"Adeul, bagaimana dengan keadaan wilayah kita di perbatasan?" seorang pria berusia yang cukup berumur tetapi masih memiliki karismatik dan juga aura yang membuat para rekan ataupun musuhnya berpikir dua kali jika ingin membuat masalah dengannya itu terlihat duduk santai menyandar pada kursi kebanggaannya. Di tangan kanannya, cerutu keluaran luar negeri menyala dengan percikan api yang indah sedangkan di tangan kirinya memainkan bolpoin mahal miliknya.
"Sudah aku kerjakan dan sisanya sedang diurus oleh kakak. Ayah, bagaimana jika rencana itu biar aku saja yang melakukannya?" Tanyanya lagi yang langsung membuat pria itu yang dipanggil 'ayah' langsung menegakkan kepalanya memandang wajah dihadapannya dengan kerutan di keningnya.
"Ayah sudah mengatakannya berkali-kali dan jawabannya tetap sama. TIDAK." Jawabnya dengan tegas.
"Tapi ayah tau sendiri jika kakak-kakak yang lain juga tidak bisa melakukannya karena mereka akan langsung ketahuan. Jadi pilihan terakhirnya adalah aku dan aku akan tetap lakukan itu!" katanya lagi tanpa ingin mendengarkan jawaban dari yang lebih tua, ia beranjak pergi dari sana.
"Dasar anak durhaka! Awas saja kau dirumah!!" teriak ayahnya yang tak dihiraukan.
"Benar-benar! Disaat tidak ada seorangpun yang berani menentangku, hanya pada dia saja sepertinya wibawaku hancur lebur!" gumamnya lagi.
***
"KAKAK!!! AKU GAK MAU TAU, KAKAK HARUS MENGATAKAN PADA PAK TUA ITU AGAR MENGIZINKANKU MELAKUKANNYA!!!" teriak pria itu sesaat ia menapaki rumah besar tempat tinggalnya.
Teriakannya itu bukan hanya membuat pada pelayan saja yang terkejut tetapi kedua kakak dan ibunya juga berbondong-bondong menuruni tangga, takut jika ada apa-apa pada si bungsu itu.
"Yak, Bian! Gak perlu kau berteriak-teriak juga saat pulang, anak nakal!!" teriak Pria bertubuh lebih tinggi darinya itu.
"Kalian berdua juga berteriak!!" teriak satu lagi orang dibelakang pria tinggi itu.
"YAK BIAN, MIN HAO, WEN LIU!!!!! RUMAH KITA BUKAN KEBUN BINATANG JADI GAK USAH TERIAK-TERIAK!!!"
"BUNDA JUGA BERTERIAK!!" jawab mereka berteriak serempak menjawab perkataan dari wanita yang sudah berumur tetapi masih tetap terlihat cantik itu.
"Jadi, kenapa anak gadis mamih ini marah-marah bahkan sebelum pantat semoknya menyentuh sofa rumah yang mahal ini, hah?" ucap Yun Er —wanita cantik itu sambil menuntun Bian —anak bungsunya, untuk duduk di sofa yang katanya lebih mahal daripada harga rumah sepetak.
"Bunda, Bian pria ya kalau Bunda lupa!" protes Bian tetapi tetap diam saat bundanya menyuruh ia duduk.
"Tapi kau kan cantik!" jawab Min Hao
"Dan juga cengeng!" sambung Wen Lie
"YAAAK!!" teriak Bian gusar.
"Sudah-sudah! Cepat katakan, ada apa dengan anak pria bunda yang cantik, imut dan manis ini?" kata Yun Er yang membuat kedua kakaknya tertawa melihat Bian cemberut.
"Ayah masih aja gak mengijinkan Bian buat ngambil rencana itu!! Kan Bian pengen ngelakuinnya dan menyeret orang itu dengan kedua tangan Bian!" katanya sambil menunjukkan kedua tangannya ke depan.
"Jelas ayah gak ngizinin. Jangankan ayah, kita berdua juga gak akan mungkin ngizinin." ucap Wen Lie.
"Tapi kan dengan aku ngelakuin itu, aku bakal dapet timbal balik dari mereka!!!" ucap Bian kekeuh.
"Bian..." panggil Yun Er yang mau tidak mau membuat mereka semua terdiam dan Bian menoleh pada bundanya, "Bukan kita gak ngizinin tapi kamu tau kan kalau rencana itu gak sesimpel yang diucapkan. Kamu anak ayah dan bunda satu-satunya yang mempunyai rahim. Kamu special untuk keluarga ini dan bunda gak akan bisa kalau ada apa-apa sama kamu nantinya." terang Yun Er yang membuat Min Huo dan Wen Lie menganggukkan kepalanya.
"Bunda, Bian juga tau dan Bian bakal jaga diri. Bian pergi buat rencana itu bukan berarti Bian bakal lupa sama semua jati diri Bian, jadi biarin Bian pergi ya bun. Cuman 9 tahun kok." bujuk Bian.
"9 bulan kok 'cuman'.. Cuman mata lo?!" kata Wen Lie yang dibalas delikan oleh Bian.
"Ayah akan izinkan, tetapi dengan satu syarat."
"AYAAAAAH!!!" teriak Bian saat mendengar dan melihat ayahnya di ujung ruang tamu mereka yang megah itu.
"Ayah izinkan tetapi Bian juga harus janji pada ayah dan bunda satu hal.." ucap ayahnya seraya berjalan mendekati keluarganya yang berkumpul di ruang tamu itu.
"Bian janji! Bian pasti janji, yah. Jadi apa janjinya?" ucap Bian dengan anggukan semangat.
"Bian akan menikah dengan pria pilihan ayah dan bunda dan selama Bian pergi, dia yang akan memantau pergerakan Bian." ucap ayahnya. "Gak ada protes lagi." sambungnya saat melihat anak bungsunya itu akan memotong perkataannya.
"Gimana? Bian pilih ikut tawaran ayah dan lakuin rencana itu atau gak sama sekali?" tanyanya lagi pada Bian yang hanya cemberut sedangkan kedua kakaknya itu malah menggodanya dengan menaikturunkan alisnya.
"Yaudah, Bian mau." jawabnya dengan paksa daripada tidak sama sekali.
"Oke, mulai 3 hari lagi kau akan pergi dan memakai identitasmu...
"Byun Baekhyun."
ns 15.158.61.13da2