Setelah selesai berganti baju, Irfan dan Devina sedang berjalan melalui lorong. Lalu mereka berhenti di per2an di lorong itu.
“Baiklah, rencana pertama kita adalah membebaskan Adit, Faren, dan Agus. Gunakan ramuannya hanya untuk mereka, jangan lakukan hal yang tidak penting. Kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan kita akan bertemu lagi di kamarku pukul 10 nanti. Mengerti?” tanya Irfan dengan suara yang dipelankan. Namun, saat ia hendak berjalan pergi, Irfan mengingat sesuatu yang belum ia katakan kepada Devina. “Oh iya, bagaimanapun, coba jangan berpapasan langsung dengan Wulan. Kalau ada dia lebih baik bersembunyi dan menghindar dulu. Dan satu lagi khusus untukmu, jangan mencari Putri Syafira. Biar aku saja yang menemukannya.” katanya kepada Devina. Devina mengangguk. “Baiklah, kita berpisah.” Lalu Irfan mengambil jalan kanan, sedangkan Devina mengambil jalan sebelah kiri.
Rencana pun dimulai. Setelah beberapa saat berjalan, ia tidak berpapasan dengan siapapun. Lorong sepi. Irfan berhenti dan mencoba menggunakan kekuatan pelacaknya. “Cih! Tidak terlalu jelas gara-gara tembok sihir itu sih,” keluhnya di dalam hati sambil berjalan. “Untuk mengambil kekuatan pelacakku, tembok itu harus dihancurkan dan itu hanya bisa dilakukan oleh Agus. Baiklah, aku harus cepat mengembalikan kesadarang mereka walaupun tanpa kekuatan pelacakku.” Irfan mempercepat jalannya. Barusannya Irfan berkata begitu, dari depannya, Irfan melihat Adit yang sedang berjalan kemari sambil menggendong Putra Syafira, dengan Pangeran Farenza yang bisa di belakangnya. “Itu mereka!” katanya, lalu memperhatikan sekeliling. “Sepertinya tidak ada orang. Tapi jangan gegabah dulu. Aku ikuti aja mereka dan saat mereka lengah, akan aku tuangkan ramuan itu kepada mereka.” pikirnya di dalam hati. Irfan mematok dan menggunakan topi nya untuk menutupi mukanya dan saat itu, Irfan berpapasan dengan Pangeran Aditya. Sekilas, Irfan berpapasan dengan Putri Syafira, dan kaget melihat mukanya yang kelihatan pucat.
“Kenapa? Ada apa dengannya?” tanya di dalam hati. Setelah Pangeran Farenza dan Aditya sudah agak jauh di depan, Irfan mengikutinya perlahan. “Seperti dugaanku, mereka menyakiti Putri Syafira dulu dan Saat Putri Syafira lelah mereka menggunakan kesempatan itu untuk mengembalikan pikirannya. Aku ikut mereka dulu, baru saat sudah aman keadaannya, aku akan serang mereka.”
Begitulah mulanya rencana Irfan, ia mengikuti Pangeran Farenza dan Aditya dengan jarak yang aman.
138Please respect copyright.PENANAsIGwMG1ulH
Tidak sampai 5 menit, mereka berhenti di sebuah ruangan dan masuk ke dalam. Irfan memantaunya di balik horden besar. Ketika Pangeran Farenza dan Aditya sudah keluar, Irfan pelan-pelan berjalan ke dalam ruangan itu. Namun, sebelum itu, Irfan tidak lupa untuk mengecek ada orang di dalam atau tidak dengan kekuatan pelacaknya. Walaupun masih bisa digunakan hasilnya tidak begitu bagus. Irfan melihat sekelilingnya dan membuka sedikit pintunya. Dari celah itu, ia melihat ke dalam.
“Baiklah sepertinya kosong.” katanya di dalam hati lalu. Tanpa mengeluarkan suara, Irfan masuk ke dalam. Ruangan itu gelap, satu-satunya cahaya hanya berasal dari satu lilin di samping kasur yang di situlah Putri Syafira dibaringkan. Jendela di dalam ruangan itu tertutup rapat dan ditutupi dengan horden tebal dan besar. Irfan mengendap-endap menuju kasur Putri Syafira. Ternyata bukan hanya mukanya yang pucat, tapi bajunya sobek dan penuh darah.
“Kejam sekali mereka sampai menikam Putri Syafira. Sekarang pertanyaannya, apakah Putri Syafira dikendalikan pikirannya atau tidak?” tanyanya di dalam hati. Pada waktu yang sama, pintu kembali terbuka.
138Please respect copyright.PENANADW5f4iItYq
138Please respect copyright.PENANARGbHp0iBq2