Di dunia Devina, saat itu terjadi:
“Jadi selama ini pelaku di balik kebakaran rumah adalah Tante Dinda?” tebak Devina yang sudah mendengar penjelasan dari Putri Syafira dan Irfan.
“Ya, lebih tepatnya, itu adalah perbuatan Wulan. Menurutku sih Tante Dinda yang asli ada di suatu tempat.” jawab Irfan.
“Di mana itu?” tanya Devina seketika pamit.
“Aku tidak tahu. Yang pasti, kita harus menghentikan Wulan dulu, baru kita bisa menemukan Tante Dinda itu.” jawab Irfan.
“Mungkin akan susah. Inget, dia bersama Agus, dan sekarang Adit. Tidak mungkin kita bisa mengalahkan mereka jika hanya bertiga.” kata Putri Syafira cemas.
“Ya, anda benar. Kekuatan Agus memang sangat luar biasa. Dia benar-benar bisa menghancurkan kota dalam sekejap.” kata Irfan.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Devina.
“Kerena sepertinya, terjadi kemarin di kota ibukota adalah ulahnya.” jelas Irfan. “Bagaimana bisa?” tanya Devina dan Putri Syafira.
“Aku tidak punya buktinya sih, tapi sesuai kata Putri Syafira tentang mereka ingin menghancurkan Celestia, sepertinya itu alasannya. Tapi masalahnya, aku tidak tahu mengapa dia berhenti di tengah-tengah.” kata Irfan.
“Mungkin itu adalah rencana untuk mengalihkan kalian sementara dia melakukan rencana yang lain.” kata Putri Syafira.
“Rencana apalagi yang dia punya?” tanya Irfan, lalu mereka melirik ke arah Putri Syafira yang sedang berpikir. “Ngomong-ngomong, selama ini tuan putri ke mana saja? Kenapa tiba-tiba anda begitu saja menghilang?” tanyanya.
“Ya, aku juga penasaran. Ke mana saja mamah selama ini?” tanya Devina ikut-ikutan.
“Hehehe... soal itu…” Putri Syafira menggaruk-garuk kepalanya di bagian belakang, lalu menelan ludah. “Sebenarnya selama ini aku berada di sebuah pulau yang entah di mana.” jawabnya.
“Tunggu sebentar, jadi selama ini, anda terjebak di sebuah pulau yang entah dalam keadaan baik-baik saja?” ulang Irfan.
“Kalau maksudnya baik-baik saja bukan dalam keadaan lapar, bingung, dan kehausan, ya, itu benar.” jawab Putri Syafira.
“Ya ampun…” Irfan menggeleng-geleng kepalanya. Putri Syafira tertawa kecil. “Maaf ya telah membuat kalian khawatir.” ucapnya.
“Tapi syukurlah anda baik-baik saja.” kata Irfan.
“Tapi kalau mamah dari kemarin hanya berada di pulau itu, kenapa tidak langsung kembali saja?” tanya Devina.
“Karena energi sisir mamah habis dan membutuhkan waktu sampai kemarin untuk kembali terisi.” jawab Putri Syafira.
“Kemarin?” ulang Irfan.
“Jadi kemarin sebenarnya aku sudah mencoba berkali-kali berteleportasi, tapi hasilnya gagal semua. Baru tadi aku berhasilnya.” jelas Putri Syafira.
“Kok bisa tuan putri nyasar ke pulau itu? Memang tujuan awal anda ke mana?” tanya Irfan.
“Karena saat itu aku dalam keadaan dikejar-kejar oleh Wulan, aku panik dan asal menentukan tempat. Yang penting saat itu adalah melarikan diri. Tapi akhirnya aku malah menyasar sampai harus berkali-kali berteleportasi hanya untuk menemukan jalan pulang,” jelas Putri Syafira. Dari mimik mukanya yang malu, menjadi sedih dan masam. “Awalnya aku ingin membawamu, Devina, tapi tidak ada tidak sempat, maaf.”
Devina tersenyum. “Itu bukan masalah besar kok. Irfan ada di saat itu dan telah menyelamatkanku.” katanya.
“Tentu saja itu masalah besar. Kau sangat beruntung bisa bertemu dengan Irfan, tapi bagaimana kalau tidak? Kau pasti sudah dibunuh atau disergap oleh Wulan. Aku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Irfan telah menyelamatkan kamu, tapi tetap saja itu tanggung jawabku sebagai ibumu untuk melindungimu dalam situasi seperti ini,” kata Putri Syafira sambil memandang Irfan dengan penuh arti, lalu kembali menatap Devina. “Aku tidak pernah ingin membawamu ke dalam ini semua. Maaf mamah tidak bisa lebih kuat dan melindungimu saat kamu membutuhkannya. Kau malah dilindungi oleh Irfan yang bahkan tidak ada hubungannya dalam ini semua.” lanjutnya, berbicara dengan Devina.
“Putri, saya-” Namun belum sempat ia Irfan menyampaikan perasaannya, sebuah pesan telepati muncul dan pesan itu membuat Irfan terkejut sampai-sampai tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Wajahnya langsung panik seketika saat menerima pesan tersebut.
“Irfan, ada apa?” tanya Devina. Irfan menatapnya dengan wajahnya yang terlihat panik. “Kerajaan Celestia sekarang sedang diserang.” jawabnya.
“Hah?!” seru mereka berdua. “Oleh Wulan?” tebak Putri Syafira. Irfan hanya mengangguk karena sedang mencoba untuk menghubungi Pangeran Farenza yang memberikan pesan kepadanya. “Itu gawat, kita harus segera ke sana.” usul Devina sambil bangkit. “Tunggu sebentar Devina, jangan terburu-buru. Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di sana.” kata Putri Syafira sambil menghalangi Devina untuk bertindak sendiri dengan menggenggam tangannya. “Irfan, bisakah kau kembali bertanya kepada orang yang memberikan kesan itu?” tanyakan.
“Sudah kucoba, tapi Faren tidak menjawabnya. Malah, sepertinya tidak aktif berlian merahnya.” jawab Irfan.
“Oh, pengirimnya dari Faren?” tanya Putri Syafira.
“Iya.” jawabnya. Tiba-tiba, Irfan terkejut saat menggunakan kekuatan pelacaknya. “Ada apa Irfan?” tanya Devina.
“Kerajaan sedang diserang.” jawabnya.
“Oleh Wulan kan?” ulang Putri Syafira.
“Bukan. Setelah aku dengan kekuatan melacakku, ternyata penyebabnya oleh, oleh warga.” jawab Irfan.
“Warga? Kenapa? Bagaimana bisa?” tanya Devina.
“Aku tidak tahu. tapi aku bisa pastikan adalah mereka dalam jumlah yang banyak sedang menuju istana.” jawab Irfan.
“Istana? Tidak mungkin!” batin Devina.
“Lalu bagaimana dengan Faren dan Adit?” tanya Putri Syafira.
“Mereka ada- Mereka sedang menuju ke ruangan Raja Danis yang di sana ia berada.” jawab Irfan.
“Apa yang sedang mereka lakukan?” tanya Putri Syafira.
“Kekuatanku tidak bisa menunjukkan sampai sedetail itu. Tapi sepertinya mereka sedang melawan prajurit.” jawab Irfan.
“Apa jangan-jangan mereka dikendalikan oleh Wulan?” tanya Putri Syafira. “Sepertinya begitu. Kerena pada umumnya, lingkaran yang menandakan Faren dan Aditya dengan kekuatanku ini, berubah menjadi warna merah yang tadinya seharusnya berwarna hijau.” jelas Irfan.
“Lalu apa arti dari perubahan warna itu?” tanya Putri Syafira.
“Saat berubah warna menjadi merah, artinya mereka adalah musuh yang punya aura kegelapan yang bisa di tebak kekuatanku. Begitupun dengan lingkaran para penduduk, hampir semuanya telah berubah menjadi merah.” jelas Irfan.
“Lalu bagaimana kau bisa tau itu Pangeran Farenza dan Pangeran Aditya dengan warga biasa?” tanya Devina.
“Karena lingkaran menandakan Adit dan Faren lebih besar dari warga.” jawab Irfan.
“Kok bisa begitu?” tanya Devina.
“Itu semua tergantung besar kapasitas sihir mereka. Kerena warga biasa tidak memiliki kekuatan lingkaran, lingkarannya kecil. Sedangkan Farel dan Adit yang mempunyai kekuatan yang besar kmemiliki lingkaran yang besar juga.” jelas Irfan. “Oh, begitu…” Devina sambil menganggukan kepalanya.
“Lalu Wulan dan Agus di mana?” tanya Putri Syafira.
“Nah, itu dia aku tidak bisa menemukan mereka. Mungkin mereka menggunakan semacam kekuatan penghalang agar aku tidak bisa melacak mereka.” jawab Irfan. “Tapi Wulan kan tidak tahu kekuatanmu itu apa.” kata Devina.
“Ya, mungkin hanya antisipasi saja.” kata Irfan.
“Pokoknya kita harus segera ke sana dan menyelamatkan semua.” kata Devina dengan penuh percaya.
“Bicara memang mudah.” sengit Irfan.
“Sayang, kita hanya bertiga. Kekuatanku dan Irfan bukanlah kekuatan yang cocok untuk turun langsung dalam peperangan.” kata Putri Syafira dengan lembut.
“Itu benar. Lagi pula, lawan kita adalah satu kota lebih. Ditambah ada Agus, Adit, dan Faren. Kita tidak akan mampu melawan mereka semua. Ditambah, kita tidak punya perlengkapan pertarungan apapun. Hanya pedangku yang aku punya saat ini.” kata Irfan dengan lesu.
“Jangan lupa aku juga mempunyai kekuatan. Jadi itu membuat kita menjadi bertiga.” kata Devina.
“Kau punya kekuatan? Dari kapan? Apa kekuatan?” tanya Putri Syafira.
“Hehehehe…” tawa Devina sambil bertolak pinggang. “Baru saja aku mendapatkannya.” jawabnya.
“Benarkah?” tanya Putri Syafira benar-benar tidak mengiranya.
“Tapi kau bahkan belum bisa mengendalikannya dan kau juga tidak tau apa kekuatan.” kata Irfan, cemas.
“Tidak perlu khawatir, aku yakin kekuatanku ini sangat besar seperti punya papah.” kata Devina dengan percaya diri.
“Itulah yang membuatmu khawatir.” kata Irfan.
“Mungkin bisa jadi kekuatan Agus turun kepadamu.” kata Putri Syafira.
“Putri, tolong jangan berpikir sejauh itu.” kata Irfan. “Kenapa? Apa kekuatan Devina tidak kuat?” tanya Putri Syafira.
“Tidak juga sih. Seperti kuat kok, mungkin.” jawabnya, ragu-ragu, membuat Devina tersinggung. “Hey!” serunya.
“Kekuatanmu saja tidak bisa kurasakan dan lacak padahal kau ada di depanku. Mungkin itu hanya kebetulan saja kali kemarin.” sengit Irfan.
“Atau mungkin kekuatanmu saja yang tidak bisa merasakan betapa besarnya kekuatanku ini.” kata Devina membalas ejekan Irfan.
“Ih, kurang ajar sekali sih!”
“Sudah, sudah. Pertengkaran kalian tidak akan menyelesaikan apapun.,” nasehat Putri Syafira berhasil melerai pertengkaran Irfan dengan Devina. “Begini saja, Iran, tolong coba lacak sekali lagi di mana Wulan dan Agus berada, sementara Devina, kita akan meracik.” usul Putri Syafira.
“Meracik apa mah?” tanya Devina.
“Ramuan.” jawab Putri Syafira sambil berjalan keluar kamar.
“Ramuan macam Apa itu tuan putri?” tanya Irfan.
“Aku akan mencoba membuat ramuan kesadaran dan jika bisa, ramuan tidur.” jawab Putri Syafira.
“Oke, aku mengerti kenapa anda membuat ramuan tidur, tapi untuk apa ramuan kesadaran? Atau lebih tepatnya, apa itu ramuan kesadaran?” tanya Irfan.
“Ramuan yang berguna untuk mengembalikan kesadaran orang yang dikendalikan pikirannya oleh Wulan.” jelas Putri Syafira.
“Aku belum pernah mengetahui ada ramuan seperti itu.” kata Irfan.
“Kerena memang jarang ada dan tidak terlalu dibutuhkan untuk apapun kecuali saat-saat bertemu orang dengan kekuatan seperti Wulan. Tapi kekuatan Wulan pun sepertinya sangat jarang. Jadi tidak banyak yang membuatnya.” jawab Putri Syafira.
“Lalu tuan putri tahu cara membuatnya?” tanya Irfan.
“Kalau soal tahu caranya, aku tahu karena dulu aku pernah membuatnya bersama Wulan.” jawab Putri Syafira.
“Lalu apakah ada bahan-bahannya?” tanya Irfan kembali.
“Bahan-bahannya bisa kok ditemukan di dunia ini kok. Hanya saja-” Putri Syafira berhenti dan merenung. “Hanya saja?” tanya Irfan menjadi penasaran. “Hanya saja untuk membuat ramuan penyadar membutuhkan banyak energi sihir.” jawab Putri Syafira.
“Jadi itu mengapa anda membutuhkan bantuan Devina, karena yakin dia mempunyai kekuatan yang besar seperti Agus?” tebak Irfan. Putri Syafira mengangguk. “Aku memang belum bisa menyatakan benar, tapi mungkin aku bisa mencari titik kekuatannya. Tapi itupun jika ada ada.” kata Putri Syafira menjadi ragu sendiri.
“Ada kok. Adit berhasil menemukannya.” kata Irfan.
“Oh ya?” tanya Putri Syafira.
“Ya. Artinya, dia memang punya. Adit menggunakannya untuk berteleportasi ke sini.
“Itu berita yang baik. Tapi itu tergantung kau Devina. Maukah kau membagikan kekuatanmu kepada kami?” tanya Putri Syafira sambil melihat Devina di depannya. “Tidak perlu ditanya juga aku pasti setuju. Jadi ayo!” Dengan semangat, ia berjalan keluar kamar bersama Putri Syafira. Sementara Irfan ditinggal sendiri di kamar.
“Putri tidak bisa terus-terusan berpikir bahwa Devina bukan bagian dari semua. Karena bagaimana pula, dia tetap bagi keluarga Kerajaan. Putri Syafira harus mengizinkan Devina untuk ikut dalam masalah ini. Jika tidak, kita tidak akan bisa menyelamatkan kerajaan.” kata Irfan di dalam hati, sambil melihat Devina dan Putri Syafira hendak keluar kamar. “Baiklah, aku juga harus berjuang. Akan kucoba melacak mereka lagi.” lanjutnya.
ns 18.68.41.147da2