Di kerajaan Celestia, malam itu, turun hujan. Di dalam ruangan kerja Raja Danis, di dalam istana, di situlah Raja Danis sedang sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Sedangkan Pangeran Farenza sedang berada di dalam kamarnya, sedang mengerjakan lembaran-lembaran tugasnya di sana. Setelah selesai mengerjakan tugas, Pangeran Farenza meregangkan tubuhnya dan sesekali menguap. “Haduh, bagaimana ya kabar Irfan dan Adit? Apakah mereka baik-baik saja?” tanyanya, lalu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah kasur. “Untunglah paman tidak berusaha mengejar mereka,” katanya sambil merebahkan diri di atas kasur. “Apa harus aku tanya kabar mereka?” lanjutnya. Tidak lama kemudian, ia pun tertidur lelap. Tapi belum lama, dari pojok ruangan, sebuah cahaya yang begitu terang tiba-tiba muncul, membuatnya terbangun.
“Apa itu?” tanyanya sambil bangkit dari kasur, mengambil pedangnya yang terletak di samping kasurnya, dan berjalan pelan ke arah cahaya itu berasal, sambil siap siaga dengan pedangnya. Dengan kecepatan yang tinggi, seseorang dengan jaket hitam dan topi yang membuat wajahnya tidak terlihat, muncul, lalu mencoba menikam Pangeran Farenza dengan pisau. Dengan spontan, Pangeran Farenza menghindar.
“Siapa kau? Apaan maksudmu untuk menikamku?” tanyanya. Orang itu tidak menjawab dan di saat yang sama, di balik topinya, matanya mengeluarkan cahaya biru tua.
“A-apa-apaan itu?” tanya Pangeran Farenza. Tanpa membiarkan Pangeran Farenza untuk berpikir, orang itu kembali mencoba menikam Pangeran Farenza. Pangeran Farenza menghalanginya dengan kekuatannya, mengangkatnya, lalu menjatuhkannya. Orang itu pingsan dan sudah tidak bisa bergerak lagi. Setelahnya, dari kejauhan, Pangeran Farenza menggunakan kekuatannya untuk mengangkat topi orang tersebut. Dengan begitu, terlihatlah wajah asli orang itu. “Adit?” tanya Pangeran Farenza terkejut dan langsung menghampirinya. Ia duduk di samping Pangeran Aditya dan meletakkan kepalanya di atas dadanya Pangeran Aditya. Pangeran Farenza mencoba mendengarkan detak jantungnya. “Aduh, apa sih yang dia lakukan?” tanya yang takut terjadi sesuatu pada Pangeran Aditya. “Aduh, kalau aku tahu itu kamu, aku tidak sekencang itu menjatuhkanmu.” katanya di dalam hati sambil mencoba mendengarkan detak jantung Pangeran Aditya. Namun, hal itu malah membuat Pangeran Farenza lengah dan tidak fokus dengan permasalahan sebenarnya. Dengan kesempatan tu, Pangeran Aditya yang telah dikendalikan pikirannya oleh Wulan, menusuk bagian perut Pangeran Farenza. Darah pun mengalir keluar.
“A-Adik, apa yang kau lakukan?” tanya Pangeran Farenza sedang menahan rasa sakit.
Dengan kasar, Pangeran Aditya mencabut pisau yang ia gunakan untuk menikam kakaknya. Pangeran Farenza yang benar-benar kesakitan, tidak bisa menahan rasa sakitnya. Ia pun berteriak dan akhirnya ia terjatuh ke lantai. Sambil terus memegang bagian perutnya ditusuk, darah Pangeran Farenza terus keluar. Lantai di sekitarnya menjadi berlumuran darah. Pangeran Aditya lalu membuka semua portal di hadapan Pangeran Farenza. Namun, bukan untuknya, namun untuk 2 orang yang datang. Orang itu adalah Wulan.
“A-Adit, a-apa yang kau la-lakukan?” tanya Pangeran Farenza dengan suara serat. “Dia bukanlah Pangeran Aditya yang kau kenal lagi.” kata wulan yang baru sampai. Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan pada Adit?” tanya Pangeran Farenza, lalu melirik ke arah orang di sampingnya. “A-apakah itu A-Agus?” tanyanya.
“Ya, kau benar.” jawab Wulan sambil berlutut di hadapannya.
“Si-siapa kau? Da-dan apa yang kau lakukan kepada mereka be-berdua?” ulang Pangeran Farenza.
“Sudah lama tidak berjumpa. Aku adalah Febriandra Wulan. Mungkin kau tidak mengenalku karena kau dulu masih kecil, tapi 16 tahun yang lalu, aku adalah sahabat Putri Syafira.” kata Wulan.
“Putri Syafira?” Pangeran Farenza mencoba mengingat-ingat. “Hah? Apa jangan-jangan kau yang sering berada di kebun bunga bersamanya?” tebaknya. Wulan tertawa. “Hebat juga kau masih ingat.” pujinya.
“La-lalu apa tujuanmu me-melakukan ini semua? A-apa rencanamu sebenarnya?” tanya Pangeran Farenza. Namun,tiba-tiba saja lukanya terasa lebih sakit dan ia pun meringkukkan badannya.
Wulan tersenyum. “Sakit ya? Kasihan sekali.” tanya Wulan. “Biarkan aku mengobatimu.”
ns 18.68.41.148da2