“Mereka kemana yah? Sudah 10 menit nih,” tanya Ezra sambil melihat jam yang ada di handphonenya. “Apa jangan-jangan mereka malah kabur.” tebak Ezra sambil terus melihat sekeliling, mencari Farel dan Mirza yang belum balik-balik dari tadi.
“Otak lu dimana sih? Mana mungkin mereka kabur. Lewat mana coba?” ejek Zidan kesal.
"Yahhh, kan siapa tahu?" kata Ezra.
5 menit kemudian, akhirnya Farel dan Mirza keluar dari kamar mandi. Wajah mereka tampak merah, seperti baru dipukul. Terutama Farel, di bawah bibir nya sampai berwarna agak ungu, karena dipukuli. Saat mereka sampai di depan Ezra dan Zidan, tiba-tiba amarah Mirza meledak.
"Lu apa-apa sih, mukul gua." bentak Mirza dengan suara agak keras, membuat orang-orang yang ada di dalam restoran tersebut, memusatkan perhatiannya ke Mirza dan Farel.
"Ehh, jangan asal ngomong yah. Lu yang mukul duluan kan?" balas Farel tidak mau kalah.
"Kenapa lo malah menahan diri? Tenaga lu lebih kuat kan dari pada gua.”
“Yaiya lah, lu itu lemah. Gua tabok dikit, paling nangis.”
“Maksud lu, gua lemah? Ihhh, gak guna temenan ama lu.” batin Mirza sambil mencoba memukul Farel.
Karena keadaan pun semakin kacau, Ezra dan Zidan terpaksa mengambil tindakan untuk mencegah mereka berantem.
“Ehhh, jangan berantem!” bentak Ezra sambil memisahkan Mirza dari Farel.
“Lepasin gak!” paksa Mirza kepada Ezra “Anda gak ada hubungan nya dengan ini. Jadi jangan ikut campur.”
Karena Ezra dan Zidan sibuk mengurusi Mirza, Farel mengambil kesempatan ini untuk balik memukul Mirza. “Brakk!” suara Mirza terjatuh ke lantai, karena dipukul dengan kencang oleh Farel. Karena pukulan Farel, Mirza sampai terlempar cukup jauh kebelakang.
“Woiii, Farel lu apain Mirza?” tanya Raka yang tidak bisa tinggal diam melihat kedua sahabat itu bertengkar.
“Lepasin saya kak. Saya harus memberi pelajaran kepada anak tidak tahu diri ini.” batin Farel sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman Raka.
“Mirza, kau gak papa?” tanya Ezra. “Sini aku bantu.” sambil mencoba membantu Mirza untuk bangun. Sesaat kemudian, Ezra baru sadar ia melakukan kesalahan terbesarnya dalam rencana ini.
"Aaaaa, maksudnya," Ezra tak bisa berkata-kata. Ia tidak tahu harus menutupi nya dengan alasan apa. Mirza yang tadi nya terlihat kesakitan, tersenyum penuh kemenangan.
"Ehh, kok anda tau nama saya. Kayaknya saya belum pernah ketemu sama Anda deh."
"Aaaaa, bukannya itu namamu yah. Sahabat mu memanggilnya begitu bukan?" tebak Ezra dengan nada ketakutan.
"Sahabat? Kok anda bisa tahu kami sahabat? Padahal dari tadi kami tidak terlihat akrab sedikit pun loh." kata Mirza yang malah mengangkat satu kakinya saat ia duduk di lantai.
"Rencananya gagal yah?" tanya Farel tiba-tiba, sambil tersenyum penuh kemenangan, sama seperti Mirza.
Ezra, Raka, dan Zidan terpatung. Mereka baru sadar mereka telah dikerjain oleh kedua orang itu.
"Ka-kalian tahu?" tanya Zidan tidak percaya. "Da-dari kapan?" tambahnya.
"Kalian pikir bisa berhasil semudah itu mengelabuhi kami?" ujar Farel sambil membantu Mirza berdiri, "Kami sudah tau itu."
"Itu artinya, adegan tadi hanya akting?" tanya Raka. Mirza dan Farel hanya tersenyum, yang mengandung arti "Yah, memang begitu."
"Lalu, kenapa muka kalian sampe memar gitu?" tanya Zidan.
"Ohhh, ini mah cuma make up. Masa gini aja gak tau sih?" tanya Mirza dengan nada agak mengeje.
"Meke up punya siapa? Jangan bilang itu punya lu, Mir?" tanya Zidan tak percaya.
"Yah, bukan lah. Ini punya adek gua." jawabnya.
"Kok punya adek lu bisa ada di elu?" katanya Zidan.
"Gak tau tuh. Kayaknya kebawa." jelas Mirza.
"Minggu kemarin, adek nya Mirza ikut camping pake tas punya Mirza. Jadi, mungkin lupa diambil." jelas Farel.
"Ohhh." jawab Zidan dan Ezra serentak. Saat yang lain sedang sibuk pasal meke up, tiba-tiba Raka tertawa.
"Hahahahahaha," Mirza dan Farel jadi bingung, karena bukannya sedih, karena rencana yang di buatnya gagal, ia malah tertawa terbahak-bahak.
"Itu berarti, rencana kita berhasil dong." kata Raka tiba-tiba. Mirza dan Farel tambah menjadi bingun.
"Berhasil ap-" kalimat Farel terhenti karena di potong oleh penjelasan Raka. "Berhasil lah. Rencana kita kan untuk membuat kalian berbaikan. Dan sekarang lihat, kalian bahkan sudah saling merangkul."
Farel dan Mirza saling merangkul karena Mirza tadi terjatuh karena dipukul Farel dan membuka Mirza jadi susah berdiri tegak. Tapi benar, Farel dan Mirza juga ternyata tidak menyadari bahwa mereka sudah berbaikan dan bahkan sudah membuat rencana bersama.
"Itu berarti kita berhasil, Ezra, Zidan." katanya sambil tersenyum melihat kedua orang itu di samping nya.
"Jadi kalian melakukan ini semua demi persahabatan kami?" tanya Mirza.
"Sebenarnya ini semua rencananya Raka. Kita mah cuma ngebantu doang." jelas Ezra.
"Terima kasih banyak semua dan Ezra," kata Farel sambil menatap kearah Ezra dengan tatapan penuh arti. "kami sudah memikirkannya. Dan... kami ingin bergabung dengan grup band mu."
"Hah!. Serius kalian mau ikut?" tanya Ezra tidak percaya. Farel dan Mirza mengangguk.
"Wahhh, terima kasih banyak ya. Karena kalian, anggota kami bertambah 2." kata Ezra gembira, sampai loncat-loncat seperti anak kecil.
“Umur udah 19 tahun. Tapi tingkah masih kayak bocah.” sindir Zidan.
“Biarin.” kata Ezra tidak perduli.
Tapi kegembiraan itu berhenti, karena ia baru ingat bahwa lagu yang ia buat untuk bandnya, masih kurang bagus.
"Kenapa Ezr?" tanya Zidan lalu memegang pundak Ezra.
"Lagu untuk bandnyakan masih jelek. Gak mungkin bisa kita bawa pas festival musik." jawab Ezra sedih.
"Kenapa gak minta Mirza saja untuk membukakan lirik lagunya." saran Raka."Mir, nada yang tadi gua kasih denger ke elu, itu milik Ezra."
"Hah, nada sebagus itu buatan Ezra?" tanya Mirza tidak percaya. Muka Ezra yang tadinya sedih menjadi kesal.
"Woii-", "Iyah emang, gua juga gak ngerti sih bagaimana dia melakukannya. Tapi masalahnya bukan itu sekarang. Lu bisa gak menulis lirik untuk nada itu? Jika lu bisa, itu pasti akan memperbagus lagunya." belum sempat Ezra berkata apa-apa, Raka sudah menyelanya duluan.
Ezra hanya bisa diam dan menahan emosinya. Zidan yang berada di sampingnya, tak bisa menahan tawa, melihat ekspresi wajah Ezra yang lucu.
"Lu kaga usah ketawa. " ketus Ezra.
"Gua sih belum pernah mencobanya. Tapi kalau cuma menulis, mungkin bisa," jawab Mirza dengan penuh percaya diri. “Akan gua usahakan." lanjutnya.
"Tenang, nanti akan aku bantu." kata Farel.
Saat yang lain sedang asik ngobrol, tiba-tiba handphone Ezra berdering. Ezra pun segera mengambilnya dari sakunya dan melihat siapa yang meneleponya.
"Astaga, nih anak lagi," kata Ezra lalu memutuskan ingin menjawab teleponnya atau tidak. “Aku keluar dulu yah, sebentar.” kata Ezra lalu meninggal ruangan tersebut dan menuju parkiran. Di situ ia akan menjawab telepon dari sahabatnya itu.
Sesampainya disana, Ezra segera mengangkat telepon dari Al.
"Nahhhh, akhirnya lu angkat juga. Kemana aja sih? Lama tau gua nunggunya," keluh Al.
"Lu tuh yah, kalo nelpon kira-kira napa. Kalau orang nya lagi sibuk atau misalnya lagi dikejar-kejar preman gimana ngangkatnya?”
“Terserah lu mau apa. Gua cuma mau nanya, hari minggu lu jadi ikut kan?”
“Astaga, lu nelpon gua cuma nanya itu doang? tanya Ezra yang kali ini benar-baner marah dengan kebiasaan Al yang suka menelepon orang tiba-tiba.”Kan pas dikampus bisa atau lu dateng ke kamar asrama gua, kan juga bisa. Gua bingung jalan otak lu Al,”
“Eh, kaga usah mikirin jalan otak gua deh. Lu masih mau ikut apa enggak? Nanti, untuk tiketnya lu gak usah bayar,” tanya Al.
“Kok bisa gak bayar? Apa gara-gara temen lu itu, jadi kita gak usah bayar?”
“Iyah. Temen gua ngasih 5 tiket gratis, untuk gua satu, sama 4 orang lagi, terserah gua,”jelas Al.
“Ohh, cuma 5. Siapa aja orangnya, udah ada 5?” tanya Ezra.
“Yahh, palingan kita bertiga. Gua, lu, sama Satria, sama 2 orang lagi, temen sekos-kosan gua. Tapi pertanyaannya, lu masih mau ikut gak? Kalau enggak, tinggal gua kasih ke orang lain,” jelas Al.
“Berarti udah pas yah orangnya, emmm... Iyah, gua masih ikut, tapi boleh ajak orang lain juga gak?"
"Yah terserah lu. Tapi harus bayar sendiri tiket masuknya,”
“Berapa harganya?” tanya Ezra.
“Berapa yahhh…kalau gak salah sih 200 ribu an deh,”
“HAH! 200 ribu? Mahal amet. Gimana caranya gua bisa dapet uang sebanyak itu,”
“Emang ada berapa orang yang mau ikut? Kalau cuma satu, mungkin gua bisa bantu,”
“Yang menurut gua perlu ikut sih 2 orang yah,”
“Yang perlu ikut, maksudnya apa? Tapi kalau 2 orang, bererti 400 ribu yah, terlalu mahal sih,”
“Iyah, itu makanya. Oh atau gua gak ikut, biar mereka aja kali yah,”
“Emang siapa sih orangnya? Emang sepenting itu yah, mereka harus ikut?”
“Sebenarnya sih bukan konsernya yang gua incer untuk mereka. Tapi anggota band nya.”
“Ngapa emang, anggota nya?”
“Gua kan pernah cerita ama lu, tentang anggota baru Melody Night,”
“Iyah terus?”
“Mereka itu mantan anggota Akta. Nahh, gua kepengen mereka bisa bertemu langsung dengan anggota Akta yang sekarang,”
“Gilaaa, mantan anggota Akta, serius lu? Tapi bukannya malah sedih ya, kalau lu mempertemukan mereka dengan anggota Akta yang sekarang,”
“Yahh, mungkin sedikit. Tapi menurut gua, mereka malah akan termotivasi untuk tidak kalah dari mereka. Jika begitu kan, semangat mereka dalam bermain musik akan bertambah dan itu bisa menjadi hal yang positive untuk Melody Night ” jawab Ezra bersemangat.
“Begitu yahh. Yaudah gua coba tanya dulu ke temen gua, boleh gak 3 orang lain ikut, sekalian Kak Zidan. Mungkin jika gua bilang 2 orang itu adalah mantan anggota, mungkin diaakan memperbolehkan nya,”
“Makasih banyak yah, Al,”
“Iyah, tapi gua gak janji loh. Nanti kalau udah, gua kabari, dahhh.” kata Al sambil menutup teleponnya.
Tak lama kemudian, Raka, Zidan, Farel, dan Mirza keluar dari restoran tersebut dan akan kembali ke kampus masing-masing.
“Raka!” panggil Ezra.
Raka menoleh. "Apa?"
"Sini deh, sebentar!" ujar Ezra.
Raka segera berjalan menuju Ezra. "Ada apa Ezra?"
"Gua hanya mau ngomong, makasih yah sudah mau ngebantu gua ngebujuk Farel dan Mirza untuk bergabung dengan grup band ku."
"Itu doang yang elu mau bicarakan dengan gua? “ tanya Raka. “Tapi yah, sama-sama."
"Lu mau gak gabung di Melody Night sama kita? Mungkin lu bisa ja-" kalimat Ezra terhenti karena Raka memotongnya. "Gak usah. Gua gak terlalu suka bermain musik."
"Ohhh, begitu,aaa-"
"Udah, ah, gua mau pulang. Bye." Kata Raka sambil pergi meninggalkan Ezra.
ns 15.158.61.37da2