Sekitar satu jam kemudian, pintu UKS terbuka. Bu Ramadhan keluar bersama Mama. Rok Mama sudah dipasang di tempat yang benar. Mereka masih membicarakan soal peralatan UKS.
"Loh anaknya kok nunggu di sini? Gak ikut belajar?" tanya Bu Ramadhan saat melihatku.
"Dia lagi gak enak badan, jadi saya suruh istirahat dulu," jawab Mama.
"UKS bisa dipakai kalau mau rebahan di dalam," ujar Bu Ramadhan. Ia menempelkan tangannya ke keningku. "Gak panas kok. Kamu udah merasa enakan?"
"Alhamdulilah udah Bu," jawabku. "Tadi agak demam dikit, jadi aku minta izin buat istirahat. Kebetulan ketemu Mama, jadi kami barengan ke sini."
"Semoga cepat sembuh. Saya mau ke kantor dulu," ujar Bu Ramadhan. Ia pergi meninggalkan aku dan Mama.
Mama bersandar ke dinding. "Astagfirulloh. Badan Mama lemes banget."
Kutampar pipi Mama.
"Mama itu gimana sih? Udah aku bilang memeknya jangan ditutup!" bentakku.
Mama memegang pipinya. "Maaf, abisnya Mama bingung harus berbuat apa."
Kutarik Mama ke ruang UKS. Pintunya kututup, lalu kugerendel. Di dalam cuma ada satu ruangan yang diisi dua ranjang dan meja-meja yang dipenuhi obat-obatan. Mama kudorong sampai terjatuh di salah satu ranjang.
"Mau apa kamu Nak?"
"Mau ngentot Mama lagi," kataku sambil melonggarkan ikat pinggang. Kontolku sudah tegak kembali, siap menyerang wanita yang pernah melahirkanku.
"Lagi? Bukannya kamu sudah banyak keluar tadi?"
"Sudah kubilang kalau membayangkan Mama saja sudah bikin aku sange," kataku.
Ikat pinggang Mama kulonggarkan, kemudian rok dan sempaknya kulepas. Kedua pahanya kulebarkan. Memeknya itu merekah mengikuti pahanya.
Kuludahi memek Mama, lalu aku oles biar rata. Tangan kiriku mengocok kontol supaya lebih keras, sementara tangan kananku menahan pahanya.
"Ough!" jerit Mama ketika kontolku menusuk memeknya.
"Tahan suara Mama," kataku.
Kontolku bergerak semakin dalam ke memeknya yang licin dan hangat. Bulu-bulu jembutnya yang kecil menggelitik batang kontolku.
Ranjang UKS berdenyit nyaring saat aku memompa memek Mama.
"Mama harus beli ranjang yang kualitasnya bagus," kataku sambil terus memompa memek Mama. "Bayangin kalau ranjang ini patah saat ada murid yang tidur di atasnya. Nama Mama bakal jelek."
"Ah! Ah! Ah!" Erangan Mama seirama dengan denyitan ranjang. Cairan memeknya melumasi kontolku.
"Mama becek lagi. Jujur aja deh, Ma sebenernya menikmati juga 'kan?"
Di UKS tidak ada AC sehingga aku dan Mama cepat berkeringat. Keringat Mama merembes di seprai UKS yang putih.
Memek Mama berdenyut. Aku tahu sebentar lagi ia akan orgasme, jadi kutekan kontolku dalam-dalam ke memeknya.
Kedua tangan Mama mencengkeram punggungku kuat-kuat. Matanya terpejam. Mulutnya terbuka lebar. Aku semakin cepat memompa memeknya.
"Aaaaaaah!" jerit Mama.
Pejuh menyembur dari kontolku. Kedua kaki Mama menjepit pinggangku. Aku tahu ia juga orgasme.
Kucabut kontolku yang masih menyemburkan pejuh dari dalam memeknya. Pejuhku berceceran di udel Mama.
Mama terengah-engah dengan mulut terbuka. Kucium bibirnya. Lidahku terjulur, berusaha masuk ke mulutnya. Ia memalingkan muka, tapi aku langsung memegang kepalanya agar tetap menghadap ke wajahku. Lidahku akhirnya bisa menembus mulutnya. Lidah kami pun saling bertautan.
Kami berciuman sampai lonceng pergantian mata pelajaran berbunyi. Kupandang Mama yang kelelahan. Napasnya sudah lebih tenang.
"Gila kamu," ujar Mama. Ia mengelap keringat di keningnya dengan tangan.
"Ini belum selesai," kataku. "Nungging dong."
"Kamu mau apa?" Mama memandangku cemas.
"Nungging!" bentakku.
Mama membalikkan badannya. Pantatnya dinaikkan.
"Begini?"
"Buka pantat Mama."
Ia melebarkan belahan pantatny dengan tangan. Anus Mama yang kecokelatan merekah sampai rongganya terlihat.
"Ih geli!" pekik Mama ketika anusnya kujilat. Anusnya basah oleh air liurku.
"Buka lebih lebar lagi kalau Mama gak masu sakit," kataku.
"Kamu mau apa?"
"Udah nurut aja."
Mama membuka belahan pantatnya lebih lebar lagi. Anusnya semakin merekah.
Kubimbing kontolku ke anus Mama. Ia memekik tertahan saat kepala kontolku yang besar masuk ke anusnya.
Anus Mama jauh lebih sempit dibanding memeknya. Aku harus menekan kontolku lebih kuat, itu pun cuma masuk sampai setengah saja.
"Pelan-pelan, nanti lecet," kata Mama sambil meringis kesakitan. Wajahnya basah oleh air mata.
Kontolku kesulitan bergerak, jadi aku cuma bisa menggeseknya pelan-pelan. Anus Mama ternyata juga berdenyut seperti memeknya, tapi itu malah bikin anusnya tambah sempit. Kontolku seperti diikat ratusan karet gelang.
"Papa pasti gak pernah pakai pantat Mama," kataku sambil terus berusaha memompa anus Mama.
"Aduh! Aduh!" Mama mengerang setiap kali aku bergerak. Pantatnya bergetar hebat.
Detik kemudian pejuh menyembur dari kontolku. Anus Mama yang sempit justru bikin kontolku cepat orgasme. Sebagian pejuh meluber keluar dari anus Mama ketika aku mengeluarkan kontolku.
Kontolku menjuntai lemas. Kali ini aku benar-benar kelelahan karena sudah orgasme berulang kali dalam waktu singkat.
Kukenakan celanaku kembali. Mama juga memakai roknya. Kemeja Mama yang tadi rapi, kini kusut. Seprai yang kami duduki juga kusut dan dipenuhi bekas keringat.
"Mama hebat bener hari ini," kataku tulus. "Baru hari pertama aja sudah berani pamer memek."
"Kapan ini berakhir Nak? Mama gak kuat kalau nanggung ini kelamaan," ujar Mama.
"Mama pasti kuat kok. Buktinya Mama aja kuat bawa tetek segede ini ke mana-mana, pasti Mama kuat nanggung ini," kataku sambil meremas teteknya.
"Mama harus segera ke kantor. Banyak kerjaan," kata Mama sambil bangkit dari ranjang. "Aduh, badan Mama lemes banget. Mau tiduran saja rasanya."
Kubiarkan Mama pergi ke kantor sendirian. Aku terlalu capek untuk memberinya perintah lagi.
Bu Anna yang seharusnya mengajar Sosiologi di jam kedua di kelasku, ternyata belum masuk. Aku bisa menyelinap masuk ke kelas tanpa kena marah.
"Dari mana aja kamu? Kirain gak masuk," kata Indra yang duduk di sebelahku. Ia menatapku heran. "Pucat bener. Lagi sakit?"
"Nggak, lagi capek aja," kataku. Kubuka kancing kemeja atasku supaya sejuk.
"Tadi kayaknya aku lihat kamu dan ibumu lewat," kata Indra. "Ibumu jalannya cepet bener kayak ngejar maling."
Dari tempat duduk kami memang bisa melihat teras sekolah lewat jendela. Tapi dia tidak bisa melihat bagian bawah tubuh Mama.
"Dia lagi ada urusan tadi. Entah urusan apa. Aku cuma ngikut aja di belakang," kataku.
"Oh ya, kemarin aku lihat kamu lagi naik motor ke jalur menuju desa sebelah. Jangan bilang kamu mau lihat Romlah beraksi," kata Indra.
"Cuma mau ke rumah sodara aja," kataku. Aku tertawa dalam hati. Dia belum tahu kalau aku sudah melakukan hal yang lebih baik daripada sekadar melihat Romlah.
Kami terus mengobrol sampai Bu Anna masuk ke kelas. Di sepanjang pelajaran, aku sulit konsentrasi karena terus-terusan membayangkan Mama.
Memikirkannya saja sudah membuat kontolku berdenyut lagi.
ns 15.158.61.23da2