Bel sekolah pun berbunyi, menandakan waktu pulang. Devina dan anak-anak lain segera merapihkan barang-barangnya dan pulang. Devina jalan menuju parkiran sekolah untuk mengambil sepedahnya. Saat itu, tiba-tiba ada yang memanggilnya dari belakang. “Dev, ayo kita pulang bareng!” seru seorang perempuan bernama Risa, salah satu sahabat Devina.
“Eh, Risa, iya ayo.” jawab Devina dengan penuh semangat.
Nira, salah satu sahabatnya pun juga menghampirinya lalu berkata, “Aku ikut dong.” katanya kepada Devina dan Risa.
“Ayo, boleh.” jawab Devina. Risa, Nira, dan Devina pun pulang. Mereka bertiga juga selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.
Saat di perjalanan pulang, “Eh, Dev!” panggil Nira dari belakang, sambil mencoba mengejarnya.
Devina menoleh lalu bertanya, “Apaan?”
“Tugas seni budayamu sudah selesai belum?” tanya Nira.
“Yang pohon keluarga itu ya?” tebak Risa yang berjalan di samping Devina.
“Iya. Aku udah dong dan menurutku dan orang tuaku bagus banget.” kata Nira menyombongkan diri. Sedangkan Devina hanya diam dan beberapa kali berpikir.
“Woi!” seru Nira, mencoba mendapatkan perhatian Devina.
“E-eh, iya. Kenapa?” tanya Devina.
“Jangan bengong terus dong. Aku kan lagi ngomong sama kamu tau.” protes Nira.
“Iya-iya, ada apa?” tanya Devina.
“Aku tadi tanya, pohon keluargamu sudah selesai belum?” tanya Nira lagi yang mulai kesal.
“Belum sepenuhnya sih.” jawab Devina.
“Buruan kerjai, tiga hari lagi kumpulin loh.” kata Risa mengingatkan.
“Iya, aku tahu kok.” kata Devina dengan nada agak sedih.
“Jadi bagaimana? Kamu sudah tanya ke ibumu tentang keluarganya belum?” tanya Nira.
“Aku lagi nggak mau ngebahas itu dulu.” jawab Devina.
“Ma-maaf.” kata Nira tak berani bertanya apapun lagi.
Sepanjang perjalanan sunyi, tak ada obrolan sama sekali dari ketiga perempuan itu, sampai ada seorang ibu-ibu yang adalah tetangga Devina, Bu Dinda. Beliau sedang berjalan berlari bergegas menuju Devina dan 2 temannya itu.
“Devina!” panggil Bu Dinda yang terengos-engos karena dari berlari. Devina, Risa, dan Nira yang tak mengerti malah menawarkannya minum.
“Silakan diminum dahulu air ini, tante.” kata Devina sambil menyodorkan botol kepada Bu Dinda. Tapi Bu Dinda malah menggenggam tangan Devina, membuat Devina bisa merasakan getaran tangan dari tubuh Bu Dinda, membuatnya yakin ada sesuatu hal yang tak beres.
Devina pun akhirnya bertanya, “Ada apa tante?”
“Devina, ada rumahmu kebakaran.” jawab Bu Dinda, membuat Devina, Risa, dan Nira terkejut habis-habisan.
“Devina lihat!” seru Nira sambil menujuk ke suatu arah. Devina pun mengikuti arah pandang yang ditunjuk oleh Nira. Sebuah asap hitam yang berasal dari kebakaran rumah Devina. Devina melihat apa yang ditunjuk oleh Nira terkejut. Hal itu membuatnya tahu kalau itu bukanlah kebohongan. Tanpa butuh penjelasan lagi, Devina berlari dengan sangat kencang menuju rumahnya.
“Dev di sana berbahaya.” kata Nira yang awalnya ingin menghentikan, namun tidak berhasil. Devina sudh berada jauh di depan.
“Aduh, anak itu.” keluh Nira.
“Kalian duluan saja, aku akan pulang dan memberi tahu ayahku.” kata Risa. Ayah Risa adalah seorang polisi yang sekarang sedang berada di rumah.
“Oh, itu ide yang bagus. Aku akan mencoba mengerjarnya.” kata Nira. Risa mengangguk lalu Nira berlari meninggalkannya, bersama dengan Bu Dinda.
177Please respect copyright.PENANAtVqom562xV
Devina berhenti di depan kerumunan orang yang sedang mengungsi dan melihat kejadiannya langsung. Dari sana, Devina bisa melihat rumahnya dan para pemadam kebakaran yang sedang berusaha untuk memadamkan api agar tidak menyebar ke dalam ke rumah lain. Devina mencoba menerobos ke dalam kerumunan tersebut, namun dihentikan oleh pemadam kebakaran.
“Adek, di sini berbahaya. Kamu sebaiknya mundur.” kata sang petugas.
“Tetapi pak, ibu dan ayah saya ada di dalam.” kata Devina kami sudah mencoba segala cara untuk masuk bisa menerobos ke dalam.
“Namun apinya masih terlalu besar. Bahkan kami saja belum bisa masuk.” Mendengar jawaban sang petugas, air mata Devina tumpah dan membasahi pipinya.
“Sabar ya dek. Akan kami usahakan agar keluargamu baik-baik saja.” kata sang petugas lagi, mencoba menghibur Devina.
Setelah itu, sang petugas pergi dan meninggalkan Devina yang menangis. Ia ingin sekali dan menyelamatkan orang tuanya. Tapi tentu saja tidak bisa. Yang bisa dilakukannya hanyalah berdoa dan berharap orangtuanya baik-baik saja. Tak lama kemudian, Nira dan Bu Dinda datang dan menemui Devina yang sedang menangis. Nira kaget saat melihat Devina seperti itu. Karena pada dasarnya, Devina bukanlah anak yang cengeng, ia jarang sekali menangis.
“Tante!” seru Devina lalu berlari ke arah Bu Dinda dan memeluknya erat-erat.
“Tenanglah Devina. Pasti tante akan bantu doa bersamamu.” kata Bu Dinda sambil mengelus-elus rambut lembut dan indah Devina.
177Please respect copyright.PENANABsuUsxKbi2
Beberapa menit kemudian para petugas pemadam kebakaran dibuat sibuk lagi karena api tiba-tiba menjadi besar, membuat orang-orang yang sedang menyaksikan, kabur menyelamatkan dirinya masing-masing. Dari arah depan, terdengar suara orang pemadam berbicara pada rekannya.
“Bapak, tidak korban yang kami ditemukan di lantai dua rumah ini.” katanya.
“Di seluruh lantai satu juga tidak ada pak.” ucap petugas yang lainnya.
“Pokoknya, padamkan dulu apinya, supaya tidak menyebar ke rumah lainnya.” Devina yang Mendengar pembicaraan mereka dari belakang, berteriak, “Papah! Mamah!” lalu memberontak, mencoba melepaskan diri dari pelukan Bu Dinda. “Devina jangan! Keadaan masih sangat berbahaya.” kata Bu Dinda. Tapi Devina tidak menyerah. Ia terus meronta-rontak dan akhirnya membuat Bu Dinda kewalahan. Devina pun berhasil melepaskan diri dan berusaha berlari ke depan. Tapi Nira menghentikannya dengan menggenggam tangan Devina. Lalu berkata, “Sadarlah Devina. Kamu mati apa?”
“Tapi orang tuaku-“
“Mereka sudah tidak ada. Dengan berlari mendatangi kerumunan api yang masih besar tidak akan membuat orang tuamu hidup lagi. Kau malah akan membuang-buang nyawamu saja.” batin Nira.
“Diam-diam!” banting Devina.
“Berpikiran jernih Dev.” kata Nira.
Devina sudah tak tahan lagi, seketika wajahnya banjir terpenuhi air matanya.
ns 15.158.61.6da2