Seminggu sejak kejadian itu, Salma belum juga kunjung bangun. Keadaan Salma pun tiap-tiap hari menjadi memburuk. Keluarga Salma pun sudah menyerah dan pasrah. Tapi walaupun begitu, setiap hari setelah pulang sekolah, Aziz selalu menyempatkan diri menemani Salma. Padahal ia sudah tahu keadaan dan situasi sekarang Salma sekarang seperti apa. Tapi ia tidak perduli. Aziz tetap percaya, kalau Salma akan bangun. Orang tua Aziz juga sudah mencoba untuk menghentikan Aziz. Tapi Aziz tetap kekeh untuk menemani Salma. Hari ini pun Aziz berencana untuk mengunjungi Salma. 308Please respect copyright.PENANAXnSQBbTT82
“Aza!” panggil Rika dan teman sekelasnya, Michelle.
Aziz yang tadi baru mau masuk mobil, menjadi berhenti dan menoleh ke belakang. “Oh, kalian. Ada apa?”
“Kamu mau gak ikut kita ke toko komik?” tanya Michelle.
“Enggak ah. Hari ini aku mau ke rumah sakit.” jawab Aziz.
“Kamu masih menghawatirkan Sil?” tanya Rika.
Sebenarnya Rika merasa agak cemburu karena akhir-akhir ini Aziz jadi jarang menghabiskan waktu bersamanya. Bahkan saat di sekolah pun ia terus-terus memikirkan Salma. Sampai tidak memiliki waktu untuk bermain bersama Rika.
“Tentu saja,” kata Aziz lalu mengambil sebuah komik dari dalam mobil. “Hari ini aku akan membacakan ini kepada Sil.” lanjutnya sambil menunjukannya ke mereka.
“Komik?” tanya Rika kebingungan. Aziz mengangguk.
“Bukannya Salma masih belum sadar?” tanya Michelle.
“Mungkin kalau aku membacakan komik kesukaannya, ia akan sadar.” jawab Aziz dengan polos.
“O-o-oh begitu.” kata Michelle yang agak bingung.
“Kalian mau ikut lagi?” tanya Aziz pada Rika dan Michelle.
“Bo-“
“Maaf kami tidak bisa. Hari ini kan kita les.” jawab Michelle, yang memotong pembicaraan Rika.
“Oh, yaudah,” kata Aziz lalu membuka pintu mobilnya. “Aku duluan yah. Dadah” lanjutnya sambil melambaikan tangannya dari dalam mobil.
“Dah…” jawab Michelle.
Mobil Aziz pun berkendara pergi dari sekolah dan menuju ke rumah sakit. Sementara Rika dan Michelle.
“Hah…”
“Ada apa?” tanya Michelle kepada Rika, yang tampak begitu sedih.
“Gak apa-apa. Ayo kita pulang.”
308Please respect copyright.PENANACUPKYCK5gN
Setelah Aziz sampai di dalam gedung rumah sakit, ia segera menuju kamar Salma.
Saat ia sampai di lorong menuju kamar Salma, Aziz melihat keluarga Salma di luar sambil menangis. Aziz yang tidak tahu apa yang terjadi, bertanya kenapa kakak Salma, Kak Alvan.
“Kak,” panggil Aziz. Kak Alvan yang tadi menutup mukanya sambil menangis, menengok ke arah Aziz.
“Ada apa ini?” tanya Aziz.
“Aziz?” tanya ummi Salma.
“Tante, ada apa ini? Kenapa semuanya menangis?”
“Sal-Salma meninggal,” jawab ummi Salma. Aziz terkejud, tidak tahu harus berkata apa. “Tadi sekitar jam 10 kondisi tubuhnya benar-benar melemah. Lalu ia di bawa ke UGD. Sam-sampe tadi jam 1 belum ada kabar. Dan-dan sekarang-“ Ummi Salma tidak sanggup melanjutkan penjelasnya. Aziz pun juga tak bisa berkata-kata. Ia sangat kecewa kepada dirinya sendiri kerena tidak bisa melakukan apa-apa. Sebulir air mata pun jatuh dari mata indah Aziz.
“Ma-maafkan sa-ya,” kata Aziz sambil berusaha menahan tangis. “Sa-saya tidak bisa me-melakukan ap-apun.”
Aziz tidak bisa lagi menahan tangisnya lagi. Air mata mulai membanjiri pipinya. Melihat itu, ummi Salma langsung spontan memeluknya.
"Ini bukan salah kamu, nak. Maafkan Tante. Gara-gara Tante gak bisa menjaga Salma, dia jadi berakhir seperti ini."
Tangisan Aziz makin deras. Tapi… hanya menangis tidak akan mengembalikan hal yang sudah hilang. Tak lama kemudian keluarga Rika, Pak Okta, Bu Auris, dan beberapa orang lain, datang untuk melihat keadaan keluarga. Malam itu menjadi malam terbaru bagi Aziz.
308Please respect copyright.PENANAUK5GN90EL0
Setelah kejadian itu, sifat Aziz berubah total. Ia bukan lagi anak yang ceria seperti dulu lagi. Ia sekarang menjadi anak yang pendiam. Tapi bukan hanya sifatnya saja yang berubah, tapi kedekatannya dengan teman-teman juga semakin lama semakin renggang, termasuk Rika. Bahkan hubungan dengan orang tuanya sendiri pun begitu. Setelah pulang sekolah ia langsung masuk ke kamarnya dan mengunci diri. Aziz hanya keluar saat ingin pergi ke kamar mandi atau lapar. Dan terus begitu sampai waktunya sekolah lagi.
“Aku sekolah untuk belajar bukan untuk hal lain.” Itulah yang selalu ia katakan sekarang. Entah sampai kapan sifatnya akan begini terus.
Keadaan pun bertambah buruk saat Rika dan keluarganya harus pindah ke Bali.
“Hahhhh…”
“Ada apa kak?” tanya Pak Ayip, ayah Rika, sambil meletakkan kotak-kotak berisi barang, ke dalam truck pengangkut.
“Pah,” panggil Rika lalu menghampiri ayahnya dan memeluknya. “Kita harus pindah?” Pak Ayip tersenyum dan balik memeluknya.
“Iyah. Kamu kan sudah tau. Pekerjaan ayah sekarang pindah ke Bali.” jawab Pak Ayib sambil mengelus-ngelus rambut Rika.
“Tapi kenapa kita juga harus ikut?” tanya Rika.
“Kakak gak seneng, nanti kita akan tinggal bareng kakek?” Rika tidak menjawab.
Tak lama kemudian, Aziz dan keluarganya datang. Bu Siti, ibu Rika menyambutnya dengan gembira.
“Permisi.” kata Pak Okta sambil berjalan menuju Pak Ayip dan Rika.
“Eh… bapak.” kata Pak Ayip lalu melepas pelukannya.
“Sini pak, biar saya bantu.” tawar Pak Okta lalu mengambil kotak dan meletakkannya di dalam truck.
"Eh, gak usah pak. Saya aja."
Sementara Pak Okta dan Pak Ayip sedang sibuk mengangkut barang-barang, Aziz menghampiri Rika, yang terlihat jelas, ia baru saja menangis.
"Sampai kapan kamu di Bali?" tanya Aziz kepada Rika.
"Entah lah." jawab Rika dengan muka sedih.
Lalu Aziz mengambil sesuatu dari dalam sakunya. "Ini." katanya sambil memberikan kotak kecil berwarna hijau.
"Apa ini?" tanya Rika sambil mengambil kotak kecil tersebut.
"Coba buka." pinta Aziz.
Tanpa berpikir panjang, Rika segera membuat kotak kecil tersebut. Ternyata isinya adalah sebuah gelang mutiara yang tergantung sebuah tulisan.
“Rizama?” tanya Rika sambil memperhatikan baik-baik gelang itu. “Apa maksudnya?”
“Singkatan dari Rika, Aza, Salma,” jawab Aziz lalu mengambil gelang kain berwarna hijau muda dengan tulisan yang sama, dari dalam sakunya. “Lihat! Aku juga punya.” lanjutnya sambil tersenyum manis.
“Aku sebenarnya punya satu lagi tapi…” senyuman manis Aziz seketika menghilang, setelah memikirkan Salma. Rika pun juga tidak bisa berkata-kata.
“Kak!” panggil adik laki-laki Rika, dari dalam mobil. Rika menoleh ke arah sumber suara. “Ayo… waktunya kita berangkat.”
“Putri,” panggil Bu Siti sambil berjalan menuju tempat Rika. “Ayo, saatnya ucapkan selamat tinggal ke Aziz.” tambahnya lalu mengelua-ngelus rambut Rika.
Tapi Rika tidak melakukannya.
“Baiklah, mamah kasih waktu 10 menit lagi. Jangan lama-lama yah.” kata Bu Siti lalu beranjak pergi.
“Rika?” Aziz ingin sekali memeluknya, tapi takut Rika akan keberaran. Tapi ternyata pikiran Aziz salah. Tanpa berpikir dua kali, Rika segera memeluk Aziz erat-erat.
“Se-selamat ti-nggal Aza,” kata Rika terisak-isak, karena menahan tangisannya.
“Ri-riika.” Aziz pun juga ikut memeluknya. Tapi ia tidak bisa menahan air matanya. Ia nangis terseduh-seduh dan begitu juga Rika. Akhirnya, setelah hampir 5 menit berpelukkan sambil menangis, mereka mulai bisa mengendalikan diri dan melepaskan pelukkan masing-masing.
“Ka-kamu janji yah, a-akan balik.” kata Aziz yang masih terisak-isak sambil mengeluarkan jari kelingking.
Rika segera menghapus air matanya dan saling mengaitkan jari kelingkingnya sambil mengikrarkan sebuah janji. “Aku janji.” katanya dengan penuh keyakinan.
“Put!” panggil kakak laki-laki Rika.
“Baik,” sahut Rika. “Aku pergi dulu yah.”
“Hem.. Hati-hati.”
Tak lama kemudian, Rika dan keluarganya mulai berkendara pergi.
“Dadah…” teriak Rika dari dalam mobil sambil mengeluarkan sebagian tubuhnya lewat jendela dan melambaikan tangannya. Aziz membalasnya sambil tersenyum.
Ia sangat sedih Rika harus pergi di saat-saat seperti ini. Karena tanpa Rika, Aziz sudah tidak memiliki sahabat lagi. Tapi Aziz masih optimis kalau hubungannya dengan Rika tidak akan hancur. Ia terus berusaha tetap menjalin persahabatannya dengan Rika. Ia mencoba mengirim surat setiap minggu, mengunjunginya setiap liburan panjang, dan berbagai cara-cara lain. Tapi lama-kelamaan sepertinya Rika mulai melupakan Aziz.
308Please respect copyright.PENANALEnSrq7zYh
Sudah setahun penuh, Rika tidak pernah membalas surat dari Aziz. Dan sudah tidak pernah ingin bertemuan dengannya lagi. Aziz merasa sangat sedih dan kecewa. Itu mengapa ia memutuskan untuk tidak mau lagi memiliki sahabat. Cukup sebatas teman atau kanal. Sebenarnya Aziz punya banyak teman. Tapi dirinya saja yang menjauh dari mereka. Ia takut jadi ia memiliki sahabat baru lagi, ia akan meninggalkanya, sama seperti Salma dan Rika.
308Please respect copyright.PENANA1WIQeWMsWV
308Please respect copyright.PENANAkpWYpZOuuk
308Please respect copyright.PENANAhEceuxYDCW