“Aduhhh, susah banget sih try out nya," keluh Ahmad sambil duduk di kursi di depan perpus, tempat biasa mereka makan siang.
Hari ini sekolah Aziz mengadakan try out. Try out itu di adakan pada hari sabtu. Jadi yang ada di sekolah hanya anak kelas 9 saja. Sebenarnya ini belum waktunya pulang. Tapi supaya tidak mengganggu, anak-anak yang sudah selesai di persilahkan untuk meninggalkan kelas, tapi tidak boleh pulang.
Saat Ahmad sedang bengong sambil memakan jajanan yang ia beli di kantin tadi, tiba-tiba Rika menghampirinya dan mengejudkannya dari belakang.
Rika menepuk pundak Ahmad. "Eh, Mad. Lu udah selesai try out nya?" tanyanya lalu duduk di sebelah Ahmad.
Ahmad terkejut dan langsung menoleh ke belakang. "Oh, ternyata lu. Udah, gua udah." jawabannya.
"Terus sekarang Aziz di mana?" tanya Rika, penasaran.
"Aziz masih belum selesai. Biasa lah, dia kan anak rajin."
"Siapa anak rajin?" tanya Aziz yang datang dan mengejukan Ahmad dan Rika.
"Astaga, gua kira siapa. Ternyata cuma lo, Ziz."
Aziz menarik kursi di depan Ahmad. "Jadi gimana, bisa lu try out nya?" tanya Aziz pada Ahmad.
"Bisa lah…" jawab Ahmad dengan penuh percaya diri.
"Masa sih? Orang keluarnya paling awal kok." ejek Aziz.
"Bukan berarti keluar paling awal gak bisa kan?"
"Iya-iya." kata Aziz mengalah.
"Ngomong-ngomong, kalian udah ngisi kertas yang senin kemarin di kasih?" tanya Rika.
"Itu yah, yang tujuan sekolah nya di mana?" tebak Ahmad.
"Iya. Gua udah. Kalian gimana?"
"Lu udah?" tanya Ahmad. Rika hanya mengangguk. "Yang ngisi lu atau orang tua lu?"
"1 orang tua gua, 2 sisanya gua yang menentukan. Aku sih maunya di SMA kakak ku aja. Biar gak pusing masuknya." jawab Rika.
"Maksudnya apa, gak pusing?" tanya Ahmad.
"SMA kakak gua kan bukan SMA yang favorit. Terkesan biasa-biasa aja. Dan banyak yang lebih bagus daripada itu. Jadi pasti kan nilai masuk nya gak terlalu gede."
"Oh, yah?" tanya Ahmad.
"Iya. Kakak ku aja yang gak pintar itu, bisa masuk. Jadi pastinya gua juga bisa masuk."
"Tapi bukan berarti lu bisa santai yah." nasehat Ahmad, layaknya orang tua.
"Iya-iya, gua tau kok. Kalo lu?" tanya Rika pada Ahmad.
"Gua udah sih. Tapi yang ngisi orang tua gua semua." jawab Ahmad dengan nada agak kesal. "Harus di sini lah, harus di sana lah. Mana pilihannya yang tinggi-tinggi, yang favorit semua. Gua kan, gak pinter-pinter amet." lanjutnya, kecewa.
"Kalo kamu Aziz?" tanya Rika pada Aziz yang dari tadi hanya terdiam.
"Belum. Orang tua gua kan lagi gak ada. Jadi gua juga agak bingung harus milih sekolahan yang mana." jawab Aziz.
"Cepatan di isi. Hari senin kan harus di kumpulin." kata Rika mengigatkan.
"Iya, makasih. Tapi gua masih nunguin orang tua gua pulang."
"Mau sampe kapan nunggu nya?" tanya Ahmad.
"Katanya sih, kalo gak ada halangan, mereka akan pulang. Tapi yah… kalo mereka belum pulang juga, gua yang isi sendiri." lanjutnya.
"Tapi kalo kamu mau sekolah nya di mana?" tanya Rika pada Aziz.
"Emmm, di mana saja sih… gagak papa. Karena aku gak terlalu mikirin mau SMA di mana. Yang penting kuliahnya nanti di UI."
"UI?" tanya Ahmad tidak percaya. "Elu yang mau, atau orang tua lu yang milih?"
"Kalau itu, gua sendiri yang milih. Karena kata bapak gua, aku harus melanjutkan perusahaan nya nanti. Dan UI adalah salah satu pilihan universitas yang di kasih sama orang tua gua." jelas Aziz.
"Wow, mikir nya udah sampe sana yah." canda Ahmad.
"Tapi di sini-sini aja kan?" tanya Rika khawatir.
"Iyah tenang aja kok," kata Aziz sambil tersenyum kepada Rika. Dan seketika ide muncul dari otak nya. "Atau mungkin aku bisa se SMA dengan mu nanti.
Mendengar itu, mata Rika langsung berbinar-binar. "Boleh-boleh."
"Jangan Ziz." larang Ahmad.
"Lah, napa emang?" tanya Aziz.
"Lu kan anak pinter, sayang kalo cuma sekolah ke SMA yang biasa-biasa aja. Mending yang favorit aja." usul Ahmad.
"Gak mau ah. Kalo sekolah di SMA yang favorite pasti tekanannya lebih banyak. Gua harus belajar lebih giat. Kalo enggak, akan ketinggalan sama yang lain."
"Sebenarnya otak lu itu encer. Tapi lu males nya keterlaluan." ejek Ahmad.
"Bodo," Aziz bangkit dan memutuskan untuk kembali ke kelasnya. "Udah, ah, gua mau balik dulu. Sebentar lagi udah mau bel pulang." lanjutnya lalu pergi tanpa mengajak yang lain.
"Dasar, balik gak ngajak-ngajak, " keluh Ahmad sambil bangki dari kursinya. "Ayo Putri, kita juga balik ke kelas." lanjutnya. Ahmad dan Rika pun kembali ke kelas mereka masing-masing dan beberapa saat kemudian, bel pulang berbunyi. Semua siswa balik ke rumahnya masing-masing.
ns 15.158.61.6da2