Di sisi lain, ketika Wulan berhasil menguasai ibu kota, datanglah Irfan, Devina, dan Putri Syafira menggunakan kekuatan teleportasi. Mereka telah sampai di ruangan bawah tanah istana, tempat teleportasi Puri Syafira 16 tahun yang lalu dan menjadi tempat para penyihir melacak dan mencoba membuka portal ke dunia Devina untuk menemukan Putri Syafira. Namun, karena keadaan yang sedang begini, para penyihir sedang berusaha melawan Wulan dan pasukannya.
“Untung masih bisa dipakai.” kata Putri Syafira lega. Devina melihat sekeliling tempat yang sangat asing baginya. “Tempat apa ini?” tanyanya.
“Ini adalah ruangan bawah tanah, tempat mamah dan papah berteleportasi ke dunia kita.? jawab Putri Syafira.
“Ini juga tempat menyedihkan para penyihir dan pengawal demi mencari Putri Syafira dan Agus.” Irfan melanjutkan.
“Oh, tapi kenapa reportasinya ke sini? tanya Devina.
“Karena ini tempat yang paling aman untuk melakukannya.” jawab Irfan.
“Ayo, kita cepat. Kita tidak boleh berlama-lama di sini!” kata Putri Syafira lalu berlari menuju tangga yang menjadi satu-satunya jalan keluar.
“Baik!” jawab Irfan dan Devina bersama.
Ruangan bawah tanah adalah ruangan paling bawah dari istana. Membutuhkan waktu 5 menit lebih untuk keluar dari sana. Saat sedang berlari sambil menaiki tangga, Devina yang berada di belakang Irfan, bertanya kepadanya. “Irfan bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanyanya.
“Apa?” tanya Irfan.
“Kau tadi bilang ini adalah tempat yang paling aman untuk berteleportasi, memang kenapa? Apa dengan tempat ini?” tanya Devina.
“Sesuai kekuatan pelacakku, semua bagian dari istana sudah dipenuhi oleh orang-orang yang dikendalikan pikirannya oleh Wulan.” jawab Irfan.
“Orang-orang? Apakah artinya Wulan telah memanipulasi para penjaga?” tanya Devina.
“Ada sih beberapa, tapi kebanyakan yang Wulan kendalikan pikirannya adalah warga biasa.” jawab Irfan.
“Loh? Kenapa?” tanya Devina tidak mengerti. Tapi malah membuat Irfan tambah kebingungan dengan pertanyaan Devina. “Apanya kenapa?” tanya Irfan kembali. “Kenapa harus memanipulasi warga yang tidak mempunyai kekuatan? Kenapa tidak langsung memanipulasi pengawal untuk menyerang istana atau langsung memanipulasi Raja Danis untuk memberikan kekuasaan?” tanya Devina.
“Karena Raja Danis dan semua pengawal kuat untuk Wulan manipulasinya. Apa lagi jumlah para pengawal itu banyak.” jawab Irfan.
“Tapi bukannya banyakkan warga daripada pengawal?” tanya Devina masih belum mengerti.
“Emang itu benar, tapi seperti yang kau katakan tadi, warga biasa tidak memiliki kekuatan. Mereka cenderung lemah dan gampang untuk menjadi sasaran Wulan.” “Oh, begitu.” Devina mulai mengerti.
“Kalau soal kekuatan mereka memang lemah, tapi karena jumlah mereka banyak dan berkali-kali lipat dari para pengawal, mereka bisa dengan mudah mengalahkannya.” jelas Irfan lagi.
“Kalau memang begitu, bagaimana dengan Pangeran Farenza dan Pangeran Aditya? Mereka sangat kuat bukan? Kenapa mereka bisa dimanipulasi oleh Wulan?” tanya Devina.
“Dugaanku sih karena saat ingin dimanipulasi pikirannya oleh Wulan, mereka sedang dalam kondisi lemah. Seperti Adit saat di rumah tadi, ia lemah, bahkan dia tidak punya kekuatan untuk berjalan dengan benar.” jelas Irfan.
“Itu berarti Pangeran Farenza dimanipulasi saat dia sedang lemah?” tebak Devina.
“Ya, sepertinya sih begitu.” jawab Irfan. Dan tidak lama kemudian, sebuah pintu yang mereka duga jalan keluar, tampak.
“Kalian berdua, lihat!” kata Putri Syafira yang berada di paling depan, sambil menunjuk pintu tersebut.
“Oh iya.” ujar Devina. Putri Syafira yang sudah berada di depan pintu, meraih gagang, sambil berkata, “Baiklah, kita sudah sampai. Apapun yang terjadi, jangan lengah. Tetap pada rencana, kalian mengerti?” tanya Putri Syafira. Devina dan Irfan mengganggu. Lalu di bukalah pintu olehnya. Saat yang sama, “Aneh sekali. Pintunya tidak terkunci. Bukannya harusnya tempat ini dijaga baik-baik oleh penjaga? Hah? Apa jangan-jangan? Devina!” Irfan segera menarik tangan Devina dan membawanya ke samping pintu. Menenutup mulut Devina rapat-rapat sambil memeluknya dengan erat. Di saat yang sama, Putri Syafira sedang hendak membuka pintunya. Dari luar pintu, sebuah bola kecil dilemparkan kepada Putri Syafira. Bola itu menarik Putri Syafira keluar dengan paksa dan meledakkan dirinya. Dari bola kecil itu menjadi sebuah jaring yang sangat kuat mengikat tubuh Putri Syafira. Devina terkejut melihatnya dan hampir mengeluarkan suara. Irfan spontan menutup mulutnya.
“Siapa itu?” tanya salah satu pengawal.
“Coba cek!” perintah seseorang.
“I-itu suara Wulan?” tebak Irfan di dalam hati. Dengan perintah Wulan, Agus pun berjalan menuju pintu.
“Tunggu!” seru Putri Syafira, membuat Agus berhenti. “Kenapa kalian di sini? Atau pertanyaan lebih tepatnya, kenapa kau tahu aku akan berada di sini?” tanya Putri Syafira, mencoba mengalihkan perhatian Agus, Wulan, dan 5 orang lain yang berada di sana yang telah dimanipulasi pikirannya oleh Wulan, sambil mencoba memberontak. Ia mencoba melepaskan dirinya dari ikatan tali yang sangat kuat itu. Wulan tertawa. “Kau saja yang terlalu bodoh. Bisa-bisanya tidak tahu ini adalah perangkap.” katanya.
“Apa maksudmu?” tanya Putri Syafira.
“Wulan tersenyum sinis. “Agus, angkat dia, tapi jangan sampai dia kabur.” perintahnya. Agus segera melakukan perintah Wulan dan tidak jadi mengecek keadaan di balik pintu dan ruangan lantai bawah tanah. Agus mengangkat Putri Syafira. “Kau ini memang bodoh ya. Aku sengaja memerintah Agus untuk membuat tempat ini tidak bisa dilacak dan tidak menghalangi sihir untuk masuk ke tempat ini agar kau datang ke sini tanpa berpikir lagi.” lanjutnya.
“A-apa katamu?” tanya Putri Syafira.
Wulan kembali tertawa. “Karena aku tahu kalau kekuatan teleportasi buatanmu itu hanya bisa digunakan di tempat ini saja.” katanya.
“Apa maksudmu tidak menghalangi sihir untuk masuk? Memang apa yang menghalanginya?” tanya Putri Syafira.
“Lihatlah keluar.” kata Wulan sambil menunjuk jendela di sampingnya. Putri Syafira kaget dan terbelalak saat melihat tembok sihir yang menutupi seluruh bagian ibu kota sampai ke langit-langit.
“A-apa yang kau lakukan?” tanya Putri Syafira terkejut.
Wulan lalu tertawa gembira. “Aku telah menyuruh Agus untuk membuatnya agar mempermudahku memanipulasi orang-orang.” katanya.
“Hah? Berarti memang benar kata Irfan, Wulan telah memanipulasi warga di kota ini.” kata Putri Syafira di dalam hati. “A-apa katamu? Apa yang kau lakukan pada orang-orang tidak bersalah itu?” bentak Putri Syafira, tanpa tapi malah membuat Wulan tertawa. “Kau bukan hanya memanipulasi Agus, Adit, Faren, dan 5 orang di belakangmu, tapi satu negara.” lanjut Putri Syafira berpura-pura tidak tahu.
“Bukan satu negara, tapi baru ibukota saja.” jawab Wulan.
“Baru saja ibukota? Apakah rencanamu untuk memanipulasi satu negara Celestia?” tanya Putri Syafira.
“Tidak juga sih. Aku hanya ingin membuat mereka tunduk kepadaku, dan kau adalah orang yang ku butuhkan untuk memainkan skenario yang sudah kubuat.” kata Wulan sambil tersenyum sinis.
“Skenario? Apa maksudmu?” tanya Putri Syafira.
“Akan kukatakan nanti. Tapi sekarang, ikuti aku dulu,” Lalu ia berjalan menuju pintu keluar. “Agus, bawa dia!” perintahnya, lalu keluar. 192Please respect copyright.PENANAy0O9poKPul