Bel istirahat telah berbunyi. Walaupun telah terjadi pembunuhan tadi pagi, itu tidak mempengaruhi bertapa ramainya kantin saat jam istirahat oleh karena diserbu murid-murid. Bel yang telah berbunyi membuat Chandra terburu-buru ingin keluar. Karena tasnya dan tas seluruh murid kelas Chandra berada di atas, tidak ada lagi yang harus dirapihkan saat ia ingin keluar kelas. Bahkan, tadi mereka belajar tanpa menggunakan buku. Sementara itu, Bian sudah menunggu Chandra diluar. Saat Chandra baru saja membuka pintu dan ingin mengeluari ruangan perpustakaan, Bian langsung menghampirinya. 250Please respect copyright.PENANAkt3Ek42GKm
“Lho? Masih dibawa aja tuh buku.” tanya Bian sambil menunjuk sebuah buku yang dibawa Chandra, yang Chandra gunakan untuk mencatat hal-hal penting dalam penyelidikannya.
“Dibawalah. Ini kan untuk untuk mencatat hal-hal penting dalam penyelidikan.” jawab Chandra.
“Buku paket buat pelajaran di tinggal. Sementara itu dibawa.” kata Bian tidak percaya.
“Setidaknya gua bisa menggunakan buku ini untuk mencatat materi pelajaran yang penting. Gak kaya lu yang bengong aja saat guru menerangkan.” ejek Chandra balik sambil berjalan bersama Bian di sampingnya.
“Lu benar-benar mau bertanya kepada dia?” tanya Bian mengalihkan pembicaraan.
“Mungkin dia punya petunjuk tentang sih dalang itu. Tidak mungkinkan dia melakukannya sendiri.” jawab Chandra.
“Apa jangan-jangan dia orangnya?” tebak Bian berkata tanpa bukti.
“Tidak mungkin seorang guru SMA negeri melakukan hal seperti itu. Apalagi dia sudah berkeluarga.” kata Chandra menentang perkataan Bian.
“Mungkin saja. Diakan punya akses hampir ke seluruh kelas dan hal-hal yang di sekolah ini. CCTV, kunci kelas, bawaannya seperti OB. Dia tinggal memintan bantuannya. Jadi bisa saja dia pelakunyak kan?”
“Dari pada berdebat akan hal yang tidak penting, mending kita cari tahu langsung dari orangnya.” usul Chandra. Bian pun setuju dan mereka sepakat untuk membahasnya nanti setelah bertanya dengannya.
250Please respect copyright.PENANAXJ0peU5iqj
Chandra dan Bian telah sampai di ruang guru ruang guru. Saat itu, ruang guru kosong. Hanya ada beberapa orang saja, termasuk guru-guru.
“Buset! Sepi benar. Bahkan lebih sepi dari pada kelas kita. Pada ke mana guru-gurunya coba?” tanya Bian sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Mereka pasti sedang mengurusi kasus hari ini,” jawab Chandra dengan santai, lalu memperhatikan sekelilingnya. “Nah, itu dia.” ucap Chandra setelah berhasil menemukan orang yang incar.
Tanpa menunggu Bian, Chandra berjalan duluan menujunya meja salah satu guru. “Permisi.” kata Chandra dengan sopan kepada Pak Hasan, guru seni budayanya, yang sedang menikmati makanannya.
Pak Hasan menoleh ke arah sumber suara. “Oh, kalian. Ada apa?” tanyanya lalu meletakkan sendok yang ia gunakan untuk makan.
“Saya akan langsung ke intinya. Apakah bapak bekerja sama dengan orang yang membunuh Arsyad hari ini?” tanya Chandra dengan lantang, membuat Pak Hasan keselak.
“Karena bertanya ke bapak?” tanya Pak Hasan.
“Karena saya sudah tahu semuanya tentang bapak dan Bian yang melakukan pembunuhan palsu itu.” jawab Chandra.
Pak Hasan tersenyum sinis lalu menjawab, “Bapak memang gak bisa menipu kamu ya.”
“Saya tidak ingin mengancam Bapak. Jadi tolong jawablah.” pinta Chandra.
Pak Hasan melihat ke arah Bian yang ada di belakang Chandra. Chandra yang tidak suka diabaikan, menatap tajam Pak Hasan, membuat pandangan Pak Hasan menuju kepadanya lagi.
“Anak pinter mah emang gak bisa dilawan.” kata Pak Hasan.
“Jadi bagaimana, apakah benar bapak melakukan kerja bekerja sama dengan sih dalang?” ulang Chandra mulai tak bisa sabar.
“Bapak tidak tahu siapa itu sih dalang, tapi memang benar bapak bekerja sama dengan seseorang.” jawab Pak Hasan.
“Dan boleh saya tahu siapa orang itu?” tanya Candra.
“Kalau itu bapak tidak tahu.” jawab Pak Hasan.
“Loh?! Kok bisa sampai nggak tahu pak?” tanya Bian.
Tolong Pak, jawab jujur.” kata Chandra.
“Bapak beneran nggak tahu. Saat Bapak baru saja selesai mengajar, ada selembaran surat di atas meja. Isinya tentang dia yang menawarkan bapak untuk berkerja sama dengan imbalan uang.” jelas Pak Hasan.
“Lalu bapak setuju! Bapak ingin melakukannya?” tanya Chandra.
“Karena saat itu Bapak tidak tahu kerja sama dalam hal apa, jada bapak menolaknya.” jawab Pak Hasan.
“Hanya itu saja?” tanya Chandra.
“Oh iya, dia juga meminta Bapak datang ke ruangan rapat.” jawab Pak Hasan.
“Yang digunakan sebagai panggung pertunjukan Bian?” tebak Chandra.
“Ya.” jawab Pak Hasan.
“Lalu apa yang terjadi setelahnya? Gak mungkinkan bapak disuruh ke sana tanpa ada orang yang Bapak temui?” tanya Bian.
“Setelah itu…” kata-kata Pak Hasan berhenti sampai sana. “Setelah itu…” wajahnya tampak kebingungan lalu ia mengacak-acak rambutnya.
“Pak Hasan, ada apa?” tanya Chandra mengerutkan jidatnya.
“Aduh… kenapa aku bisa lupa sih?” tanya Pak Hasan kepada dirinya sendiri, sambil terus-terusan mengacak-ngacak rambutnya.
“Ada apa?” tanya Bian.
“Entah bagaimana, bapak lupa. Aduh… bagaimana bisa?“ tanya Pak Hasan kepada dirinya sendiri.
“Itulah yang harus kita tanyakan pada bapak.” kata Chandra di dalam hati.
Bian mencolek tangan Chandra sambil berkata, “Chandra, ke sini sebentar deh.” “Kenapa?” tanya Chandra.
“Sebentar aja.” kata Bian sambil melangkah perlahan ke belakang.
Chandra pun terpaksa menoleh kebelakang dan mengikuti Bian. Mereka berhenti di depan pintu ruang guru tersebut yang jaraknya cukup jauh dari meja Pak Hasan.
“Ada apa?” tanya Chandra dengan nada lesuh.
“Menurutmu Pak Hasan berbohong tidak?” tanya Bian sambil terus memperhatikan Pak Hasan.
Chandra menoleh ke belakang melihat ke arah Pak Hasan yang masih tampak kebingungan. “Entahlah. Kelihatannya sih dia memang sangat meyakinkan.” jawab Chandra yang juga masih tidak yakin.
“Tapi tidak mungkin dia bisa tiba-tiba saja melupakannya kan?” tanya Bian.
“Iya, itu benar. Satu-satunya hal yang bisa gua pikirkan bagaimana cara itu terjadi adalah dicuci otak atau dihipnotis oleh sih dalang.” kata Chandra.
“Gua juga berpikir begitu. Namun, jika itu benar, artinya sih dalang itu lebih berbahaya dari yang kita pikirkan.” kata Bian yang memikirkan hal yang sama.
“Tapi jika dilihat dari tingkahnya dan apa yang beliau lakukan kemarin saat rencana pembunuhan palsu itu, memang sangat meyakinkan.” kata Chandra sambil mengingat-ingat kejadian kemarin.
“Benarkah? Gua ditutup matanya dan sebelum itu kita tidak melakukan latihan dulu. Jadi gua nggak tahu sama sekali.” kata Bian.
“Latihan dulu? Lu kira ini pentas seni apa?” tanya Chandra.
“Emangnya nggak butuh?” tanya Bian.
“Tapi memang kemarin dia kelihatan sedikit kebingungan dan ketakutan. Itu menandakan kalau memang dia hanya pemerannya dan hanya bekerja sama dengan sih dalang.” kata Chandra.
“Apa jangan-jangan tadi elu sempat berpikir kalau Pak Hasan bukan hanya bekerja sama, tapi dialah sih dalangnya?” tebak Bian.
“Kalau itu gua juga masih bingung.” jawab Chandra lalu ia berfikir di dalam hati. “Gua yakin sih dalang itu bermaksud untuk sekelompok orang. Tidak mungkin hanya satu orang dibalik semua ini. Ya, walaupun gua belum punya buktinya.”
“Tapi memang dibalik ini juga sih dalang, berarti memang dari awal hanyalah permainannya?” kata tebak Bian.
“Sulit untuk mengakuinya, tapi sepertinya memang begitu.” kata Chandra setuju.
“Lalu apa yang kita akan lakukan kepadanya?” tanya Bian sambil melirik ke arah Pak Hasan di belakang Chandra.
‘Kalau memang dia tidak tahu apa-apa, sebaiknya lepaskan saja. Tapi kita tidak boleh lengah, kita tetap harus mewaspadainya. Kita tidak boleh melepaskan pandangan kita.” kata Chandra. Bian pun mengangguk, tanda bahwa ia setuju. Setelah itu Chandra dan Bian memutuskan untuk kembali ke meja Pak Hasan.
“Pak Hasan.” panggil Chandra.
Pak Hasan yang masih tampak kebingungan, menoleh. “Eh, anu, maaf, bapak nggak bisa mengingatnya sama sekali apa yang terjadi kemarin.” kata Pak Hasan yang wajahnya sangat pucat.
“Tidak apa-apa pak kata.” kata Chandra.
“Maaf ya bapak tidak bisa banyak membantu.” kata Pak Hasan.
“Ya sudah, kami permisi dulu ya pak.” kata Bian pamit.
“Iya, silahkan.” jawab Pak Hasan lalu mereka berdua melangkah keluar dari ruang guru. Meninggalkan Pak Hasan sendiri.
“Akhirnya mereka pergi juga.” gumam Pak Hasan di dalam hati, setelah Chandra dan Bian meninggalkannya.
250Please respect copyright.PENANAzltPdMlTOJ
Di perjalanan menuju kelas, “Aduh... susah banget ya. Kita nggak bisa menemukan apapun.” keluh Bian.
“Lu yang tidak bisa menemukan apapun.” sengit Chandra, membuat Bian terkejut. “Apa maksudnya? Apakah lu menemukan sesuatu?” tanya Bian.
“Iya, setidaknya itu yang kupikirkan.” jawab Chandra.
“Soal apa itu memangnya?" tanya Bian penasaran.
"Soal racunnya." jawab Chandra.
"Hah?! Lu menemukannya?" tanya Bian. Chandra mengangguk. "Lalu racun apa itu?" tanya Bian kembali yang sangat penasaran.
"Sabar dulu. Gua Juga masih harus memastikannya lagi." jawab Chandra. "Maksudnya?" tanya Bina tidak mengerti. "Besok deh gua kasih tahu. Hari ini gua masih harus fokus dulu pada sesuatu." kata Chandra lalu ia berhenti dan berbalik arah.
"Loh?! Lu mau ke mana ?" tanya Bian.
"Gua ada urusan sebentar. Lu balik aja ke perpustakaan duluan." jawab Chandra.
"Sini gua temani." tawar Bian.
"Nggak usah, akan lebih cepat kalau gua sendirian." tolak Chandra.
"Kejamnya." sengit Bian, membuat Chandra tersenyum.
"Ya udah, gua pergi ya." kata Chandra lalu segera berlari ke arah yang berlawanan dengan Bian.
Namun belum terlalu jauh, ia berhenti dan menengok ke belakang. "Oh iya, Bian," kata Chandra, membuat Bian yang mendengar suara Chandra, kembali menoleh "Ada apa?" tanya Bian.
"Mulai sekarang, jangan menerima makanan atau minuman apapun dari siapapun dulu ya." kata Chandra.
"Hah?! Kenapa?" tanya Bian kebingungan. "Pokoknya jangan!" seru Chandra.
"O-oke." kata Bian.
"Ya sudah, gitu aja. Dah!" ucap Chandra lalu kembali berjalan meninggalkan Bian yang masih kebingungan.
"Jangan menerima makanan dari siapapun? Kenapa?" tanya Bian di dalam hati sambil kembali berjalan. "Apa jangan-jangan dia sudah tahu, dan menemukan sesuatu? Lalu dia tidak memberitahu gua. Ya ampun, jahat sekali ya. Ya sudahlah, siapa juga yang mau ngasih gua makanan. Mending beli sendiri." kata Bian lalu memutuskan untuk pergi jajan di kantin.
250Please respect copyright.PENANASpoSHiIBzy
250Please respect copyright.PENANAvBsyyZBpxK