Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Mama tidak berani lebih cepat lagi karena tangan kirinya bergantian memegang tongkat persneling dan kontolku.
Aku tersenyum-senyum kecil melihat Mama yang kadang keliru mau mengganti persneling, tapi malah memegang kontolku. Kadang juga ia mau mengocok kontolku, tapi malah mengocok tongkat persneling.
"Kok lama banget ini keluarnya?" komentar Mama.
"Aku butuh rangsangan," kataku. Kuraih bagian bawah rok panjang Mama, lalu kutarik sampai ke atas. Badan Mama bergerak-gerak pelan saat tanganku mengelus pahanya.
"Aduh, jangan bikin Mama geli," keluhnya sambil berkonsentrasi melihat jalan.
Tanganku bergerak menelusuri selangkangannya. Kusentuh sempak Mama. Rupanya ia memakai sempak yang kami beli di pasar.
“Gimana bahannya? Nyaman ‘kan?” kataku sambil menyelipkan jari ke pinggiran sempaknya. Mama menggerak-gerakan pantatnya saat jariku menyentuh bibir memeknya.
“Jangan bikin Mama geli!” seru Mama. “Mama jadi susah konsentrasi nih.”
“Mama harus belajar menahan geli,” kataku. Jariku bergerak masuk ke dalam memeknya yang hangat. Telapak tanganku agak geli karena bergesekan dengan bulu-bulu jembut Mama yang tumbuh kecil-kecil.
“Sejak kapan kamu merencanakan ini ke Mama?” tanya Mama.
“Baru beberapa hari yang lalu,” kataku sambil terus menggesek memeknya.
“Mama gak nyangka sudah melahirkan anak durhaka,” kata Mama.
“Aku gak peduli Ma. Salah Mama kenapa sering berpakaian seksi di rumah. Mama tahu sendiri kalau cowok mana pun pasti suka melihat cewek seksi.”
“Tapi aku ibumu. Harusnya kamu gak nafsu sama ibumu sendiri,” Mama mulai menangis lagi.
“Tetep aja nafsu karena Mama cantik dan semok,” jawabku. “Lain cerita kalau Mama udah terlalu tua, aku pasti gak nafsu sama Mama.”
Mama menggigit bibirnya saat jariku semakin cepat mengocok memeknya. Tangannya pun semakin cepat mengocok kontolku. Mobil sempat berbelok mendadak dan hampir menabrak pagar rumah, tapi Mama berhasil membawanya ke jalur yang tepat.
“Oooh Mama!” Aku berseru kegirangan saat kontolku memuncratkan pejuh. Saking banyaknya pejuh yang keluar, sampai-sampai berceceran di celana dan di tangan kiri Mama.
Di saat yang hampir bersamaan, memek Mama juga semakin basah. Mama tersentak kaget saat kumasukkan keempat jariku ke memeknya.
“Ke-kebanyakan jari yang masuk!” Mama meringis. Entah meringis kesakitan atau meringis doyan.
Detik kemudian, ada cairan kental yang merembes dari memek Mama dan melewati jari-jari tanganku. Kucabut tanganku dari memek Mama, lalu kutunjukkan ke Mama.
“Tuh Mama sampai becek gini. Berarti Mama senang juga,” kataku.
Mama diam saja. Wajahnya terlihat kesal, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Kami tiba di sekolah ketika matahari sudah naik. Beberapa siswa berlarian masuk ke gerbang sekolah karena takut telat. Pintu gerbang ditutup tepat ketika mobil kami masuk ke lapangan parkir.
Pak Paijo yang baru saja menutup pintu gerbang, menatap kami dengan keheranan.
“Tumben telat Bu,” ujarnya ramah.
“Lagi ada urusan,” jawab Mama ketus. Ia langsung melangkah cepat-cepat menuju kantor. Pak Paijo menggaruk-garuk kepalanya yang beruban. Mungkin dia bertanya-tanya dengan perubahan sikap Mama yang biasanya ramah.
Mama masuk ke kantor. Ia kaget saat menyadari aku mengikutinya.
“Kamu ngapain ikutin Mama? Ini sudah mau jam masuk sekolah,” kata Mama.
“Gak apa-apa sesekali bolos,” kataku sambil duduk di sofa. “Aku mau lihat Mama bekerja.”
Mama membanting berkas-berkasnya ke meja. Ia duduk sambil menyalakan komputer. Kursi kerjanya berdenyit saat diduduki.
“Jangan ganggu Mama kerja,” kata Mama. Tangannya mulai mengetik atas keyboard.
“Ah tadi Mama juga bilang begitu, tapi Mama becek juga,” kataku. “Kapan terakhir kali Papa ngentot Mama?”
“Pertanyaan macam apa itu!”
“Ayo jawab Ma. Kapan terakhir kali Papa ngentot Mama?”
“Sekitar dua tahun yang lalu,” jawab Mama. “Gimana? Puas kamu?”
“Oh pantesan Mama menikmati waktu memeknya kukocok,” kataku. “Jauh di lubuk hati Mama pasti kangen dikentot.”
Aku bangkit dari sofa, lalu mendekati Mama. Mama menatapku ketakutan.
“Udah Mama bilang jangan ganggu Mama atau Mama teriak minta tolong.”
“Silakan teriak Ma,” kataku. “Terus kalau ada yang datang, Mama mau ngomong apa? Ngomong mau diperkosa anak sendiri?”
Melihat wajah Mama yang ketakutan membuat kontolku mengeras lagi. Kubuka ritsleting celanaku. Kontolku langsung menyembul keluar dari dalam celana.
Mama terbelalak melihat kontolku. “Masih berdiri?”
“Cuma memikirkan Mama saja sudah bikin kontolku berdiri,” kataku sambil mengocok kontol. “Gak tahu deh sudah berapa banyak pejuh yang keluar cuma karena memikirkan Mama.”
Kepala kontolku menempel ke pipi Mama. Kuayunkan kontolku sampai menampar-nampar pipinya. Mama berusaha mengelak, tapi aku pegang pundaknya biar dia tidak bisa bergerak.
“Mama sudah ngisep kontolmu. Mama sudah ngocokin kontolmu. Apalagi yang kamu mau?”
“Memek Mama,” jawabku singkat.
Wajahnya memucat. “Sudah cukup Nak. Mama gak bisa ngasih permintaan yang aneh-aneh.”
“Jadi Mama lebih suka foto Mama menyebar? Baiklah,” kataku sambil memasukkan kontolku ke celana. “Besok Mama bakal lihat foto Mama menempel di pintu kantor Mama.”
“Jangan!” pekik Mama.
“Jadi gimana?” Aku tersenyum. “Mama gak ada pilihan buat nolak. Foto itu aman selama Mama nurut. Simple ‘kan?”
Mama menunduk. “Oke, kamu boleh ngentot Mama,” ujarnya pelan.
“Jadilah ibu yang baik ke anaknya,” kataku sambil mengelus kepala Mama yang tertutup jilbab. “Sekarang buka baju Mama.”
Mama melepas kancing seragamnya. Kedua teteknya yang terbungkus beha bergelayut keluar.
“Mama gak butuh ini.” Kuambil gunting di atas meja, lalu kupotong bagian tengah beha Mama. Beha itu putus dan memperlihatkan kedua tetek telanjang Mama. “Tetek Mama jauh lebih indah kalau gak ditutup apa-apa.”
Kutarik beha yang sudah putus itu, lalu kulempar ke tong sampah di sebelah meja Mama. Mama cuma bisa melihat beha itu bercampur dengan sampah lain.
“Ini juga lepas,” kataku sambil menarik kemeja Mama. Kali ini Mama tidak banyak bertanya. Ia langsung melepas kemejanya.
“Aku mau Mama kocokin kontolku pakai tetek Mama,” kataku. Batang kontolku kugesek-gesek di belahan teteknya biar dia mengerti.
Kedua tangan Mama menekan teteknya sampai kontolku terjepit di belahannya. Sepertinya ia sudah mengerti apa yang aku mau.
“Nah, kalau nurut gitu ‘kan enak,” kataku.
Kugesek kontolku yang terjepit di belahan teteknya. Sebelumnya aku cuma bisa membayangkan bagaimana rasanya kalau kontolku dikocok pakai belahan tetek seperti di film-film bokep, sekarang aku bisa merasakannya langsung!
Tetek Mama yang agak berkeringat bikin kontolku bergerak naik turun dengan lancar. Rasanya seperti mengocok kontol pakai sabun, cuma ini lebih sempit daripada pakai tangan sendiri.
Semakin cepat kontolku menggesek tetek Mama, semakin besar dan panjang pula ukurannya. Kepala kontolku sampai membentur dagu Mama.
“Aku mau keluar,” kataku. “Jepit lagi yang kenceng!”
Mama menekan teteknya kuat-kuat sampai celah di belahan teteknya menyempit. Kontolku jadi susah bergerak, tapi justru membuatnya semakin keras.
"Ugh Mama!"
Kontolku memuncratkan pejuh kencang sekali sampai-sampai mengenai dagu, leher, dan tetek Mama.
Mama mengambil tisu di meja, lalu membersihkan ceceran pejuh di lehernya. Selagi dia bersih-bersih, aku memijat kontolku untuk mengeluarkan sisa-sisa pejuh.
"Sudah ya," kata Mama. Ia hendak mengambil kemejanya, tapi aku keburu mencegahnya.
"Belum Ma. Itu baru pemanasan," kataku.
Mama melotot. "Tapi kamu udah keluar banyak sekali."
"Kontolku masih tegang nih," kataku sambil menunjuk ke kontolku yang belum loyo.
"Gila kamu!" seru Mama.
"Sekarang ayo nungging," perintahku.
Mama membalikkan badan. Ia berpegangan di pinggir meja, sedangkan pantatnya dinaikkan.
Kutarik rok panjangnya sampai terlepas, begitu pula dengan sempaknya. Pantat Mama berkilauan di depanku.
Kulumasi batang kontolku dengan sisa-sisa pejuh yang masih berlumuran di kepala kontol. Pantat Mama kupegang, lalu kuarahkah kontolku ke memeknya.
"Siap ya," kataku memberi ancang-ancang.
"Aduh!" jerit Mama saat kontolku menancap di memeknya. Aku menghela napas penuh kemenangan. Akhirnya aku berhasil menguasai memek Mama!
Berbeda dengan memek Romlah, memek Mama ternyata lebih longgar. Tapi memek Mama lebih berdenyut sehingga kontolku seperti dipijat.
Sambil memompa Mama, pantatnya kutampar sampai suaranya menggema di seluruh ruangan. Mama menjerit kesakitan setiap kali kutampar. Pantat Mama yang tadinya kecokelatan kini memerah.
Denyutan di memek Mama tambah mengeras, begitu pula kontolku. Aku tahu sebentar lagi kami akan orgasme berbarengan.
"Aku crot di dalam ya," kataku.
"Eh jangan! Jangan Nak!" seru Mama. Ia berusaha membalikkan badan, tapi pundaknya langsung kutahan.
"Terlambat Ma," kataku.
Kontolku menyemprot pejuh banyak sekali. Memeknya tambah menyedot seolah menerima benih yang dikirimkan.
"Mama sudah jadi punyaku seutuhnya," kataku sambil mengusap-usap punggungnya.
"Kejam sekali kamu ke ibumu sendiri," isak Mama. "Kalau Mama hamil gimana?"
"Mama tinggal ngentot sama Papa, terus bilang kalau itu anak Papa," kataku.
Memek Mama masih menyedot ketika aku mencabut kontolku dari memeknya. Kutepuk-tepuk pantatnya dengan sayang.
Smartphone Mama berbunyi. Mama membaca pesan di layarnya.
"Mama harus ke UKS. Kata Bu Fatimah, peralatan UKS sudah sampai, jadi Mama harus ngecek."
Ia menaikkan roknya dan memakai kemejanya kembali. Aku juga memakai celanaku.
"Ah aku ada ide!" kataku.
Wajah Mama kembali ketakutan.
"Mama mau istirahat dulu. Mama udah capek," keluhnya.
Aku tersenyum. "Tenang, kita gak ngentot lagi kok."
Mama menghela napas lega.
"Turunin rok Mama sampai setengah pantat," perintahku.
"Tapi Mama mau ketemu Bu Siti," ujar Mama pelan.
"Udah turunin aja. Mama kok rewel bener?"
Mama menurutiku. Ia menurunkan roknya sampai sebagian pantatnya kelihatan.
"Sempaknya juga," perintahku lagi.
"Tapi memek Mama kelihatan dong?"
"Memang itu tujuannya. Ayo cepet turunin."
Mama menurunkan sempaknya. Kini memeknya juga terlihat sebagian.
Aku mengacungkan jempol. "Bagus. Nanti Mama ke UKS begitu ya."
Mama tertegun. "Tapi Mama harus jalan ke UKS. Kalau dilihat orang-orang gimana?"
"Sekarang masih sepi karena udah masuk jam belajar. Selama Mama hati-hati, Mama gak bakal ketemu orang lain deh," kataku. "Oh iya, aku juga ikut Mama. Awas aja kalau Mama naikin rok."
Mata Mama sembab saat kudorong ia ke lorong sekolah.
ns 15.158.61.21da2