Chandra dan Raja memutuskan untuk mengunjungi Reva dan Kayla di UKS. Saat ini ruangan UKS sudah sepi. Yang tersisa hanyalah Reva dan Kayla yang masih pingsan. Ruang ini terletak di lantai 1, yang berada di urutan paling pojok gedung. Di ruangan UKS juga tidak di jendela ataupun CCTV. Di ruangan UKS terdapat 6 kasur untuk orang sakit ditidurkan. Setiap kasur dipisah dengan tirai besar tidak tembus pandang. Jadi jika tirai sudah dipasang tidak ada yang bisa mengintip. Di pojok ruangan, atau lebih tepatnya di depan kasur paling pojok, yang di sanalah Kayla ditidurkan, ada sebuah lemari tinggi, yang tingginya hampir sejajar dengan dinding. Di dalam lemari itu diletakkan banyak hal, seperti alat-alat kesehatan, obat-obatan, buku, seragam putih untuk petugas piket UKS, bahkan ada matras. Raja dan Chandra yang sudah berada di dalam UKS segera menghampiri Reva.
“Reva!” manggil Raja dari belakang.
“Reva menoleh dan menjawab, “Chandra, Raja? Ada apa?” Gimana sih pembunuhnya, ketangkap?” tanya Reva.
“Soal itu... nggak,” jawab Chandra sambil memegang pundaknya sediri. “Tapi gua tahu siapa dalang dari semua ini.” lanjutnya.
Reva yang terkejut langsung bangkit dari kursinya yang ia duduki, membuat suara bising.
“Hei! Pelan-pelan. Nanti Kayla bangun loh.” kata Taja.
“Maaf-maaf,” kata Reva lalu berjalan menghampiri Chandra. Setelah itu berbisik kepada Chandra, “Lu beneran udah tahu siapa pelakunya?”
Chandra tersenyum lalu menjawab, “Ayo kita bahas di luar saja. Kasian nanti Kayla keganggu.”
“Oke-oke.” jawab Reva.
“Raja, tolong jaga Kayla sebentar ya.” pinta Chandra.
Raja mengacungkan jempol, tanda bahwa ia setuju. Setelah Raja setuju Reva dan Chandra pun keluar dan membahasnya di samping ruangan tersebut.
“Sekarang kita sudah berada di luar, jadi tolong jawablah pertanyaan gua yang tadi, lu sudah tahu siapa pelakunya?”
“Lu penasaran banget ya? Kenapa? Lu sudah tahu juga kah siapa pelakunya?” tanya Chandra balik.
“Jangan menghina gua deh.” ketuk Reva lalu membuang muka.
“Gua nggak pernah menghina lu kok. Gua cuma penasaran aja.” jawab Chandra.
“Nggak, gua belum tahu. Senang?!” Chandra hanya tersenyum. “Sekarang, jawablah pertanyaan gua. Jangan mencoba untuk mengeles lagi.”
“Iya, maaf,” kemudian Chandra memasang wajah seriusnya. Pandangan matanya kosong. Senyumannya pun seketika menghilang. “Iya, gua tahu siapa pelakunya.” Reva yang sudah menduga hal itu tidak terkejut lagi. “Dari kapan lu tahu?” tanya Reva.
“Semenjak kasus pembunuhan pembunuhan Gerald,” jawab Chandra, membuat Reva kembali tercengang. “Awalnya gua nggak begitu yakin. Tapi setelah kejadian kali ini, akhirnya gua bisa mendapatkan bukti kalau benar itu dia.”
“Jadi maksud kesimpulan lu tadi, orang yang mendalangi kejadian kali ini dan membunuh Gerald, itu orangnya sama?” tebak Reva.
“Iya.” jawab Chandra.
“Dari mana lu tahu? Lu punya buktinya?”
“Ya, gua punya. Banyak malahan. Atau lu punya dugaan lain tentang siapa dibalik ini semua?” tanya Chandra.
“E-enggak,” jawab Reva mulai merasa lemas. “Lalu apa yang akan lu lakukan kepadanya? Melapor ke polisi kan, atau apa?” tanya Reva.
“Baiknya sih begitu ya. Tapi gua berpikir hanya dengan melakukan itu tidak akan membalaskan dendam Gerald.”
“Jadi apa yang mau lu lakukan?” tanya Reva sambil menelan ludahnya.
“Yang paling parah mungkin membunuhnya.” jawab Chandra dengan muka sok polosnya.
“Tidak, lu nggak boleh!” seru Revan.
“Kenapa? Gua hanya ingin membalaskan dendam Gerald dan orang lain yang memilikinya kok."
"Lalu bagaimana jika lu malah di tangkap polisi nanti?"
"Kenapa mereka menangkap gua? Apakah karena gua membunuh seorang pembunuh yang sudah melakukan pembunuhan dengan cara yang keji dua kali?"
"Tapi itu terlalu berlebihan. Lalu bagaimana kalau iya? Bagaimana kalau lu malah ditangkap?"
"Tenang aja, gua nggak takut kok. Kalau itu pun terjadi, gua tinggal minta ke orang tua gua untuk membayar uang tebusan keluar penjara. Jadi gua nggak akan ditangkap deh dengan waktu yang lama.” kata Chandra dengan tenang.
“Jangan!” larang Reva.
“Kenapa? Apakah lu mencoba melindungi pelakunya?” tanya Chandra.
“E-enggak. Tapi-“
“Gue sudah membulatkan keputusan, dan saat itu terjadi tak ada bisa melakukan apa-apa, termasuk lu,” Reva tidak membalas sepatah katapun. Perasaan Reva kacau balau. “Baiklah, karena pembicaranya sudah selesai, gua dan Raja masih ada urusan lain. Lu tolong temenin Kayla lagi ya. Nanti kalau udah mau pulang, bilang gua.” kata Chandra lalu ia melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah, Reva manggilnya, “Tunggu!” katanya, membuat Chandra berhenti lalu menoleh. “Oke, terserah lu mau berbuat apa ke sih pembunuh itu, itu juga bukan urusan gua.”
Chandra tersenyum lalu berkata, “Bagus deh kalau begitu.”
“Tapi bolehkah gua bertanya.” pinta Reva.
“Tentu. Mau tanya apa?” jawab Chandra.
“Apa yang akan dilakukan setelah ini? Apakah lu akan pulang?”
“Maunya sih pulang ya. Tapi bagaimana dengan Kayla? Lagi pula ekskul kan belum selesai. Tapi kalau Raja nggak tahu deh,” jawab Chandra.
“Tolong bilangin Pak Ayib gua izin. Dan untuk Kayla, biar gua aja yang nganterin dia pulang.”
“Beneran?” tanya Chandra.
“Iya. Nanti gua akan minta tolong orang tua gua untuk nganterin dulu Kayla sampai rumahnya.”
“Oh iya, lu kan diantar jemput sama orang tua lu,” kata Chandra, baru mengigatnya. ‘Oke-oke deh, makasih ya.” kata Chandra lalu melambaikan tangan dan kembali melangkah menuju ruangan kelas, Reva pun mengikutinya dari belakang.
Chandra yang sudah sedang berada di dalam ruang UKS segera memanggil Raja.
“Raja, yuk!” ajaknya. P
“Tapi, Kayla bagaimana?” tanya Raja.
“Nanti Reva yang akan nganterin Kayla pulang bareng orang tuanya.” jelas Chandra.
“Oh, gitu. Yaudah deh. Makasih ya.” kata Raja lalu bangkit dari kursinya.
“Reva, kita pergi dulu ya. Tolong jaga Kayla lagi ya.” kata Chandra.
“Iya, gua akan jagain dia.” kata Kayla. Namun kali ini terdengar seperti nada senang.
Setelah berpamitan dengan Reva, Chandra dan Raja melangkah keluar dari ruangan tersebut. Saat di perjalanan, “Eh, Chan!” panggil Raja.
“Napa?” tanya Chandra, tetap fokus menglihat ke depan.
“Gua nggak bermaksud mengingkari janji, tapi gua agak pesaran.”
“Tentang?” tanya Chandra.
“Tentang kita mau ke mana sekarang ini?” tanya Raja.
“Kita mau ke lokasi kejadian tadi-“ jawab Chandra.
“Mau ngapa-“ Raja berhentilah bicara karena Chandra memberikan isyarat kepadanya menggunakan tangannya, untuk diam.
“Gua belum selesai ngomong.” kata Chandra lagi.
“Maaf.” kata Raja.
“Kita mau membersihkan ruangan itu dari darah sih korban,” jelas Chandra lalu berbalik ke arah Raja. Setelah itu berkata, “Tapi pertama, kita ambil dulu alat-alatnya dari gudang.”
“Yahhh, capek dong.” keluh Raja. Chandra menatap tajam ke arah Raja. “Apa? Lu enggak pernah bilang nggak boleh mengeluhkan?” kata Raja.
Chandra menghela nafas, lalu tiba-tiba ia tersenyum dan tertawa, membuat bingung Raja.
“Bolehkah gua bertanya soal keadaan lu? Karena sekarang gua merasa khawatir.” tanya Raja.
Chandra berhenti tertawa lalu menghapus air matanya yang keluar karena terlalu banyak tertawa. “Enggak, nggak usah. Gua nggak apa-apa.” katanya.
“O-ohh oke.”
Setelah Chandra melihat pukul berapa inj sekarang menggunakan jam tangannya, ia berkata, “Kita keburu yuk. Sebelum ketahuan sama orang lain.”
“Loh? Berarti belum ada yang tahu?” gumam Raja di dalam hati.
Sedangkan Chandra sudah berada jauh di depannya. “Woi, ayo napa! Lama banget sih.” ejek Chandra.
Raja yang tidak mau kalah segera berlari menuju Chandra. Lalu bukannya berhenti, dia malah mendahuluinya.
“Lama bener.” ejek balik Raja. Chandra pun ikut lari. Ia juga tidak ingin kalah dari Raja.
194Please respect copyright.PENANAfVNU4koNcw
Di sisi lain, sesudah Chandra dan Raja keluar dari ruangan UKS, Reva yang awalnya hanya duduk sambil memerhatikan Kayla yang masih berbaring, bangkit perlahan-lahan dari kursinya, agat tidak membuat suara bising yang akan mengganggu Kayla. Lalu ia berjalan menuju meja yang berada di depan, yang letaknya bersebelahan dengan pintu masuk. Setelah itu Reva membuka salah satu lacinya, yang di dalam terdapat buku absen, sebuah pisau yang masih baru dan belum dibuka, dan beberapa benda lainnya.
“Tenang saja, akan gua lindungi elu, seperti yang selalu engkau lakukan kepadaku.” kata Reva dalam hati lalu mengambil pisau tersebut, dan membalikan badannya. Matanya sekarang fokus memerhatikan Kayla.
194Please respect copyright.PENANA56C3TLzdAj
194Please respect copyright.PENANA6cuAKv2VRG