Keesokan harinya, Ezra sedang berjalan menuju kampusnya sambil memainkan handphone nya. Tiba-tiba ada yang memukul pundak Ezra dari belakang, dan ternyata itu adalah teman sejurusan nya, Rizki.
"Ehh, Ezr, jangan main handphone dong kalau lagi dijalan. Nanti kalau ke tabrakan gimana?" nasehat Rizki.
"Iyah-iyah." kata Ezra sambil mematikan handphone dan meletakkan nya di saku. Sebenarnya Ezra sedang sibuk chatting an sama Zidan tentang anggota barunya.
"Emang ngapain sih, sibuk emet kayaknya?" tanya Rizki, penasaran.
"Kepo deh lu." ketus Ezra.
"Astagfirullah, kejam amat dah lu sama temen sendiri." ujar Rizki sambil mengelus-ngelua dada.
"Berisik ah. Masih pagi nih, jangan buat gua marah napa.” sengit Ezra, yang mulai kesal dengan sifat menyebalkan Rizki.
"Yah maap,” kata Rizki lalu melihat jam di handphone. Dan ternyata jam sudah menunjukan pukul 8:19. “Ehh udah jam segini. Ayo cepatan nanti dosennya marah lagi." lanjutnya, sambil mempercepat jalannya. Dan begitu juga dengan Ezra. Sesampainya di kelas, untuknya mereka tidak terlambat dan masih ada waktu untuk Ezra melanjutkan chattingannya dengan Zidan. Tidak lama kemudian, dosen yang mengajar masuk dan memulai pelajaran nya. Saat jam mata kuliah mereka sudah selesai, Ezra dan Zidan bertemu di kantin, sesuai janji mereka. Saat di kantin Ezra dan Zidan memilih meja yang sepi dan sekaligus membeli makanan untuk mereka makan.
“Ehh iyah ngomong-ngomong, gimana itu adik kelas lo? Kuliahnya dimana?” tanya Ezra sambil menyendoki nasi uduknya yang ia beli tadi.
“Kampusnya agak jauh dari kampus kita. Kalau mau harus naik kereta kesana. Atau kita mau janjian aja?” tanya Zidan.
“Iyah kayanya janjian aja kali. Biar kita juga gak terlalu jauh,” jawab Ezra. “Tapi ngomong-ngomong, lu udah bilang alasan sebenarnya kita mau ketemu sama mereka?”
“Gua sih cuma bilang mau reunian aja. Sama mau ada hal penting yang mau gua omongin.” jawab Zidan.
“Ohhh gitu yah. Yaudah mereka bisa ketemuannya kapan?” tanya Ezra.
“Katanya hari sabtu aja.”
“Lusa yah? Dimana?“
“Nah itu gua belum tau. Gua udah tanya tadi pagi, tapi belum dibales. Mungkin lagi ada jam mata kuliahnya kali,” tebak Zidan. “Gua sih udah ngusulin di retoran cepat saji yang dekat kantor polisi itu loh. Biar mereka juga gak terlau jauh.”
“Ohhh, iyah-iyah gua tau. Tapi lu ngomong, gua juga ikut?”
“Belom, hehehhe.” kata Zidan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
“Sebenarnya gak apa-apa sih. Cuma takutnya mereka kaged aja kerena gua ikut.”
“Yahh enggak lah,” kata Zidan. “Oh iyah, soal lagu nya gimana perkembangannya?” tanyanya.
“Udah jadi sih. Tapi tau deh, bagus atau enggak.” kata Ezra sambil melahap nasi uduk tersebut.
“Udah selesai? Hebat banget . Boleh gua dengar gak? Sama sekalian liriknya.” pinta Zidan.
“Boleh. Tunggu bentar.” kata Ezra sambil mengeluarkan handphone, Earphone dan sebuah buku, yang ia gunakan untuk mencatat lirik nya, dari dalam tasnya dan memberikan nya kepada Zidan.
“Nihh cobain,” kata Ezra sambil memberikan handphone Earphone dan bukunya kepada Zidan. “Itu nadanya dan yang ini lirik nya.” jelasnya.
Setelah beberapa menit mendengarlan nada buatan Ezra.
“Wahhh, hebat banget. Lu kok bisa sih ngebuat nada sebagus ini?” tanya Zidan dengan nada kegum.
“Kalau cuma nada, gua mah bisa. Tapi yang susah itu liriknya. Eari kemarin belum selesai-selesai. Ini juga baru selesai tadi malem.” ujar Ezra.
“Santai aja, masih lama kok. Mereka juga belum tentu mau bergabung.”
“Ngomong-ngomong, siapa nama adek kelas lu?“ tanya Ezra lalu mengambil botol air mineral miliknya. “Dari kemarin lu belum pernah manggil nama mereka.”
“Namanya yah? Kalau gak salah sihh, namanya itu Farel sama Mirza.” jawab Zidan tapi dengan nada kurang yakin.
“Ahh masa?“ tanya Ezra tidak yakin. “Awas aja sampai salah besok. Yang ada malu sendiri kita.” kata Ezra sambil menahan tertawa.
“Enggak lah. Kayanya sih benar.”
“Kayanya? Lu sendiri kagak yakin.” kata Ezra.
Mereka pun melanjutkan pembicaran mereka sampai jam mata kuliah Ezra selanjutnya.
Sore harinya, sesuai janji mereka kemarin, mereka melakukan latihannyan di kos-kos tempat Zidan tinggal.
“Nih not lagunya,” kata Ezra sambil memberikan selembaran kertas berisi not untuk lagunya.
“Coba lu mainkan dulu lirik pertama nya, gua mau denger.” tambahnya.
“Oke-oke tunggu.” jawab Zidan sambil memetik senar gitar electric nya.
Zidan pun mulai mamainkan gitarnya dengan nada lagu yang dibuat Ezra. Ezra mendengarkan nya dengan teliti. Mencoba mengoreksi permainan gitar Zidan. Setelah Zidan selesai memainkan lirik pertama,
“Emmm, oke. Lumayan. Tapi lu dilirik ini gak usah berhenti kaya tadi. Lanjutin aja, biar hasil yang lebih bagus.”
Ezra mengajarkan Zidan dengan dengan sangat baik. Walaupun agak sedikit tegas, tapi penyampaian Ezra sangat jelas. Dalam hal musik, kemampuan Ezra tidak bisa di anggap remeh. Dari sejak SMP pun Ezra sudah sangat pandai memainkan alat musik, bahkan melebihi kemampuan Zidan saat ini. Jadi Ezra juga tidak merasa kesulitan dalam mengajarkan Zidan. Setelah hampir 4 jam berlatih, Zidan mulai meresa lelah dan mengusulkan untuk pulang dan melanjutkan nya besok.
“Yahhh ampun!“ seru Zidan sambil melihat jam yang ada di handphone miliknya. “Ini sudah jam 9 malam. Sebaiknya kita pulang. Besokkan kita harus berangkat pagi, untuk bertemu dengan mereka.” kata Zidan sambil membereskan gitar nya dan barang-barang lainnya.
“Oh yah, yasudah kita lanjutkan besok saja. Gua juga udah lelah nih.” kata Ezra sambil merenggangkan tubuhnya.
“Ayo cepet beresin barang lu. Nanti gua tinggalin loh.” ancam Zidan yang sudah selesai merapihkan barang-barangnya.
“Iyah-iyah tunggu.”
Ezra merapihkan keyboardnya dan meletakkan di dalam tas khusus. Zidan pun membantu merapihkan kertas-kertas yang berserakkan di meja dan memasukkannya kedalam tas milik Ezra.
“Oke, aku udah selesai. Makasih yah.”ujar Ezra sambil menggendong tas hijau milik nya. Zidan sudah menunggu nya diluar dan sudah bersiap untuk mengunci pintunya.
“Ehhh, tungguin. Jangan kunci gua didalam,” Ezra segera berlari ke pintu supaya tidak dikunci oleh Zidan.
“Nanti biar gua aja yang kembaliin kunci nya Kak Vivi,“ kata Zidan sambil mengunci pintu kamar tersebut.
“Oke, yaudah gua duluan yah. Keburu malem banget.” kata Ezra sambil berjalan menuju tangga.
“Ini udah jam 9 malem. Lo yakin masih mau pulang sendiri?” tanya zidan, khawatir.
“Lah, iya lah. Terus gua istirahat nya di mana?” tanya Ezra.
“Di kos-kosan gua aja. Tinggal turun tangga, jalan dikit, udah nyampe,” jelas Mirza. “Atau gua mau temenin pulang?”
“Gak ah, gak usah. Gua bisa kok jalan sendiri,” jawab Ezra. “Udah ah, keburu malem banget nih. Gua duluan yah.” Ezra berlari menuruni anak tangga dan segera pulang ke asramanya. Karena kos-kosan Zidan hanya di lantai 2 bangunan itu. Ia jadi tidak terlalu buru-buru pulangnya.
ns 15.158.61.37da2