Tubuhku seolah membeku.
Kedua laki-laki itu melihat sekeliling dengan waspada.
“Coba periksa,” ujar Tarji.
Rusman menatap bingung. “Kenapa harus aku?”
“Karena aku lebih tua dari kau. Ayo periksa.”
Rusman berdiri dengan wajah kesal. Ia menaikkan celananya, lalu pergi.
Aku buru-buru kembali bersembunyi di tempat semula. Rusman pergi ke arah berlawanan. Tampaknya mereka belum yakin dengan sumber suaranya.
Tarji bersiul-siul sambil merokok. Kontolnya menjuntai lemas. Kaki kanannya menginjak perut Mama supaya Mama tidak bisa kabur.
Mama belum bergerak dari posisinya. Kedua matanya melotot dan napasnya tersenggal-senggal. Aku bisa membayangkan ketakutan yang dirasakannya.
Tak lama kemudian, terdengar suara marah-marah di kejauhan. Semak-semak tersibak, tanda ada orang yang berjalan terburu-buru.
Rupanya Rusman, tapi ia tidak datang sendirian. Kedua tangannya memegang pundak seorang remaja laki-laki yang tadi melayani Mama di warung sop kambing.
Rusman mendorong remaja ke depan Tarji.
“Kau mengintip kami?” tanya Tarji.
“I-iya Bang,” jawab remaja itu tergagap.
“Siapa nama kamu?” tanya Rusman.
“Ja-Janu.”
“Yang jelas!”
“Janu!” seru remaja laki-laki itu.
Tarji mengangguk. “Berapa umurmu?”
“Dua puluh,” jawab Janu.
“Ibu ini kayaknya dari warung kamu. Kamu kenal ibu ini?” tanya Tarji.
Janu menatap wajah Mama yang kini tidak mengenakan masker. “Dia pelanggan warung, tapi aku gak tahu namanya.”
Kening Rusman mengernyit. “Apa dia sering telanjang begini?”
Janu menggeleng. “Nggak pernah. Baru kali ini dia begini. Aku juga kaget.”
Tarji menatap Mama. “Kayaknya dia baru-baru ini gila.”
“Kau sudah pernah ngentot?” tanya Tarji lagi.
Janu menggeleng. “Belum Bang.”
“Kalau gitu ini kesempatanmu buat ngentot,” kata Tarji.
“Tapi tadi giliranku ngentot,” protes Rusman.
“Udah deh, ngalah aja dulu. Kita bantu Janu melepas perjaka,” jawab Tarji santai. Ia menepuk pundak Janu. “Nah Janu, Keluarin kontolmu di depan ibu ini. Kamu pasti sange ‘kan saat melihat ibu ini tadi?”
Janu menatap Mama, lalu mengangguk. “Dia boleh kukentot Bang?”
Tarji mengangguk. “Silakan saja. Tapi jangan bilang siapa-siapa.”
Janu membuka baju dan celananya. Kontolnya sudah berdiri tegak menantang langit.
Mama meronta-ronta pelan saat Janu mencium-cium lehernya. Sekarang kesempatannya untuk melarikan diri semakin kecil karena lawannya bertambah satu orang.
“Kamu bawa hape?” tanya Tarji ke Rusman.
“Baterai hapeku habis di pemancingan tadi,” jawab Rusman.
“Wah sayang sekali. Padahal aku mau merekam ini,” kata Tarji kecewa.
Ciuman Janu bergerak turun sampai ke tetek Mama. Ia menghisap pentil Mama, sementara tangan kirinya meremas-remas tetek satunya. Aku bisa mendengar napasnya yang memburu.
Jari tangan Janu bergerak memelintir pentil Mama. Mama menjerit kesakitan. Jeritan itu tidak menghentikan kebuasan remaja itu, justru ia malah menarik pentil Mama sampai memanjang.
“Awas pentilnya putus,” ejek Rusman. “Dasar perjaka.”
Ciuman Janu semakin bergerak turun dan kini mendekati perut Mama. Ia menjilat udel Mama. Badan Mama bergerak-gerak. Mungkin Mama kegelian.
“Cepetan woy! Aku juga mau,” seru Rusman.
Janu menegakkan badan. Ia mengocok kontolnya supaya semakin keras, lalu mengarahkannya ke memek Mama.
Mama mengerang pelan saat kontol Janu menerobos masuk ke memeknya. Badannya berguncang saat pinggang Janu bergerak maju mundur.
“Sudah lepas perjaka deh,” ujar Tarji. Ia menonton sambil merokok. Rusman juga merokok di sebelahnya.
Gerakan Janu semakin cepat. Napasnya semakin memburu, diikuti napas Mama. Batang kontolnya terlihat timbul tenggelam di memek Mama.
Tak lama kemudian, ia mengerang sambil menekan pinggangnya kuat-kuat. Daun-daun kering di bawah Mama sampai berbunyi gemirisik.
Tubuh Janu melemas, begitu pula Mama. Ia memundurkan pinggangnya. Kontolnya yang lemas ikut keluar dari memek Mama.
"Gile keluar di dalam," decak Tarji.
Mama mengelap air matanya. Pejuh Janu berceceran di memek dan perutnya.
Rusman menarik Janu. "Gantian dong. Aku gak jadi ngentot gara-gara kau."
Janu mengocok kontolnya yang loyo. Sepertinya ia masih ingin mengentot Mama, tapi mustahil ia bisa melawan Rusman.
Rusman menindih Mama. Tubuhnya pendek dan gempal, sangat kontras dengan Mama yang bertubuh tinggi. Sekilas seperti melihat bocah bermain kuda-kudaan.
"Awas jangan teriak," ancam Rusman. Ia membersihkan sperma yang berceceran di memek Mama. “Dasar bocah. Mainnya gak bersih,” gumamnya.
Laki-laki pendek itu mengocok kontolnya, lalu mengarahkannya ke memek Mama. “Coba kita lihat seberapa enak memek ibu gila ini.”
Badan Mama mengejang saat kontol Rusman masuk ke memeknya. Kedua tangannya mencengkeram rerumputan di sampingnya.
“Aduh enak bener ini!” seru Rusman.
Tubuhnya yang gempal bergerak naik turun di atas Mama. Lidahnya bergerak liar di sekitar pentil Mama. Cuaca yang panas membuat tubuh keduanya mengkilap karena keringat.
“Ough!” erang Mama. Punggungnya lecet-lecet tergores dedaunan kering.
Rusman menampar tetek Mama. “Ayo mengerang lebih kencang!”
“Aduh!” pekik Mama. Kedua teteknya terhempas ke kiri dan kanan, mengikuti tamparan Rusman. Kulitnya memerah.
Semakin nyaring erangan Mama, Rusman semakin bersemangat. Gerakannya semakin cepat. Ia terus menampar tetek Mama sambil bergerak maju mundur.
Tiba-tiba ia berhenti menampar. Tangannya mencengkeram tetek Mama. Kedua pahanya menjepit kencang pinggul Mama.
Tak lama kemudian, ia mencabut kontolnya keluar dari memek Mama. Seluruh batang kontolnya berlumur pejuh.
"Wah agak longgar, tapi mantep," komentarnya. Ia mengurut kontolnya. Sisa-sisa pejuhnya menetes di perut Mama.
Tarji menginjak puntung rokoknya. "Sekarang giliranku."
Kontol Tarji yang tadinya loyo, sekarang sudah tegak berdiri lagi.
Mama berbaring lemas. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku bisa mendengar suara tangisnya.
"Kontol mereka gak ada apa-apanya. Ini baru kontol jagoan," kata Tarji sambil mencebloskan kontolnya ke memek Mama.
Mama tersentak kaget. Ia meringis kesakitan. Tangannya memegang batang pohon di belakangnya.
"Enak toh? Ini belum seberapa," kata Tarji.
Kontol Tarji menerobos memek Mama pelan-pelan. Mama menjerit kesakitan. Semakin kontolnya masuk, semakin nyaring jeritan Mama.
"Cepetan ngentotnya. Nanti kedengeran orang lain," ujar Rusman cemas.
"Aman," sahut Tarji. Ia membekap mulut Mama dengan tangan.
"Hmph! Hmph!" Mama mengerang tertahan.
Pinggul Tarji bergerak naik turun dengan cepat. Setiap gerakan selalu diiringi erangan Mama.
"Dikit lagi," ujar Tarji.
Gerakannya semakin cepat. Dedaunan kering di bawah Mama bergemirisik tidak karuan.
Tarji mengangkat badan Mama, kemudian memeluknya erat-erat. Ia mencium pipi Mama. Otot pinggulnya mengencang, semakin mengencang, kemudian melemas.
Detik berikutnya, Tarji mendorong badan Mama. Ia berdiri mengangkangi Mama. Pejuh menetes dari lubang kontolnya.
"Enak juga memeknya ibu edan ini," komentarnya. Ia melirik ke kedua rekannya yang menonton di belakang. "Kalian mau pakai dia lagi?"
Rusman menyahut penuh semangat. Janu mengangguk malu-malu.
"Enaknya diapain lagi ya?" Rusman menggaruk-garuk dagunya. Ia berjongkok, lalu menyingkirkan dedaunan yang berserakan di sekitar pantat Mama. Jari tangannya menelusup ke belahan pantat Mama. "Mau coba pantatnya ah. Siapa tahu enak."
Mereka mengangkat tubuh Mama yang terkulai lemas dan menyuruhnya berdiri. Mama berdiri dengan kaki gemetar. Tarji menekan pundak Mama sampai Mama agak menungging. Kedua tangan Mama berpegangan di batang pohon.
"Ini posisi paling enak buat ngentot pantat," komentar Tarji. Ia membuka anus Mama dengan kedua tangannya. "Siapa nih yang mau duluan? Aku masih capek."
Janu mengangkat tangannya. "Aku mau."
"Aku juga mau," kata Rusman.
"Kalian gantian lagi dah. Lubangnya cuma satu," ujar Tarji.
Rusman menjentikkan jari. "Kau pakai mulutnya, aku pakai anusnya."
"Tapi…." Janu mau protes.
"Udah gak usah protes. Eh kau, pegang anak itu," perintah Rusman.
Mama melepas pegangannya di pohon dan ganti memegang Janu. Ia masih dalam keadaan setengah menungging. Pantatnya dipegang oleh Rusman, sementara wajahnya dipegang oleh Janu.
Rusman menundukkan badan, kemudian menjilati bongkahan pantat Mama. Setelah puas, ia membenamkan wajahnya ke belahan pantat Mama. Kontolnya tegak kembali.
"Anget bener pantatnya!" seru Rusman kegirangan.
Ia menegakkan badan sambil mengusap-usap pantat Mama. Kedua tangannya mencengkeram belahan pantat Mama, lalu melebarkannya.
"Aduh!" jerit Mama saat kontol Rusman menembus anusnya.
"Gila sempit banget!" seru Rusman. Meski begitu, ia memompa anus Mama dengan penuh semangat.
Mama tampak kesakitan. Ia memegang badan Janu kuat-kuat. Ia hendak menjerit lagi, tapi mulutnya tiba-tiba disumpal oleh kontol Janu yang sudah mengeras kembali.
Remaja itu menyodorkan kontolnya ke mulut Mama dengan paksa. Ia menarik rahang Mama supaya mulut Mama terbuka lebar. Begitu terbuka, ia langsung memajukan pinggul sampai seluruh batang kontolnya masuk ke mulut Mama.
Tidak cuma kontol mereka berdua saja yang mengeras, kontolku juga ikut mengeras. Pemandangan itu memang menakutkan, tapi membakar libidoku yang sempat redup.
Tunggu dulu!
Mereka berdua?
Kemana Tarji?
Pundakku terasa nyeri. Sebuah tangan kekar mencengkeram pundakku. Aku refleks menoleh.
Tarji berdiri di belakangku.
ns 15.158.61.5da2