“Kita udah sampe. Ayo, pada turun!” pinta Aziz sambil mengambil tasnya dari mobil.
“Wihhh, gila rumah lu gede banget.” kata Tristan sambil melihat ke seluruh penjuru halama depan rumah Aziz.
“Aku juga baru ngeliat rumah baru mu pertama kali. Rumah yang lama kemana?” tanya Rika.
“Masih ada kok. Tapi sekarang di tinggalin sama nenek dan tante gua.” jawab Aziz.
“Ohhh, berarti dari dulu lu emang tinggal di sekitar sini doang?” tebak Tristan.
“Iya. Tapi rumah dulu gua ada di komplek Permata Tiga. Jadi yah… gak jauh-jauh lah pindahnya,” jelas Aziz lalu mendatangi Ahmad yang sedang kesusaham untuk berdiri karena badannya di tindih oleh Dinda. “Mau gua bantu gendong dia sampe ke dalam?” tanyanya pada Ahmad.
“Emmmm, boleh deh.” jawab Ahmad.
Tanpa berpikir panjang, dengan perlahan Aziz menggendong Dinda tanpa ke sulitan sedikit pun.
“Ayo, pada masuk,” kata Aziz mempersilahkan Rika, Ahmad, dan Tristan untuk masuk ke rumahnya. “Gua mau meletakkan Dinda di kamar tamu dulu sebentar. Mbak, tolong siapin minum untuk mereka ya!” pinta Aziz pada Mbak Rosa yang sedang berdiri di depan pintu, menyambut kedatangan Aziz dan teman-temannya.
"Baik." jawab Mbak Rosa lalu pergi menuju dapur untuk mengambilkan minum untuk mereka.
"Sini gua bantu." tawar Ahmad lalu mengikuti Aziz hingga ke kamar tamu.
Tak lama kemudian, setelah Aziz meletakkan Dinda di salah satu kamar dan memberikannya pertolongan pertama bersama dengan Ahmas, ia datang ke ruang tamu yang di sana Rika dan Tristan sudah menunggu.
"Bagaimana keadaan Dinda?" tanya Rika sambil meletakkan gelas di atas meja.
"Sepertinya dia sudah mulai baikan." jawab Aziz lalu duduk di samping Rika.
"Loh, mana Ahmad?" tanya Tristan.
"Ada di kamar. Katanya dia mau nungguin Dinda sampe bangun, " jawab Aziz lalu mengambil cangkir berisi teh. "Jadi kalian mau ngapain di sini?" tanyanya lalu menyeruput teh tersebut.
"Gak tau yah." jawab Tristan dengan santai.
"Buset! Ganggu rumah orang aja." ketus Aziz.
Tiba-tiba Tristan mengingat sesuatu lalu mengambil handphonenya dari saku dan menunjukkan sebuah aplikasi game kesukaannya. "Oh, ya. Ngomong-ngomong, katanya lu punya game ini, ya?" tanyanya sambil memperlihatkan game tersebut.
"Iya." jawab Aziz singkat.
"Mabar yuk. Kita bisa jadi rekan satu tim.” ajak Tristan.
"Lah, kalian enak. Gua ngapain? Masa cuma ngeliatin kalian doang." keluh Rika.
"Kamu suka main PS kan?" tebak Aziz.
Rika mengangguk. "Iya, suka. Kenapa?"
"Aku punya PS4 tuh di atas. Kita bisa main bareng."
"Oh, yah? Mau dong…"
"Boleh. Tapi di atas." jawab Aziz.
"Sih Ahmad kagak di ajak?" tanya Tristan.
"Ajak lah. Kasihan anak orang, kalo gak di ajak.” canda Aziz.
“Oke, gua yang ajak yah?” tanya Rika.
“Hem, boleh,” jawab Aziz lalu berdiri. “Ayo, Tris. Kita duluan.” ajaknya lalu berjalan menuju tangga dan naik ke lantai 2, rumahnya.
Sementara Rika, masih harus pergi ke kamar tamu untuk mengajak Ahmad.
Sebelum masuk, Rika mengetuk pintunya terlebih dahulu. Setelah itu baru ia masuk. “Permisi,” katanya sambil membuka pintu. Ahmad yang sedang memainkan handponenya di samping kasur, menoleh. “Ahmad, main PS yuk, di atas.” ajaknya.
Awalnya Ahmad kelihatan senang tapi seketika kesenangan itu memudar. “Emmm, gak usah deh. Nanti gak ada yang jagain Dinda.”
“Aduh so sweet banget sih.” Ahmad jadi tersipu malu.
“Yah… mau gimana lagi doang?”
Tiba-tiba saat mereka sedang berbicara, Aziz masuk. “Lu kagak usah khawatir.”
Ahmad dan Rika terkejud dan memandang Aziz dengan pandangan heran.
“Lah, kok kamu di sini? Bukannya tadi kamu udah ke atas sama Tristan?” tanya Rika.
“Iya, tapi aku lupa bawa handpone aku yang masih ada di tas. Jadi aku turun lagi deh,” jawab Aziz sambil menggaruk-garuk rambutnya, yang sebenarnya tidak gatal. “Lu kagak usah khawatir. Ada Mbak Rosa kok. Nanti kalo dia bangun tinggal panggil kita.” lanjutnya.
“Gak usah deh.” jawab Ahmad. Tapi sekarang tanpa keraguan.
“Sepertinya rencana gua berhasil,” kata Aziz dalam hati sambil tersenyum penuh kemenangan. Lalu membuka aplikasi game tadi dan menujukkannya kepada Ahmad. “Oke, kita mabar aja, gimana? Dan ternyata sih Tristan juga punya loh. Jadi kita bisa main bertiga.” lanjutnya.
“Oh, yah? Sih Tristan juga punya?” Aziz menjawabnya dengan mengangguk. “Oke, gua akan masuk sekarang. Kalian juga yah.” lanjutnya dengan penuh semangat.
“Hem,” Aziz sempat tertawa karena melihat Ahmad yang begitu semangat. “Ayo, Rika kita ke atas. Biarin mereka berduan aja.” ajak Aziz lalu pergi meninggal kamar itu, bersama dengan Rika.
30 menit kemudian, saat mereka berempat sedang asyik bermain, tiba-tiba Dinda terbangun. Ahmad yang satu-satunya berada di dalam kamar itu, senang.
“Din, lu baik- baik saja? Tunggu yah, gua akan ambilkan minum buat lu dulu.“ lalu ia pergi keluar sebentar untuk mengambil minum untuk Dinda.
Sementara Dinda, perlahan-lahan mencoba untuk bangkit dari tidurnya. Saat Ahmad sampai, ia langsung memberikan air minum kepada Dinda yang sudah duduk sambil menatapnya dengan matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.
“Ini, silahkan diminum airnya.” kata Ahmad sambil menyodorkannya segelas berisi air.
Tapi bukannya Dinda mengambilnya, ia malah memeluk Ahmad erat-erat. Ahmad yang sama sekali tidak mengira hal tersebut, sangat kaged dan shok.
“Din, Dinda?” tanya Ahmad.
“Untunglah kau selamat.” kata Dinda lalu sedikit demi sedikit meneteskan air mata. Ia pun menangis di pelukan Ahmad.
Ahmad tersenyum lalu memeluknya juga dan berkata, “Ya, aku selama. Aku juga bersyukur kau selamat.”
Saat Ahmad dan Dinda sedang berduaan di kamar, mereka tidak menyadari kalau ternyata Azi dan yang lain juga bisa melihat momen romantis itu.
“Wihhhh, gila. Gua gak nyangka, rencana gila lu bisa berakhir seperti ini.” puji Tristan sambil bertepuk tangan.
“Bentar, bentar! Kamu punya kamera CCTV di kamar itu?” tanya Rika. Aziz hanya tersenyum. “Apa jangan-jangan, semua kamar di rumah ini di pasang CCTV?” lanjutnya.
“Iya, dari kapan lu masang CCTV di kamar itu? Apa sebenarnya ini semua juga termaksud rencana lu?” tanya Tristan ikut-ikutan.
Aziz hanya tersenyum dan setelah itu malah bertanya balik, “Menurut lu?”
Tristan dan Rika hanya bisa memandang Aziz dengan heran dan kagum.
Tapi itu memang benar, ini semua juga termaksud rencananya. Ia tahu kalau Dinda takut dan tidak tahan dengan keadaan menegangkan seperti itu. Jadi ia akan pingsan saat berada di gedung tersebut.
“Hebat banget lu Ziz. Lu bisa sampe merencanakannya sedetail itu.” puji Tristan sambil menepuk tangan, tanda ia kagum dengan Aziz.
Yah, begitu lah akhirnya. Rencana Aziz sukses besar dan berhasil membuat Ahmad dan Dinda bersahabat seperti dulu lagi.
ns 15.158.61.6da2