Aku berjalan menapaki jalan dengan pikiran agak dalam. Kembali sesaat setelah kami melakukan perayaan, dimana para kawanan tolol mendapati semua hadiahnya. Aku agak heran. Apakah semua orang di sini atletis? Bukannya aku menganggap dilebih – lebihkan. Faktanya walaupun diikuti dua sekolah, mereka juga cukup banyak, sekitar total enam ratus orang. Dari enam ratus orang, para tolol itu menang hadiah satu sampai tiga. Well, Roddy mendapatkan keinginannya.
Namun lebih dari itu, mari kita tidak membicarakan Foscow yang katanya muntah. Tapi sesaat sebelum pingsan, kepalaku rasanya agak ringan. Pandanganku juga kabur. Sisanya aku terbangun di kamarku.
“Eh? kalau tidak salah…”
Sesampainya di balik pintu Unit Pelayanan Kesehatan sekolah, hidungku mencium bau – bau yang kukenal. Berbicara tentang hormon feromonku yang meningkat sesaat. Tentu saja ini bukan bukti kuat kalau aku orang yang agak mesum, kau tahu? Pikiranku yang dalam – dalam tadi dikacaukannya.
Kuketuk pintunya. Mendengar salah satu suara favoritku itu, aku langsung mengetahuinya.
“Miss Beagle!”
“Huh? Oh… kau anak mesum itu…”
Ekspresi wajahnya yang jutek, kaca mata, dan lipstik agak menor. Tidak ada tandingannya. Aku harus mengendalikan diriku sendiri.
“Apa? Kenapa memandangku seperti itu? Aku tidak tertarik dengan berondong! Enyahlah!”
Ia membentak. Kalau itu Caulburn, jelas aku akan berjingkrak. Lain cerita olehnya, aku tambah bersemangat. Tenang, jangan menilaiku dengan rendah seperti itu. Ini tidak seburuk itu kok.
“Well, jangan begitu dong! Ini tidak seperti yang direncanakan, Signorina.” Nadaku melembut khusus orang sepertinya. Ini perlakukan spesial.
Ia hanya diam, namun aku bisa tahu kalau matanya sedang serius membaca sebuah artikel. Lebih baik aku tidak memperjelek sampulku yang sudah tidak karuan.
“Um…Foscow?” tanyaku.
“Ah, dia ada di sebelah sana. Jangan lama – lama karena dia perlu istirahat!”
Aku menuju ke arah bilik yang di tunjuknya.
“Itu terlihat buruk, Monsieur Foscow.”
“Begitukah, Lieutenant Mark? Hampir saja.”
Bukaan sapaan yang buruk. Kami memang punya caranya bercanda, tentu semuanya unik.
Aku mengambil kursi dan duduk di sebelahnya.
“Well, ini tidak akan memburuk, Foscow!” tambahku. “Kurangi rasa rakusmu!”
“Kau ini kurang pengalaman! Di pesta, kita harus makan selahap – lahapnya! Menikmati tanpa batas! Mode beruang Grizzly! Ahahahaha!”
Setidaknya si gembrot ini masih membalas candaanku. Masalahnya aku tidak ingin sesuatu yang jauh lebih buruk terjadi. Sama seperti kata Winfred, dilenyapkan dengan prosedur yang kami tidak bisa menolak. Inilah salah satu aturan yang paling kubenci dari yang lain.
Aku memandangnya dalam – dalam.
“Hey, saat itu kau merasa aneh?” kataku dengan pelan.
Kami sama – sama mengawasi.
“Padahal aku mau mengambil saranmu untuk tidak rakus, tapi, yeah…” tambahnya. “Kau mengerti diriku dengan baik, Mark.”
Kali ini aku benar – benar memasang telinga dan mencari sedetil – detilnya.
“Kau minum jus jeruk itu?”
“Pertanyaanmu salah, bodoh! Maksudmu berapa banyak, kan?”
Aku melupakan kode etik kami. Aturannya adalah, di pesta kita harus menikmati segala jenis yang bisa diteguk atau dikunyah. Ini hanya semacam kode etik tolol yang pernah ada.
Aku mengangguk.
“Secara umum, aku minum segelas cola…. Satu liter jus jeruk, well, itu karena buah. Orang bilang buah menyehatkan, lalu jus… itu akan menjadikannya lebih baik. Banyak sekali biskuit Edelweiss, tidak terhitung….”
“Kau mengesankan seperti biasanya…” tambahku. “Eh? Berarti kau kebanyakan, tolol!”
“Ah belum! Dua porsi burger jumbo.”
Masalahnya adalah, berapa banyak makanan yang bisa ditampung perutnya itu?
Aku menggeleng heran.
“Lalu apa yang kau rasakan?”
Ia memejamkan mata sesaat.
“Aku hanya merasa sedikit ringan, pandanganku agak kabur… entahlah aku tidak ingat. Masalahnya setelah itu, dari perutku rasanya ingin naik ke kerongkongan…. Lalu itu menuruti kehendaknya.”
Perkataannya itu sedikit mirip dengan yang aku rasakan saat itu. Ini agak menjelaskan kesamaan kami. Masalahnya adalah, apakah kami diracuni? Kalau kondisi kami sama, mengapa aku tidak muntah?
“Hey, Foscow, apakah ini karena makanan?”
“Omong kosong! Pokoknya tidak basi, pasti bersahabat dengan perut! Sekalipun mashed potato yang rasanya tolol itu!”
Aku diam sesaat. Aku ingin mengutarakan hal ini, tapi agak ragu – ragu.
“Apakah kita diracun?”
“Kau…” tambahnya sambil agak panik. Nadanya agak merajuk. “Ki-kita ini teman kan, Mark?! Teman tidak melukai teman! Satu untuk semua!”
Aku diam sejenak.
Foscow, si gendut, yang agak sensitif. Dia ini mudah putus asa, menyerah, dan agak pengecut. Dia ini tipe – tipe pria yang dibentak lalu diam dan menyedihkan. Pertama kali bertemu pun, aku melihat orang ini seperti tidak punya harapan. Well, setidaknya aku adalah teman pertamanya.
Kata – kataku memang kurang tepat. Tapi untuk masalah ini, tidak ada toleransi. Seperti katanya, kami ini selalu kompak. Masalahnya adalah bila aku berpikir lurus, tidak satupun pintu bisa terbuka.
“A-aku sebelumnya juga merasa begitu. Tapi itu tidak baik berprasangka buruk.” Katanya merajuk.
Ia menjadi agak sedih. Namun aku lebih tertarik pada sesuatu di meja dekat tempatnya berbaring.
“Well, well¸well. Aku melihat chip kentang, roti isi, coklat, dan buah – buahan! Semuanya nikmat!”
“Benarkah? Ambillah yang kau mau, Mark!”
Aku menolak.
“Dari mana saja kau dapat ini?”
“Oh, Chip kentang dari Roddy, Roti isi dari Verdamant , Coklat dari Sonia, pisang dari Isabeau dan apel dari Pebble.. Lihat? Mereka ini orang baik – baik!”
Aku sedikit lega mendengar hal itu.
Kukeluarkan sesuatu dari saku.
“Aku punya sedikit tambahan ransum untukmu, young lad!”
Matanya berbinar – binar. Aku masih ingat yang dulu ia sangat ingin sekali biskuit, lingkaran dan agak tebal. Terdapat bentolan – bentolan hitam yang kupikir seperti ini.
“Aku tak akan tanya kau dapat darimana, tapi apakah ini dioven?!” ia bersemangat. Semantara tangannya berusaha memudarkan tali yang mengikat plastiknya.
Aku tidak mengerti apakah ini dioven atau tidak. Tapi aku juga sedikit tertarik. Ini bisa kugunakan untuk menembak gadis atau sekedar menggelitik perhatiannya. Sial kau Herald! Boleh juga. Pikiran anehku.
“Makan dulu, baru tanya nanti! Itulah yang biasanya diajarkan di kampung halamanku. Well, itulah bagaimana kau menikmati snack dengan adil!” jelasku penuh pernyataan yang dibuat – buat.
“Hoho? Aku melihatmu seperti malaikat sesaat! Perancis memang berbeda, kau punya bakat!”
Sesaat sebelum pemberianku mendekati mulutnya, seseorang dengan terburu – buru datang. Paling tidak aku mengenali wangi parfumnya.
“Tahan itu, gendut!”
Beagle meraih dengan cepat dari tangannya, lalu diremuknya jadi dua bagian. Ia memakan satunya tanpa pandang bulu.
“Itu vulgar sekali, pantat besar!”
Aku tahu satu – satunya yang tidak terpikat oleh Beagle, adalah sang raja makanan, Foscow. Tapi entah kenapa ia seperti prajurit garis depan yang akan berhadapan dengan naga.
Kedua tangan wanita itu meraih pipi tembem foscow, lalu menariknya lebar – lebar.
“Pikir lagi apa yang keluar dari mulutmu!”
Prajuritnya disembur api dan tidak berdaya, lalu ketakutan.
“Blimey! Kalian ini…” tambahnya menoleh ke arahku. “Biskuit yang enak. Dapat darimana?”
Tentu saja aku tak bisa jujur, kan? Aku menunjuk diriku sendiri dengan wajah penuh kebanggaan.
Seketika itu aku merasa dua orang ini merasa punya pikiran yang sama, tapi tidak semelotot Beagle yang penuh ketidakpercayaan.
“Terserah.” Beagle berbalik arah dan kembali duduk seperti biasanya.
Aku menatap Foscow dengan satu pertanyaan.
“Yeah, semua makanan selalu melewati mulut wanita itu. “ nadanya agak kurang bersemangat.
Aku mengangguk paham. Separuh bagian itu langsung dimakan. Wajahnya tampak berseri – seri, aku senang ia semangat lagi. Kemudian aku berpamitan dan berjanji akan membuatkan biskuit itu lagi. Tapi sebelum itu, Foscow memberikan benda kesayangannya padaku.
Aku yang hendak berpamitan dengan Beagle, kupikir ia langsung duduk kembali di posisi asalnya. Tapi itu tidak membuatku kebingungan terlalu jauh. Asap rokok itu semakin tercium dari luar pintu.
“Kau sudah selesai?”
Aku mengikat tali sepatuku.
“Ini tidak seperti aku menginap. Tidak juga oleh anda yang senang karena saya kemari.”
“Ada apa? Kau marah karena tadi? Cengeng sekali!”
Aku menggeleng.
“Aku mendapati hal yang sama dengannya. Tapi kenapa aku tidak persis?”
“Well…”
Jawabannya singkat keluar dari mulut yang memikat itu. Masalahnya itu membuatku sangsi semalaman.
***
ns 15.158.61.8da2