Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Tidak terasa sudah tinggal seminggu lagi sebelum festival musik. Ezra dan yang lain sudah tidak sabar menunggu ke datangan hari besar itu. Setiap hari mereka selalu rutin berlatih. Tidak pernah melawatkan sekali pun latihannya. Karena festival musik sudah tinggal seminggu lagi, ini sudah waktunya untuk mendaftar.
Sebelum mulai latihan hari ini, Ezra dan yang lain akan mendaftar terlebih dahulu. Pendaftaran di lakukan dengan cara meminta selembaran kertas khusus dari panitia, yang bukan lain adalah mahasiswa-mahasiswa disana. Setelah itu memberikannya kepada dosen yang bertanggung jawab. Karena salah satu panitianya adalah Al, Ezra jadi tidak usah susah-susah lagi mencari panitianya.
“Al boleh gua minta gak, kertasnya?” tanya Ezra pada Al, yang sedang sibuk mengurusi beberapa formulir.
“Iyah-iyah, terserah. Ambil aja.” jawab Al, yang bahkan tidak sempat melihat wajah Ezra, karena saking sibuknya.
“Makasih.” kata Ezra lalu mengambil selembar kertas pendaftara. Dan setelah itu kembali ke tempat latihannya untuk mengisi kertas pendaftaranya disana.
“Udah selesai.” kata Ezra lalu memperlihatkan kertas pendaftara tersebut kepada yang lain.
“Bagus. Sekarang tinggal kita kasih Bu Intan.” kata Zidan.
Bu Intan adalah salah satu dosen di yang mengajar Ezra, sekaligus orang yang bertanggung jawab dalam fastival musiknya.
“Oke.” jawab Ezra.
“Kita bareng aja ke sananya. Sekalian ke kantin.” usal Farel.
“Mau ngapain lu ke kanti? Mulai latihan aja belum.” tanya Zidan.
“Gua mau beli minum,” jawab Farel sambil memperlihatkan botol airnya yang kosong. “Air gua udah abis.” lanjutnya.
“Kita bareng-bareng aja ke sana.” usul Reika. “Lagian kalau salah satu dari kita pergi kan, kita juga kagak bisa latihan,”
“Bener juga sih. Mungkin sekalian gua beli roti panggang, sebelom kehabisan.” kata Zidan, setuju.
“Yaudah, ayo,” ajak Ezra sambil meletakkan pulpen yang tadi ia gunakan untu menulis, ke dalam sakunya. “Semakin lama diam. Semakin lama kita gak mulai-mulai latihannya.”
Tanpa berbasa-basi lagi mereka berlima segera pergi mencari Bu Intan. Saat sampai di ruang pendaftara, yang di dalam ada Bu Inta ternyata ruangan tersebut sedang sepi. Mungkin karena orang-orang sudah mendafta sejak seminggu yang lalu.
Di dalam Bu Intan sedang sibuk menulis nama-nama anak atau grub yang akan ikut festival musik nanti. Ezra mengetuk pintu.
“Permisi bu,” sapa Ezra sopan. “Ini saya mau mendaftar.”
“Oh iyah silahkan,” kata Bu Intan, lalu berhenti menulis sejenak. “Kamu sendiri atau berkelompok?” tanya Bu Intan sambil memandangi mereka berlima.
“Berkelompok bu.” jawab Ezra.
“Mana kelopoknya? Berapa orang?”
“Ini bu kelompoknya, lima orang.” jawab Ezra. Bu Intan terkejud dan tampak tak percaya.
“Berlima ini?” tanya Bu Intan dengan nada tidak percaya.
“Iyah bu,“ jawab Ezra. “Memangnya ada apa?”
“Apakah kalian sudah membaca syarat untuk ikut festival musik nanti?” tanya Bu Intan.
“Secara detail, belom sih bu,” jawab Ezra agak ragu. “Kenapa?” ulangnya.
Bu Intan mengambil brosur festival musik dari tumpukkan kertas di sebelahnya dan memperlihatkannya ke Ezra dan yang lain.
“Lihat ini?“ tanya Bu Intan sambil menunjuk sebuah kalimat di brosur tersebut. “Ini adalah syarat yang harus di penuhi, jika kalian ingin ikut dalam festival musik minggu depan,” jelas Bu Intan. Ezra memerhatikan syarat tersebut dengan baik. Dan bertapa terkejudnya, saat ia tahu syarat tersebut. Salah satu syarat tersebut tertulis, bahwa tidak boleh membawa orang lain atau grub lain dari luar kampus. Jadi orang yang boleh mengikutinya hanyalah siswa-siswa kampus itu saja.
“Jadi jika kalian ingin tetap ikut dalam festival musik minggu depan, kalian harus menyingkirkan bocah itu dari band kalian.” kata Bu Intan sambil menunjuk ke Reika. Bu Intan tidak tahu kalau Mirza dan Farel juga bukan dari kampus itu.
“Tapi bu, kita sudah susah-susah mencari anggota-anggotanya. Masa ibu tega?” tanya Ezra dengan muka memelas.
“Maaf, tapi yang membuat persyaratannya bukan ibu saja. Jadi ibu tidak akan melonggarkan syaratnya hanya demi kalian.” kata Bu Inta dengan tegas.
“Tapi bu..”
“Bukanya brosurnya sudah di keluarkan sejak satu bulan yang lalu? Kenapa kalian sampai tidak membaca?” tanya Bu Intan.
“Bu, tolonglah. Ezra sudah bersusah payah untuk membuat kami semua ikut grub band ini. Dan saya tidak akan membiarkan perjuangan Ezra sia-sia begitu saja.” kata Mirza kenapa Bu Intan.
“Dan, siapa kau? Berani-berani menentang ku?” tanya Bu Intan sambil mencoba untuk mengigat-ingat di mana ia pernah bertamu dengan wajah tersebut. Mirza tidak menjawab. Ia memasang pandangan dinginya. Membuat Bu Intan mengigat sesuatu.
“Tunggu... bukannya kau mahasiswa dari kampus sebelah,” tebak Bu Intan. “Itu berarti kau juga tidak bisa ikut dalam festival musik.” tambahnya.
“Tapi, bu-“
“Dan kau, kau juga dari kampus sebelah kan?” tebak Bu Intan sambil menunjuk ke arah Farel.
“Yah, kami bukan dari kampus ini. Lalu kenapa?” tanya Mirza dengan nada dingin.
“Dasar anak kurang aja,” ketus Bu Intan. “Ezra, kenapa kau bawa orang dari luar kampus kemari? Bukanya itu adalah sebuah larangan,” sengit Bu Intan kepada Ezra.
“Maaf bu. Tapi-“
“Pokonya kalain bertiga dilarang untuk datang ke kampus ini,” bentak Bu Intan pada Farel, Mirza, dan Reika.
“Bu tunggu!” pinta Zidan.
“Dan, kau dan band mu dilarang untuk ikut dalam festival musik minggu depan!” seru
Bu Intan penuh amarah.
Ezra, Zidan, Farel, Mirza, dan Reika terkejud dan kecewa dengan larangan Bu Intan, terutama Ezra. Tapi tidak ada yang meraka bisa lakukan. Melody Night secara resmi di keluar dari festival musik. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?298Please respect copyright.PENANALp5QHnzkcA