Devina yang masih duduk di sofa hanya mengangguk. Barulah setelah itu Pangeran Aditya pergi dan Devina menjadi benar-benar sendirian di dalam ruangan yang sangat luas tersebut. Devina menghela nafas, lalu berkata, “Sudah sampai sejauh ini, tapi malah disuruh diam dan menunggu. Padahal mamah ada di luar sana dan pasti sedang kesulitan,” Lalu ia menghela nafas lagi dan menyenderkan tubuhnya, lalu kepalanya di arahkan ke atas. “Tapi kalau pun aku mencoba untuk keluar dan mencoba mencari Irfan, yang ada aku malah kesasar di istanah yang luas ini.” lanjutnya.
Tak lama kemudian, saat Devina sedang bengong sambil melihat ke arah luar jendela, ada seseorang yang membuka pintu dari luar. Devina yang mengira itu Pangeran Aditya, segera bangkit lalu berkata, “Wah, ternyata Anda datangnya cepat sekali.” Namun, bukannya Pangeran Aditya yang masuk seperti dugaan Devina, seseorang lain masuk. Devina dan orang yang masuk tersebut sama-sama terkejut. “Si-siapa itu?” tanya Devina di dalam hati sambil memperhatikan orang yang berada di sebelah pintu itu, sedang mematung. Seorang pria dewasa yang umurnya sekitaran 60 tahun lebih menggunakan baju kerajaan.
“Em, siapa kamu? Apakah kamu tamu yang diundang oleh salah satu pangeran?” tanya orang tersebut.
“Ta-tamu?” Devina bingung menjelaskan keadaannya sekarang. “Aduh, siapa orang ini? Tapi sepertinya aku pernah melihatnya.” tanya Devina sambil mencoba mengingat-ingat.
“Tidak mungkin orang lain masuk ke istana ini selain dia tamu yang diundang, atau seseorang yang masuk dengan paksa.” katanya.
Devina yang tidak ingin membuat kesalahpahaman, mencoba membenarkan pernyataan tersebut. “Ti-tidak, saya bukan pencuri. Saya adalah tamu yang diundang oleh pangeran.” jawabnya, lalu berbicara di dalam hatinya. “Yang pasti dia anggota keluarga Kerajaan. Siapa lagi yang akan memakai pakaian seperti itu.”
“Pangeran siapa lebih tepatnyanya yang mengundangmu?” tanyanya.
“Pa-Pangeran Irfan.” jawab Devina agak terbata-bata.
“Oh, ternyata dia. Lalu siapa namamu?” tanyanya.
“Nama ya? Kata mereka keberadaanku masih tidak boleh diketahui orang lain di sini. Kalau begitu-” ucap Devina dalam hati, lalu menjawab, “Nama saya Devina. Saya teman dari Pangeran Irfan. Salam kenal.” kata Devina dengan sopan, sambil membungkukkan badannya, lalu mengangkat sedikit bagian bawah roknya, dan meletakkan kaki kanannya di belakang kaki kirinya. “Ternyata ada untungnya juga sering menonton film tentang putri-putri gitu.” gumam Devina di dalam hati.
“Oh, begitu. Kalau begitu, aku senang mengetahui Irfan memiliki teman secantik dirimu. Apa jangan-jangan kau tunangannya?” tanya orang itu, membuat Devina agar tersipu malu.
“Tu-tunangan?” Detak jantung Devina langsung tidak karuan.
“Sepertinya umur kalian sama,” kata orang itu sambil memperhatikan Devina dengan seksama. “Dasar anak itu memiliki kenangan tidak bilang-bilang,” katanya sambil menaruh tangannya di depan mukanya, lalu menggeleng gelengkan kepala. “Ya, tapi sepertinya kau adalah orang yang baik. Namun-”
“Tunggu-tunggu, Anda sudah salah paham. Saya bukan tunangan pangeran. Saya hanya temannya.” kata Devina yang menjadi malu sendiri.
“Oh, begitu ya. Baguslah. Aku tak akan membiarkan keponakanku memilih tunangannya tanpa sepengetahuanku.” kata orang itu.
“Keponakan?“ Apa jangan-jangan dia adalah raja yang dimaksud oleh Irfan itu? Itu berarti dia adalah kakekku?” tanya Devina pada dirinya di dalam hati.
“Habisnya aku tidak ingin dia mengalami hal yang sama dengannya.” katanya lagi. “Dengannya? Apa jangan-jangan maksudnya mamah?” tanya Devina dalam hati. Karena penasaran, Devina pun memberanikan diri untuk bertanya. “
“Apakah orang yang anda maksud itu adalah Putri Syafira?” tanya Devina dengan sopan.
“Oh, jadi kau tahu ya?” ujarnya.
“Hanya sedikit.” jawab Devina.
“Tapi kalau dilihat-lihat lagi, kau agak mirip dengan anakku, Putri Syafira. Mukamu sangat mirip dengannya. Hanya rambut dan warna matanya saja yang berbeda.”
“O-oh, begitu ya? Sungguh kebutuhan yang sangat pas sekali.” kata Devina sambil mencoba tertawa kecil.
“Ya, begitulah.” kata Sang Raja.
“Maaf jika ini terdengar lancang, tapi bolehkan saya mengajukan sebuah pertanyaan?” minta Devina.
“Pertanyaan soal apa?” tanya Sang Raja penasaran.
“Kenapa anda tidak membuat memperbolehkan Purti Syafira menikah dengan prajurit itu?” tanya Devina yang masih tidak setuju dengan ketetapan tersebut.
“Aku tidak tahu kenapa ada orang yang bertanya tentang hal yang bodoh dan sudah jelas itu.”
“Bodoh?” gumam Devina di dalam hati, yang merasa agak tersinggung.
“Tentu saja karena dia adalah seorang putri. Dengan ia menikahi prajurit yang statusnya jelas-jelas di bawahnya, itu akan menurunkan harga dirinya dan harga diri keluarga Kerajaan.” jawab Sang Raja.
“Hanya itu?” Devina semakin geram, lalu mengepal erat-erat kedua tangannya, mencoba untuk tidak lepas kendali. “Kalau tidak salah, Putri Syafira kabur dari istanah ya?” tanya Devina.
“Iya, itu benar.” jawabnya.
“Misalnya, jika Tuan Putri menikahinya, apa tanggapan Anda dan apa yang akan Anda lakukan?” tanya Devina penasaan.
“Yang pasti aku sudah mengeluarkannya dari keluarga kerajaan. Dengan itu, dia sudah lepas dari status Keluarga Kerajaan.” jawab Sang Raja.
“Mohon maaf, tapi apa artinya itu?” tanya Devina kurang mengerti.
“Aku sudah tidak menganggapnya sebagai anakku dan dia tidak akan mendapatkan haknya sebagai penerus tahta.” jawab Sanga Raja.
“Hanya karena dia menikah dengan prajurit itu?!” tanya Devina.
“Ketahui tempatmu.” sengit Sang Raja.
“Lalu siapa yang akan menjadi penerus tahtanya?” tanya Devina.
“Tentu saja Farenza. Dia adalah orang yang paling berhak mendapatkannya.” jawab Sang Raja.
“Lalu kenapa sampai sekarang anda masih mencarinya dan berharap Putri Syafira ketemu?” pertanyaan Devina itu membuat Sang Raja terkejut.
“Ba-bagaimana kau bisa tahu tentang hal itu?” tanya Sang Raja, membuat Devina akhirnya sadar akan kesalahannya. Seketika wajah Devina menjadi panik. “Informasi tentang itu sampai sekarang pun tidak pernah kami sebarkan ke publik. Seharusnya rakyat biasa sepertimu tidak tahu. Jadi siapa yang memberitahumu soal itu? Apakah itu Irfan?” tanya Sang Raja mulai sedikit naik pitam. Devina tak tahu harus menjawabnya bagaimana. Untunglah, tak lama kemudian, Pangeran Aditya datang sambil membawa nampan berisi kue-kue. Saat Pangeran Aditya masuk, ia terkejut melihat Raja Danis berdiri di ruangan tersebut, berhadap-hadapan dengan Devina. “Paman Danis? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanyanya, lalu melihat ke arah
Devina yang tampak takut.
“Aditya, apakah kau tahu mengenai anak ini?” tanya Sang Raja kepada Pangeran Aditya yang tampak ketakutan.
“Aaaa….”
“Apa kau tahu soal ini semua?” tanyanya kembali.
“Emmm….” Pangeran Aditya tidak tahu harus menjawab apa.
“Jawab!” bantin Raja Danis mulai Kesal.
“Y-ya, saya kenal anak ini.” jawab Pangeran Aditya.
“Apakah kau tahu soal anak ini yang tahu soal pencarian Syafira?”
“Ya, saya tahu.” jawab Pangeran Aditya dengan lantang sambil berjalan menuju Devina dan berhenti di depannya.
“Apa jangan-jangan kau yang memberitahu soal mencari Syafira?” tanya Raja Danis.
“Kurang lebih begitu.” jawab Pangeran Aditya.
“Pangeran.” ucap Devina dengan pelan. Pangeran Aditya yang sedang berhadap-hadapan dengan Raja Danis, menoleh ke arah Devina, lalu tersenyum tipis ke padanya.
“Kamu ini benar-benar ya. Kau tahu itu informasi yang sangat rahasia dan kita berjanji itu tidak memberitahukannya kepada masyarakat. Kau ingatkan?!” sengit Raja Danis.
Di saat yang sama saat Raja Denis berbicara, Pangeran Aditya tidak mendengarkan dan malah menoleh ke arah belakang dan bertanya kepadanya Devina.
“Kau belum memberitahunya tentang identitasmu kan?”
Lalu Devina menjawab, “Kalian sendirilah yang menyuruh saya untuk menyembunyikannya.”
Gara-gara Pangeran Aditya yang tak mendengarkan, Raja Danis jadi marah besar. “Hei! Kalian dengar tidak?” batinnya, membuat Devina menjadi terkejut dan saat melihat muka Raja Danis, ia ketakutan. “Sungguh tidak sopan. Ketahuilah posisi kalian,” katanya lagi, lalu menunjuk keluar pintu. “Kau, cepat pergi dari istana ini dan jangan kemari atau bertemu dengan para pangeran lagi.” katanya kepada Devina. “Tunggu sebentar Yang Mulia-” Karena sudah kesal, Raja Danis tidak ingin mendengarkan alasan Devina lagi.
“Aku sudah berbaik hati untuk tidak memanggil penjaga. Tapi jika kau tidak mau pergi dan mendengarkanku, aku tidak akan ragu-ragu untuk memanggil mereka.” ancamnya.
“Paman, tolong jangan.” Pangeran Aditya pun mencoba untuk membela Devina.
“Diam kamu!” batinnya kepada Pangeran Aditya, lalu kembali menatap Devina dengan tajam. “Sekarang keluarlah dari istanah. Jaga mulutmu rapat-rapat. Jangan sampai informasi tentang pencarian Putri Syafira tersebar luas. Kalau kamu berani menentang perintahku, kepalamu akan kupegal.” ancam Raja Danis kepada Devina. Membuatnya menelan ludah.
“Paman, tunggu sebentar-” kata Pangeran Aditya. Namun kerena Raja Danis sudah terlihat sangat marah, Pangeran Aditya tidak berani berkata apa-apa lagi. Terpaksa Devina berjalan pergi meninggalkan istana.
“Kalian, temani dia!” perintah Raja Danis kepada dua pengawalnya.
“Baik!” jawab mereka serentak.
“Dan kamu, mengertikan?” tanya Raja Danis kepada pengawal yang lain, yang berada di belakangnya. Penjaga itu mengangguk lalu mengikuti dua pengawal yang membawa Devina pergi keluar istanah. Sementara itu, Pangeran Aditya hanya bisa diam melihat halnua.
“Aditya, kuti aku.” perintah Raja Danis kepada Pangeran Aditya, lalu berjalan duluan. Pangeran Aditya yang hanya bisa menelan ludah dan pasrah, dengan perasaan agak takuk, ia mengikutinya.
Di sisi lain, saat Devina sedang berjalan melalui lorong istanah, ia berpapasan dengan Pangeran Farenza, yang saat itu sedang kedatangan tamu. Namun, ia tidak mengambil tindakan. Lebih parahnya, Pangeran Farenza membuang mukanya, tak melihati Devina. Devina hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia juga tidak berani mengambil tindakan yang macam-macam.
140Please respect copyright.PENANAthjIJbGFwG