sudah dipastikan kalau itu pembunuhan. Dan lagi, tidak ditemukan jejak, bau, dan juga senjata. Maksudku seperti pisau, darah atau mungkin tanda kekerasan pada korban seperti luka lebam?” jelasnya penuh antusias dan bersemangat.
“Tapi bukannya ditemukan jarum suntik dan obat – obatan? Apakah itu tidak termasuk senjata, Miss Hall?” tanyaku.
Ia menghela nafas.
“Tidak! Kita tidak lakukan itu! Maksudku, nak, dalam artikel memang dituliskan. Itulah kontennya, tapi tidak untuk judul,” tambahnya dengan bergejolak. “Judul harus lebih bernilai di mata para pembaca. Jujur saja, jarum suntik dan sejenisnya itu mengacu pada bunuh diri.. Jadi bila ditanya apakah memang benar – benar tidak ditemukan senjata dan semacamnya? Selama fakta itu belum terjawab, maka tetap biarkan seperti itu. Sisanya? Biarkan imajinasi pembaca menduga – duga. ”
Aku mengangguk setuju. Seperti yang Gwendoline bilang, bahasa wartawan dan jurnalis.
Aku menyodorkan dua koran lainnya.
“Apakah yang satu ini sudah dipastikan kalau itu bunuh diri?”
Ia menyipitkan matanya dan meraba – raba kertas tersebut. Wanita itu mengatakan bahwa ia kagum melihat koran yang ia tulis 20 tahun yang lalu masih dalam kondisi bagus dan utuh.
“Kesampingkan yang tiga siswa itu. Madame Hasselbein, saat saya ke sana mewawancarainya, di rumah yang cukup besar, ia sangat ramah dan sopan. Kalau tidak salah itu sekitar dua hari setelah kematian putrinya, well jujur saja itu seperti menggaruk luka yang baru saja akan kering. Ia sama sekali, tidak sedikitpun, menyalahkan pihak Widehope. Ia hanya bilang akan mencari jalan keluarnya sendiri… mungkin meditasi? Atau berdiam diri? Entahlah,” tambahnya. “Anda bisa bayangkan diri, menjadi satu – satunya Hasselbein yang tersisa. Anak semata wayangnya yang hilang begitu saja. Saya sebenarnya ingin menjenguknya, tapi rumah itu sudah kosong.”
“Tapi bagaimana menurut anda Madame Hasselbein ini?” tanya Beagle.
“Orang yang tenang. Well ia agak gemetar saat saya membahas itu, tapi sangat ramah dan sopan.”
Mengenai tiga siswa itu, Miss Hall bilang hanya kasus biasa. Kisah klise di mana orang tua mereka tidak mendidik anaknya dengan baik. Hasilnya, terjerumus dengan hal – hal yang merugikan.
“Terima kasih, maaf menganggu.”
Kami pun keluar dari tempat itu setelah dirasa sudah cukup. Beberapa laporan telah kupersiapkan saat dalam perjalanan menuju Widehope. Sekitar satu jam, bergantinya waktu siang menjadi sore, mobil itu sampai. Namun Beagle langsung menuju ke Edinburgh setelah aku turun.
Kepalaku pusing dengan fakta – fakta yang kutemukan hari ini. Aku berniat membaringkan tubuhku. Pepatah mengatakan, tidak ada hari yang begitu buruk sehingga tidak bisa diperbaiki dengan tidur. Paling tidak aku masih berharap sesuatu yang baik setelah bangun.
ns 15.158.61.54da2