“Devina, perlahan-lahan dan ikuti aku.” kata Irfan dengan suara yang sangat pelan, agar tidak ada yang mendengarnya. Irfan dan Devina sedang menyelinap di balik tiang tembok lorong istana yang sepi, dengan tujuan: pergi ke ruangan pengawal yang berada di bagian istana paling pojok istanah.
“Ngomong-ngomong apa kita lakukan di ruangan pengawal itu?” tanya Devina dengan berbisik, sambil mengikuti Irfan dari belakang. Irfan berhenti lalu menoleh ke arahnya. ‘Aduh, kamu ini... Tadi kan aku sudah jelaskan.” protesnya.
“Maafkan aku. Kau terburu-buru sih , jadi aku tidak bisa mendengarkannya dengan baik.” kata Devina.
“Ah, kamu ini.” ucapnya pelan, tapi malah mempercepat jalannya dan meninggalkannya di belakang.
“Hei, jangan tinggalkan aku dong.” kata Devina. Irfan kembali berhenti lalu menoleh ke belakang. “Berisik!” katanya. Devina segera menurut menutup mulutnya. “Ayo cepat jalan dan jangan banyak bicara.” ketus Irfan. Devina mengangguk dan tanpa berbicara lagi, ia mengikuti Irfan.
135Please respect copyright.PENANALeZTXJicBC
Akhirnya, setelah mereka berjalan sambil bersembunyi-sembunyi, mereka sampai di depan pintu ruangan para pengawas. Irfan mencoba menggunakan kekuatan pelacak untuk melacak apakah ada orang di dalam atau tidak.
“Irfan, kau memang masih bisa menggunakan kekuatan pelacakmu?” bisik Devina.
“Berisik!” batin Irfan dengan suara pelan. “Ayo, masuk.” lanjutnya, sambil berjalan masuk.
“Oh, ternyata dia masih bisa. Kukira dia sudah tidak bisa.” pikir Devina di dalam hati, lalu masuklah mereka ke dalam. Ternyata benar, tidak ada orang yang dalam. “Hebat juga nih anak. Bisa begitu ya?” kata Devina di dalam hati.
“Baiklah, akan kuulangi rencana kita. Kita di sini untuk menyamar dengan baju para pengawal.” jelas Irfan.
“Tadi aku sempat bertanya tapi kau tidak menjawab. Emangnya kita tidak ketahuan oleh orang yang lain?” tanya Devina kembali kepada Irfan yang sekarang sedang mengambil baju seragam pengawal di dalam sebuah lemari. “Selama kita tidak berpapasan dengan bulan, kita akan baik-baik saja. Yang kita lakukan hanyalah membuntuti mereka sampai skenarionya dimulai.” jelasnya.
“Lalu apa yang kita lakukan setelah skenarionya dimulai?” tanya Devina.
“Apapun itu, yang penting kita harus bisa membalikan keadaan.” jawab Irfan.
“Kenapa kita tidak tanya langsung ke mamah dengan berlian merah? Atau bertanya ke orang yang termanipulasi?” tanya Devina.
“Kalau bertanya ke Putri Syafira, aku punya firasat buruk kalau putri sudah di manipulasi. Kalau kita bertanya ke orang yang telah termanipulasi, yang ada mereka malah menangkap kita.” jawab Irfan.
“Tapi bukannya kita bisa membebaskan mereka dengan ramuan yang dibuat mamah untuk menyadarkan pikiran?” tanya Devina.
“Nah, itu yang termasuk rencana kita. Rencana kita selanjutnya adalah menyadarkan Arif, Adit, dan, Agus, mereka adalah prioritas pertama kita. Jadi, jika berpapasan dengan salah satu dari mereka, lakukanlah. Tapi jika tidak memungkinkan, jangan lakukan dan .angan bersikap ceroboh. Ramuan ini sangat terbatas, jadi jangan membuang-buang. Jangan lupa, kita harus membebaskan Putri Syafira juga.” ulang Irfan.
“Kalau begitu, kita bisa bertanya pada mereka setelah mereka sadar?” tanya Devina. “Bukannya sudah kubilang, orang yang sudah tersadar tidak akan ingat apa yang dilakukan saat dimanipulasi oleh Wulan?” jawab Irfan.
“Oh iya, aku ingat.” kata Devina. Irfan tersenyum lalu melemparkan baju pengawal ke Devina. “Tangkap!” katanya. Devina punya pun menangkapnya, walaupun hampir terjatuh. “Jangan lupa pakai lensa kekuatan lensa kontak yang kuberikan tadi.” kata Irfan mengingatkan. Selain menyamar dengan baju penjaga di istana, mereka juga akan menyamar dengan lensa kotak berwarna biru tua seperti mata orang-orang yang termanipulasi oleh Wulan. Sebelum mereka dikeluarkan oleh Raja Danis, Irfan sudah menyiapkan sebuah lensa kontak berwarna putih yang ia miliki kamarnya, lalu saat di rumah Bu Dinda, ia meminta bantuan Putri Syafira untuk menggunakan sihirnya untuk mengubah lensa kontak yang awalnya berwarna putih menjadi berwarna biru.
“Aku akan ganti di ruangan sebelah. Kalau sudah selesai, bilang ya, dan jangan ke mana-mana.” kata Irfan dengan nada mengancam, lalu berjalan menuju pintu yang menghubungkannya dengan ruangan ganti para pengawal.
135Please respect copyright.PENANATJquEKpNCh
135Please respect copyright.PENANAPIiA5SEpkV