Besoknya di kantin sekolah, Indra menyodorkan smartphone-nya sambil tersenyum. "Nih, aku punya video waktu Romlah ketahuan warga. Durasinya panjang juga."
Aku tertawa dalam hati. Dia belum tahu kalau aku sudah mencicipi tetek Romlah kemarin.
Sebelum menyetel videonya, dia mengecilkan volume-nya dulu biar suaranya tidak terdengar yang lain.
Layar smartphone-nya menampilkan sekumpulan bapak-bapak yang berkerumun di depan pos kamling. Jumlahnya mungkin sekitar delapan atau sepuluh orang. Suasananya masih siang hari.
“Hayo, kamu lagi ngapain!” bentak seorang pria yang mengenakan sarung. Tangannya menunjuk ke seorang wanita yang berdiri ketakutan. Wanita itu memakai jilbab dan kaos yang bagian bawahnya tergulung sampai kedua teteknya keluar. Wajah wanita itu ketakutan. Dia adalah Bu Romlah.
“Sama siapa kamu ke sini?” tanya yang lain.
Bu Romlah diam saja. Kedua tangannya bergetar.
“Telanjangin aja!” seru salah satu mereka. Yang lainnya juga menyerukan hal yang sama.
Seorang pria bergerak maju. Bu Romlah melangkah mundur. Pria itu menyergap Bu Romlah. Kedua tangan Bu Romlah dipegang dari belakang. Wanita itu meronta-ronta berusaha membebaskan diri.
"Orang-orang bilang kalau Bu Romlah sering jalan telanjang, ternyata bener," kata pria bersarung. Tangannya memelintir pentil Bu Romlah. "Wah, keras bener nih pentilnya!"
Bapak-bapak itu bergantian memelintir pentil Bu Romlah. Bu Romlah berteriak minta tolong, tapi jalanan di desa itu memang sepi. Mau berteriak seperti apa pun, tidak bakal ada yang menolong.
Kaos Bu Romlah dirobek, lalu dibuang. Wanita itu cuma mengenakan jilbab dan celana saja.
Setelah memelintir pentilnya, mereka mulai bergantian mengenyot pentilnya. Pentil Bu Romlah basah kuyup terkena liur mereka.
Kamera menyorot ke bawah. Tangan si perekam meraih celana Bu Romlah, lalu memelorotkannya ke bawah. Yang lainnya ikut membantu melepas celana Bu Romlah.
PLAK! PLAK!
Mereka menampar pantat telanjang Bu Romlah. Perutnya juga ikut ditampar sampai memerah.
Pria bersarung tadi menarik jembut Bu Romlah, terus berbicara ke arah kamera. "Ini namanya jembut."
Salah satu pria mencolok memek Bu Romlah dengan keempat jarinya sekaligus. Kedua kaki Bu Romlah sampai menjinjit karena kaget.
"Ampun!" teriak Bu Romlah.
"Memek lober!" teriak pria itu sambil memutar-mutar jari tangannya.
Tubuh Bu Romlah ditundukkan sampai pantatnya menungging. Belahan pantatnya dibuka lebar-lebar sampai anusnya menganga. Tangan-tangan pria lain langsung rebutan mencolok anus Bu Romlah.
"Lobangnya item bener!" seru mereka sambil tertawa.
Kamera mendekat ke arah anus Bu Romlah yang gelap dan menganga, lalu pindah ke memeknya yang masih dicolok-colok orang lain.
Pria bersarung tadi menurunkan sarungnya. Kontolnya yang hitam berdiri tegak. Ia mengusir tangan-tangan temannya supaya lepas dari memek Bu Romlah.
"Mau kupakai ini lonte!" serunya.
Ia menampar pantat Bu Romlah, lalu mencengkramnya. Dalam sekali gerakan, kontolnya menghujam memek Bu Romlah.
Bu Romlah mengerang nyaring. "Sakit!"
Pinggul pria bersarung bergerak maju mundur. Semakin lama, gerakannya semakin cepat. Badannya mengejang, lalu kembali normal. Ia mencabut kontolnya yang berlumuran sperma dari memek Bu Romlah.
"Masih enak," komentarnya.
Aku pikir dia selesai sampai di situ. Ternyata dia mengarahkan kontolnya yang masih mengeras ke anus Bu Romlah.
"Ampun pak!" seru Bu Romlah saat pria bersarung itu berusaha menyodomi anusnya.
"Diem!" bentak pria bersarung. Dia tampak kesulitan memasukkan kontolnya ke anus Bu Romlah.
Pria bersarung itu membuka anus Bu Romlah dengan kedua tangannya. Ia tertawa keras saat kepala kontolnya berhasil masuk ke anus Bu Romlah.
Pria-pria lain memegang kedua tangan dan kaki Bu Romlah yang meronta-ronta. Kamera bergerak ke wajah wanita malang itu yang berlinang air mata.
"Makanya jangan pamer tetek sembarangan. Kita jadi pengen 'kan," kata kameraman.
"Sempit bener ini pantat," kata pria bersarung. Suaranya nyaris tidak terdengar karena teman-temannya terlalu berisik.
Tampaknya pria bersarung itu kesusahan menyodomi anus Bu Romlah. Ia mencabut kontolnya. Wajahnya terlihat kecewa.
Teman-temannya langsung menyerbu anus dan memek Bu Romlah lagi. Dua jari telunjuk masuk ke anusnya dan tiga jari telunjuk masuk memeknya. Bu Romlah sudah berhenti minta tolong. Mungkin dia sudah menyadari kalau teriakannya sia-sia.
Seorang pria berdiri di belakang pantat Bu Romlah, menggantikan posisi temannya. Sementara ada pria lain yang berdiri di depan wajah Bu Romlah. Keduanya mengeluarkan kontol masing-masing.
Wajah Bu Romlah terlihat tegang. Sepertinya dia bisa menebak apa yang akan terjadi.
Pria di belakangnya memasukkan kontolnya ke memek Bu Romlah. Kontol pria itu lebih panjang dan besar dari kontol pria bersarung. Baru saja setengah batang kontolnya masuk, tubuh Bu Romlah sudah terdorong ke depan.
Mulut Bu Romlah terbuka dan hendak berteriak lagi, tapi pria di depannya langsung memasukkan kontolnya ke mulut Bu Romlah. Pria itu menampar pipi Bu Romlah dan menyuruhnya membuka mulut lebih lebar. Bu Romlah menurut. Pria itu mendorong kontolnya lebih dalam ke mulut Bu Romlah.
Sambil menunggu giliran, bapak-bapak lainnya meremas kedua tetek Bu Romlah yang menggantung seolah-olah sedang memerah sapi.
“Ah keluar juga,” kata pria di depan Bu Romlah. Ia mengeluarkan kontolnya dari mulut Bu Romlah. Wanita itu meludahkan sperma dari dalam mulutnya. Pria di depannya marah, lalu menamparnya. “Jangan kau buang! Telan!”
Bu Romlah tidak punya pilihan selain menelan sperma yang tersisa. Kamera mengarah ke wajahnya yang terlihat mual.
Pria lainnya menjambak rambut Bu Romlah. “Ayo ngaku kenapa kamu pamer tetek di sini?”
Bu Romlah diam saja. Pria itu menjambak rambutnya lebih keras. “Ayo ngaku!”
“Di-disuruh,” jawab Bu Romlah terbata-bata.
“Disuruh siapa?”
“Anakku.”
“Mana anakmu?” tanya pria lainnya.
Bu Romlah menunjuk ke satu arah. Pria bersarung melihat ke arah yang ditunjuk, lalu pergi bersama kedua temannya.
Video berakhir.
Aku tercengang. Bu Romlah bukan cuma ketahuan, tapi juga diperkosa tetangganya sendiri!
“Wah gila ini,” kataku sambil mengembalikan smartphone itu ke Indra.
"Kasihan ya," komentar Indra. "Bayangin ibumu diperkosa orang terus direkam."
Aku jadi membayangkan kalau Mama diperkosa. Anehnya, aku tidak merasa kasihan. Kontolku malah mengeras!
"Menurutmu wajar gak kalau anak nafsu sama ibunya?" tanyaku.
Indra memandangku heran. "Ya gak wajarlah. Menurutku gila sih kalau sampai nafsu sama ibunya sendiri."
"Kau pernah lihat ibumu telanjang?"
"Gak pernah sih. Palingan cuma lihat dia jalan pakai handuk saja kalau selesai mandi," jawab Indra. "Kenapa kau nanya gitu?"
Aku berdehem. "Mungkin anaknya sering lihat ibunya telanjang di rumah. Kita tahu sendiri kalau ibu kita suka pakai baju seksi atau seenaknya saja kalau di rumah. Jadi anak itu lama-lama nafsu sama ibunya. Gak tahu deh caranya gimana sampai dia bisa nyuruh-nyuruh ibunya."
"Mungkin saja. Tapi menurutku tergantung ibunya juga sih, masih oke atau kagak," kata Indra.
"Bener juga," kataku. "Romlah masih oke tuh. Semok dan teteknya gede. Kalau kamu jadi anaknya, kamu bakal nafsu sama ibumu gak?"
Indra menggaruk kepalanya. "Mungkin ya. Romlah seksi bener sih."
Bel masuk kelas berbunyi.
Aku minta tolong Indra untuk mengirim video itu ke smartphone-ku. Asik juga melihat Romlah diperkosa. Aku berharap Mama bernasib sama sepertinya.
21963Please respect copyright.PENANAYbunIkrYEX