"Masih dong Bude," jawab Sarudin malu-malu. "Pengen lepas perjaka, tapi nanti aja deh kalau udah nikah."
"Kamu udah pernah coli?"
Sarudin mengangguk malu-malu. "Sudah dari aku SD dulu. Lihat majalah bokep punya temen. Dulu juga sempet nonton film bokep di rumah temen."
"Cewek kayak apa yang kamu bayangin waktu coli?"
"Yang teteknya gede kayak tetek Bude." Sarudin terdiam sebentar. "Pantatnya gede juga kayak pantat Bude."
"Kamu pernah bayangin Bude buat coli?"
"Pe-pernah." Anak itu semakin menunduk karena malu. "Tapi Bude jangan marah ya."
"Nggak. Bude sama sekali gak marah. Bude malah senang berarti ada yang doyan sama Bude."
Mereka terdiam sebentar.
"Yakin gak mau lepas perjaka sekarang?" Mama menempelkan badannya ke Sarudin.
"Mau lepas perjaka sama siapa?"
"Biar Bude bantuin kamu lepas perjaka." Mama mengusap-usap perut Sarudin.
"Ini beneran boleh?" Sarudin mengerjap-ngerjapkan mata tanda tidak percaya.
Mama mengangguk. "Kamu udah lihat tetek dan memek Bude. Bude juga udah lihat kontolmu. Kenapa gak sekalian aja?"
"Kalau gitu Bude harus bantuin aku soalnya aku gak tahu apa-apa soal beginian."
"Gampang. Tinggal masukin ini ke sini." Mama meraih kontol Sarudin, lalu mendekatkannya ke memek.
"Tunggu sebentar." Sarudin mengamati sekelilingnya. "Di sini cuma kita berdua 'kan?"a
Mama mengangguk. "Memangnya kamu pikir ada siapa?"
"Kok kayaknya ada yang ngintip."
Mama menciumi leher Sarudin. "Udah gak usah khawatir. Yuk Bude bantuin kamu lepas perjaka."
Mama terlentang di sofa panjang. Kedua kakinya mengangkang. Sarudin tertegun melihat memek Mama yang menganga.
"Pelan-pelan masukin kontolmu ke sini." Mama membuka memeknya lebih lebar dengan kedua tangannya.
Sarudin mengocok kontolnya supaya mengeras. "Aku masukin ya."
Anak itu merebahkan dirinya ke atas Mama. Kontolnya langsung menancap ke dalam memek Mama. Gerakan itu pasti menyakitkan kalau saja kontolnya lebih besar, tapi kontolnya masih dalam masa pertumbuhan sehingga Mama cuma tersentak pelan saja.
"Gimana rasanya?" tanya Mama.
"Hangat dan basah."
"Bagus. Kamu jadi laki-laki dewasa sekarang."
Sarudin menjilati leher Mama, lalu naik ke bibir Mama. Mereka berciuman. Meski dari kejauhan, aku bisa melihat kalau bibir mereka saling bertautan.
Bagi sebagian orang, melihat ibu mereka diciumi orang lain bisa bikin mereka cemburu. Namun, aku sama sekali tidak merasa cemburu. Satu-satunya yang kurasakan adalah nafsuku semakin membara!
"Pinggangmu digerakkin maju mundur kayak lagi mompa," ujar Mama.
Sarudin menggerakkan pinggangnya. Gerakannya kaku dan patah-patah.
"Susah juga," keluh Sarudin.
"Gak apa-apa. Lama-lama nanti terbiasa," sahut Mama. Ia mengangkang selebar mungkin supaya anak itu mudah menyetubuhinya.
Benar saja. Beberapa menit kemudian, Sarudin mulai mengerti irama gerakannya. Pelan tapi pasti, gerakan pinggangnya semakin cepat. Aku bisa mendengar suara basah kontolnya yang menggesek bibir memek Mama.
"Enak?" tanya Mama.
"Enak banget Bude!" seru anak itu.
Keduanya saling berpelukan erat dan tubuh keduanya berkilauan karena keringat.
"Bu-Bude, aku mau crot!" seru Sarudin. "Aku cabut deh."
"Jangan! Biarin aja crot di dalam!"
"Tapi nanti Bude hamil!"
"Udah deh kamu gak usah pusingin itu."
Otot-otot badan anak itu mengeras. Pinggangnya menekan pinggul Mama dalam-dalam.
"Ough! Aku crot!"
Usai berseru begitu, ia langsung ambruk di pelukan Mama.
"Badanku lemes banget," ujarnya.
Mama mengelus rambut anak itu. "Itu wajar. Nanti juga pulih sendiri."
Sarudin mencabut kontolnya dari memek Mama. Ia terduduk lemas sambil mengipas-ngipas badan.
Mama duduk di sebelah Sarudin sambil membersihkan ceceran pejuh di pahanya dengan tisu di meja. "Inget ya, jangan bilang ke siapa-siapa."
"Pastinya dong. Bisa diusir dari rumah kalau Bapak dan Ibu tahu," kata Sarudin. Matanya menerawang ke langit-langit. Tampaknya ia masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja terjadi.
"Kamu gak dicari orang rumah 'kan?"
Sarudin menepuk jidat. "Aduh! Aku juga harus beli bumbu-bumbu. Pasti Ibu ngamuk nih!"
Ia buru-buru mengambil celananya yang tergeletak di lantai.
"Bersihin dulu pejuh di kontolmu," kata Mama. Ia mengambil selembar tisu, lalu membersihkan pejuh yang masih menempel di kontol Sarudin.
Sebelum pergi, Sarudin sempat berkata. "Bude, jujur aja aku gak tahu apa yang terjadi. Tapi makasih udah izinin aku buat nyicipin memek Bude."
Ia naik ke sepeda motor, lalu melesat pergi. Mama menutup pintu. Badannya masih berkeringat.
"Dia sudah pergi," ujar Mama.
Aku keluar dari tempat persembunyianku. Semua adegan Mama dan Sarudin sudah terekam di smartphone, sekarang smartphone-ku berdenting minta diisi listrik.
"Gimana rasanya ngentot saudara sendiri?" Kueelus rambut Mama yang sedikit berantakan.
Mama menatapku tajam. "Habis ini apalagi yang kamu mau?"
"Pertanyaan bagus karena aku sudah punya ide buat tugas Mama nanti." Kuraih dagu Mama. "Sekarang Mama siap-siap ke rumah Sarudin."
ns 15.158.61.8da2