"Cie, Cie, Cie, berdua doang nih yee…" canda Aziz.
"Aduhhh, mesrah amet nih yee." ejek Tristan.
Ahmad dan Dinda tidak bisa berkata-kata, karena saking shok nya.
"Tidak kami kira, lu bisa mengalahkan kedua pria tadi." kata Rika.
"Iya, dong." jawab Aziz penuh dengan percaya diri.
"Lu, lu yang ngalahin dua pria tadi?" tanya Ahmad yang masih lemes karena shok tadi.
"Iya dong." ulang Aziz.
"Enggak dia boong. Dua pria tadi sudah di tangkap dan sudah di bawa ke kantor polisi." jawab Tristan.
"Iya sih, emang bener apa yang di katakan Tristan. Gua kagak ngapa-ngapain." kata Aziz, tersipu malu.
"K-kok kalian bisa tau kita ada di sini?" tanya Ahmad.
"Itu semua gara-gara kerja sama kalian." jawab Aziz.
"Kerja sama apa?" tanya Ahmad masih tidak mengerti.
"Gara-gara kalian, kita jadi bisa tau di mana keberadaan penculikan itu." jelas Trista sambil menunjuk ke jam tangan yang terletak di dalam saku celana Ahmad.
"Ohhh, jam tangan lu ada pelacaknya yah" tebak Ahmad. Tristan memgangguk.
"Untuk ada jam tangannya. Kalo enggak, kayaknya nyawa gua bakalan terancam. Makasih ya, semuanya. " kata Aziz lalu tersenyum manis.
Ahmad berbalik ke belakang. “Din, lu dengan kan? Kita se-“ tiba-tiba Dinda pingsan di saat Ahmad berbicara.
Aziz dan yang lain sangat terkejud. Tapi untungnya Ahmad dengan sigap menangkapnya.
“Din, Din, Dinda bangun!” kata Ahmad sambil mengguncang pelan tubuh Dinda yang berada di pelukannya.
“Mad, Dinda kenapa?” tanya Tristan panik. S
emua orang di sana tampak panik, kecuali Aziz. Aziz malah pergi tanpa sepengetahuan yang lain.
“Sini gua coba cek dulu.” kata Rika lalu mendekatinya dan mencoba mengecek suhu tubu Dinda.
“Dia tidak papa. Dia hanya kelelahan,” kata Rika sambil memerhatika wajah Dinda yang tampak pucat. “Tapi sebaliknya lu bawa dia pulang.” sarannya.
“Adakah ada yang tau rumahnya?” tanya Ahmad lalu memandang Tristan. “Tristan, lu tau gak rumah Dinda?”
“Tau sih. Tapi rumahnya jauh dari sini. Apalagi kalau kita jalan kaki.” jawab Ahmad.
“Aduhhh, gimana ini?” tanya Ahmad dalam hati. “Lu bawa hp kan?” tanyanya kepada Tristan.
“Bawa sih. Tapi saldo ojol gua belum di top up.” jawab Tristan.
“Top up lah.” paksa Ahmad.
“Masalahnya gua gak ngerti caranya.” jawab Tristan malu-malu.”
“Bego lu.” ejek Ahmad.
“Udah gak usah ngejek dia,” kata Aziz yang baru saja datang. “Mending cepet bawa dia masuk ke mobil. Ahmad tolong, ya.” lanjutnya tersenyum penuh kemenangan.
“Gu-gua?” tanya Ahmad.
“Tentu saja. Dia ada di pelukan lu. Jadi lu yang paling gampang mengendongnya,” kata Aziz lalu beranjak pergi dari ruangan itu sambil mengandeng tangan Rika. “Ayok, kalian juga ikut. Pak Bin akan ngenterin kalian pulang.” lanjutnya.
Tristan mengikuti Aziz dan Rika dari belakang, tapi sebelum ia keluar, “Selamat mencoba.” katanya dengan nada mengejek.
Ahmad awalnya merasa kesal dengan tingkah laku teman-temannya. Tapi Karena tidak ada pilihan lagi, ia terpaksa mengendong Dinda sampai ke mobil. Walaupun begitu, sebenarnya Ahmad mereka senang. Karena kesempatan ini, tidak akan datang dua kali.
“Lu sama Dinda di sini,” kata Tristan sambil mencoba untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang bersama Rika. “Gua sama Rika akan di belakang.” lanjutnya.
Tanpa mengucap sepatah kata pun, Ahmad duduk di bangku tengah bersama Dinda yang masih pingsan.
“Ngomong-ngomong, di rumah sih Dinda ada siapa?” tanya Aziz pada Ahmad.
“Gua sendiri juga gak tau yah.” jawab Ahmad.
“Terus siapa yang akan menjaga Dinda di rumah, kalo gak ada siapa-siapa?” tanya Tristan.
“Yaudah, Dinda istirahatnya di rumah gua aja. Mumpung orang tua gua lagi pergi,” usul Aziz lalu membuka pintu mobil dan berkata kepada Pak Bin. “Pak nanti langsung ke rumah aja ya,” pintar Aziz tapi sesaat kemudian teringat sesuatu. “Tapi ngomong-ngomong lu berdua gimana?” tanyanya pada Tristan dan Rika.
“Ya kita ikut lah ke rumah lu. Iyah kan Put?” tanya Tristan pada Rika.
Rika menganggur dan berkata, “Sekalian aku liat rumah kamu.”
“Alasan macam apa itu?” tanya Aziz lalu menepuk jidatnya. “Yaudah, yaudah gak papa. Tapi sebelum magrib kalian semua harus pulang.”
“Oke.” jawab Tristan dan Rika, kompak.
“Tapi kalo Dinda belum bangun gimana?” tanya Ahmad pada Aziz.
“Kalo emang terpaksa, gak papa lah,” jawab Aziz lalu naik ke mobilnya. “Ayo cepetan masuk. Gua tinggal nih.” lanjutnya sudah tidak sabar.
“Iya-iya.” kata Tristan lalu naik ke dalam mobil dan begitu juga Ahmad dan Rika.
Tak lama kemudian, mobil segera di jalankan dan berkendara ke rumah Aziz.
ns 15.158.61.6da2