“Ma-mayatnya hilang?”
Pak Ayib menerobos kumpulan para polisi dan masuk ke dalam. Pak Ayib mencoba mencari di sekeliling ruangan, namun tidak ada hasilnya.
“Ti-tidak mungkin. Bagaimana bisa?” tanya Pak Ayib, tak mengerti.
“Pak, maaf. Tapi mungkin Bapak salah ruangan.” ujar salah satu polisi.
“Tidak pak, ini adalah ruangannya.” kata Raja, membela Pak Ayib.
“Tapi mayatnya tidak ada. Lalu apa yang harus kami selidiki?” tanyanya lagi. Chandra yang ada di belakang memutuskan untuk juga ikut melihat keadaan di dalam. “Permisi pak, maaf.” ujar Chandra sambil mencoba mencari jalan untuk ia lewati.
“Kami ikut.” ucap Raja dan Kayla, lalu mereka mengikuti Chandra dari belakang.
“Eh, tunggu sebentar. Tempat ini berbahaya bagi anak kecil. Seharusnya kalian tidak di sini,” larang seorang polisi sambil memblokir pintu masuk gudang.
“Sudah biarkan saja mereka masuk,” kata Pak Ayib dari dalam. Terpaksa polisi itu memperbolehkan Chandra, Kayla, dan Raja masuk. “Namun, hanya Chandra saja.” lanjut Pak Ayib, membuat Raja dan Kayla merasa agak tersinggung.
Chandra pun dibiarkan masuk oleh para polisi. Sedangkan Raja dan Kayla harus menunggu di luar sambil menggerutu.
“Ih, kenapa sih yang boleh cuma Chandra doang? Kita nggak boleh.” ketus Kayla.
“Bukannya tadi lu takut?” tanya Raja dengan nada mengejek.
“Jangan ngada-ngada deh.” ketus Kayla sambil membuang mukanya.
Sementara itu, Chandra yang sudah berada di dalam diminta oleh Pak Ayib untuk membantunya mencari bukti.
“Chandra, bisakah tolong kamu bantu bapak mencari buktinya.”
“Boleh saja sih pak, tapi bagaimana dengan polisinya?” tanya Chandra dengan suara pelan, agar tak terdengar oleh para polisi itu.
“Hm…” Pak Ayib berpikir sebentar. “Bapak, bisakah kalian mencoba mencari bukti di ruangan lain.” pinta Pak Ayib kepada para polisi tersebut.
“Baik pak.” jawab salah satu polisi tersebut.
“Raja, Kayla, tolong antarkan mereka ke ruangan-ruangan yang ada di lantai 1, 2, dan 3.” pinta Pak Ayib.
“Hah?! Semuanya Pak?” tanya Kayla.
“Biar cepat, dibagi saja. Satu polisi dengan Raja di lantai pertama, satu polisi dengan Kayla ke lantai3, dan yang sisanya di sini.” usul Pak Ayib.
“Oh ya, tolong coba kalian cari di ruangan selain kelas.” kata Chandra, ikut-ikutan. “Loh, kenapa?” tanya Pak Ayib.
“Karena tak mungkin sih pelaku membunuhnya di tempat yang akan didatangi banyak orang. Pasti tempatnya sepi, seperti UKS atau ruangan peralatan olahraga di lantai 3.” jelas Chandra.
“Oh... gitu, oke.” kata Raja, mengerti.
“Dengan demikian, tolong ya pak periksa ruangan-ruangannya. Siapa tahu ada bukti di situ.” pinta Pak Ayib lagi.
“Baik pak.” jawab para polisi serentak.
Lalu mereka segera bergegas pergi ruangan ruangan sekolah. Sementara itu, Pak Ayib dan 1 polisi yang tersisa, mencari di ruang gudang dan sekitarnya.
Sedangkan Chandra memejamkan matanya lalu berpikir, “Berarti tebakan gua tadi bener. Mayat Gerald sudah dibawa kabur oleh sih pelaku. Masalahnya siapa yang membawa kabur mayatnya? Apakah ada orang lain dibalik semua ini? Kalau memang benar dugaanku, harusnya sang pelaku sudah kabur dan sudah tidak ada di sekolah lagi. Lalu siapa yang membawanyanya pergi?” pikir Chandra di dalam hati. Lalu tiba-tiba keluar suatu pikiran dari otak Chandra. Chandra pun memutuskan untuk keluar dan memikirkannya di sana.
“Kamu mau ke mana?” tanya Pak Ayib.
“Saya pengen keluar sebentar pak.” jawab Chandra lalu kembali melangkah keluar. “Pak, maaf, tapi sepertinya tidak ada petunjuk apapun di ruangan ini.” kata sang polisi, berada di dalam gudang bersama Pak Ayib.
Pak Ayib menghela nafasnya lalu menjawab, “Begitu ya.” Pak Ayib mencoba berpikir, mencari celah lain.
“Apakah di sini tidak ada CCTV?” tanya sang polisi.
“Ada sih, tapi CCTV di lantai ini sedang dalam masa perbaikan. Tapi di lantai 1 dan 3 menyala kok. Jika mau, saya bisa menunjukkan kepada bapak tempatnya melihat rekamannya.” tawar Pak Ayib.
“Boleh saja. Tapi sebelum itu, saya ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada bapak.” kata sang polisi lalu mengambil sebuah memo dan pulpen dari dalam sakunya.
Sementara Pak Ayib diberikan pertanyaan oleh sang polisi, Chandra di luar mencoba mencari sendiri jawabannya, sambil menguping pembicaraan Pak Ayib dan sang polisi itu. “Mati?” tanya Chandra lalu melihat ke arah si CCTV di atas tembok dan memperhatikannya dengan teliti. “Oh iya, ternyata emang mati.” katanya yang baru menyadarinya. Melihat hal itu, Chandra kembali berpikir.
“Tapi sejak kapan ya? Sepertinya yang tahu hanya orang-orang tertentu saja. Kuyakin murid di sini juga pada nggak tahu,” katanya sambil terus memperhatikan CCTV tersebut. Lalu tiba-tiba melintas sebuah pemikiran di otaknya. “Itu berarti sih pelaku kemungkinan besar tahu, dan itu jelaskan mengapa sih pelaku menyuruh Gerald datang dari arah kantin. Karena daerah kantin dan sekitarnya bebas dari CCTV. Kenapa gua gak mikir ini dari tadi? Padahal ini adalah bukti yang sangat besar. Sih pelaku pasti adalah salah satu orang tertentu itu, atau dia punya orang dalam yang membantunya. Hanya tinggal menemukan orang dengan ciri-ciri itu, atau mungkin saja kelompok.” Saat sedang fokus, Pak Ayib memanggilnya. “Chandra!” panggilnya, yang baru keluar dari dalam gedung, bersama sang polisi. Chandra menoleh dan bertanya, “Ada apa Pak?”
“Bapak polisi ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada kamu.” jawab Pak Ayib.
“Kepada saya? Kenapa?” tanya Chandra.
"Karena kamulah orang pertama yang menemukan mayat Gerald. Mungkin kamu bisa memberitahu apa yang kamu lihat untuk membantu polisi memecahkan kasus ini." jelas Pak Ayib.
"Petunjuk ya? Mungkin gua juga bisa menanyakan kepada mereka. Tapi enggak boleh ketahuan, kalau enggak gua pasti disuruh berhenti." pikir Chandra di dalam hati lalu menjawabnya, "Ya, boleh."
"Pertanyaannya hampir sama dengan apa yang saya ajukan kepada bapak ini." kata sang polisi, menjelaskan. Polisi yang berumur sekitar 40 tahun, berkulit hitam, dan berwajah bengis. Namun hal yang paling membuat Chandra tertarik adalah rambutnya yang gondrong dan hampir menutupi seluruh jidatnya.
“Wow, ini orang rambut panjang benar. Emang nggak nyusahin apa kalau masuk ke mata?” tanya Chandra di dalam hati Sambil mencoba menahan tawa. “Oh, gua tahu. Gua panggil saja polisi gondrong.” ucap Chandra lagi yang hampir saja tertawa.
“Ada apa?” tanya polisi itu.
Chandra langsung menutup rata mulutnya lalu menjawab sambil mencoba untuk tidak tertawa, “Tidak, tidak apa apa.”
Tak lama kemudian, tanya jawab antara polisi dan Chandra pun dimulai. Chandra bisa menjawab semua pertanyaan dari sang polisi tanpa pikir panjang.
"Lalu apakah tubuh korban ada luka, atau mungkin tanda?" tanya sang polisi.
"Tidak, tidak ada tanda ataupun luka sama sekali." jawab Chandra.
"Berarti petunjuknya hanya muntah darah saja." kata sang polisi.
"Apakah Pak Ayib tidak memberitahukannya tentang sepatu Geral yang kotor? Atau pertanyaannya, haruskah gua kasih tau?" gumam Chandra di dalam hati.
"Baiklah, yang terakhir, apakah kamu punya dugaan atau petunjuk apapun dari sang korban?" tanyanya.
"Hm…" Chandra perpikir. "Apakah gua harus kasih tau isi dugaan-dugaan gua. Enggak ah, kelamaan, " jawab Chandra di dalam hati. "Maaf pak, tidak ada." jawabannya, berbohong. Chandra tidak ingin semua informasi yang ia ketahui bocor. Karena jika itu terjadi, tujuan Chandra tidak akan bisa dilakukan.
"Baiklah, terima kasih informasinya." kata sang polisi.
"Iya, sama-sama. Maaf jika tidak banyak yang bisa saya sampaikan." kata Chandra. “Tidak apa-apa. Setidaknya ini bisa menambah informasi untuk kasus ini,” kata sang polisi lalu menutup memonya dan meletakkan kembali ke dalam sakunya. “Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu.” lanjutnya.
“Anda ingin ke mana?” tanya Pak Ayib.
“Saya ingin menanyakan saksi lain.” jawabnya.
“Boleh saya tahu siapa itu?” tanya Chandra.
“Mungkin orang-orang yang ada di sini saat kejadian berlangsung. Seperti satpam atau OB.” jawab sang polisi.
“Oh begitu,” kata Chandra pura-pura mengerti. “Selamat berjuang. Tapi hasilnya kau tidak akan mendapatkan apa-apa,” ketus Chandra di dalam hati.
“Baiklah, saya permisi dulu.” izin polisi lalu meninggalkan tempat.
“Ya sudah, bapak masih ada urusan di ruang guru. Kamu cepat pulang ya. Jangan lupa ajak mereka berdua.” kata Pak Ayib kepada Chandra.
“Baik Pak.” jawab Chandra lalu Pak Ayib melangkah meninggalkan tempat.
Namun bukannya pulang, Chandra malah berencana untuk kembali ke kantin dan berpikir di sana. “Dari pada pulang, mending gua ke kanti aja deh. Lagi pula gak ada orang di rumah.” pikir Chandra lalu berjalan menuju kantin. Sampai di sana, Chandra duduk di kursi yang ia dan dua teman sekelasnya tadi duduki lalu memngambil kotak bekal yang berada dalam tasnya. “Gua laper ah, mending makan dulu deh baru pulang.” kata Chandra yang sedang membuka kotak makannya. Dan setelah itu memakannya. Chandra akhirnya bisa menghabiskan waktunya untuk bersantai membaca buku sambil memakan bekalnya. Namun, waktu santai Chandra tidak bertahan lama. Setelah Chandra asyiknya memakan bekalnya, Raja dan Kayla datang, membuat Chandra tak bisa melanjutkan makannya karena merasa terganggu.
“Chandra!” panggil Kayla dari kejauhan, sambil berlari ke arahnya Chandra, bersama dengan Raja.
Chandra tidak menoleh dan tetap melanjutkan makannya. “Woi! Dengar nggak?” tanya Raja yang baru saja sampai, lalu memukul meja Chandra dan setelah itu menarik kursi untuk ia duduki.
“Mau ngapain kalian di sini?” tanya Chandra dengan dingin.
“Jangan judes gitu dong. Kitakan temen.” kata Kayla, membuat Chandra ingin ketawa.
“Temen? Jangan buat gua ketawa deh.” ketus Chandra.
“Loh, bukannya benar? Kita kan teman satu kelas.” tanya Kayla.
“Kita hanya sekelas saja, tidak lebih.” kata Chandra lalu menutup kotak bekalnya.
“Loh, kenapa udahan? Makanannya aja belum habis.” tanya Raja.
“Udah nggak mood gua makanya,” jawab Chandra, lalu mengingat sesuatu. “Ngomong-ngomong, penyelidikan kalian dengan polisi sudah selesai?” tanya Chandra, penasaran.
“Tadi lu dingin sama kita. Sekarang kalau ada maunya begini.” sengit Raja.
Chandra menghela nafas lalu berkata, “Maaf.”
“Penyelidikan ya? Udah kok.” jawab Kayla.
“Woi! Kenapa lu bilang?” tanya Raja kepada Kayla.
“Udah sih, gak apa-apa.” jawab Kayla.
“Kok cepet banget?” tanya Chandra lagi.
“Entahlah. Setelah selesai mengajukan beberapa pertanyaan, ia langsung memutuskan untuk melanjutkan penyelidikannya sendiri.” jawab Kayla.
“Iya, gua sama, Padahal baru beberapa ruangan yang kita masuki, tapi udah malah selesai duluan, Padahal sih gua masih mau ikut dan ingin tahu siapa pelakunya.” kata Raja.
“Katanya lu dan Kayla udah tahu siapa pelakunya itu.” kata Chandra.
“Itu cuma dugaan doang, dan kemungkinan besar salah.” jawab Raja, membuat Chandra tertawa, bahkan sampai terbahak-bahak, membuat Raja dan Kayla kebingungan. “Lu kenapa Chan?” tanya Kayla.
“Nggak apa-apa. Ngomong-ngomong, tadi kalian jawab apa saat ditanya oleh para polisi itu?” tanya Chandra.
“Yang kita tahu aja,” jawab Kayla lalu bertanya balik kepada Chandra. “Kalau elu?” “Apakah lu memberitahu tentang dugaan-dugaan itu?” tanya Raja ikut-ikutan.
“Nggak.” jawab Chandra singkat.
“Loh? Kenapa?” tanya Kayla.
“Entahlah.” jawab Chandra dengan santai.
“Lah, kenapa? Bukannya dugaan-dugaan lu itu benar?” tanya Kayla.
“Gua gak pernah bilang itu bener. Tapi... ngapain juga. Perasaan gua, penyelidikan ini gak akan ada hasilnya.” kata Chandra.
“Kenapa?” tanya Raja.
“Dugaan lu kan kedengaran ideal banget.” kata Kayla.
“Apa jangan-jangan lu melindungi pelakunya?” tebak Raja.
“Gua aja belum tahu siapa pelakunya. Terus mau melindungi siapa?” tanya Chandra. “Terus kenapa? Kenapa lu gak mau ngasih tau dugaan-dugaan lu itu dan kenapa menurut lu penyelidikan ini gak akan ada hasilnya?” tanya Kayla.
“Kanapa penyelidikan ini gak akan ada hasilnya, karena mereka tidak punya bukti.” jawab Chandra.
“Ya itu juga terjadi karena lu gak mau bilang ke mereka kan?!” batin Raja.
“Gua hanya berfikir, mereka itu kan polisi, jadi harusnya bisa dong menangani kasus ini dengan mudah.” jawab Chandra dengan santai.
“Terus bagaimana kalau mereka tidak bisa menangani kasus ini? Bagaimana kalau pelakunya nggak ketangkap-tangkap? Lalu bagaimana nasib kita?” tanya Kayla sambil memukul meja, membuat botol minum Chandra terjatuh. Tapi bukannya meminta maaf, Kayla masih terus melanjutkan protesnya kepada Chandra. “Gua nggak mau terbunuh cuma gara-gara kegoisan lu yang nggak mau memberitahu para polisi itu.” batin Kayla.
“Memang benar gua ini egois. Gua juga gak akan bisa menduga semua ini jika tidak merasakan sendiri dan juga gara-gara mereka.” kata Chandra dalam hati, membuat Kayla marah karena tidak menjawab pertanyaannya.
“Woi! Denger nggak sih?!” tanya Kayla, marah.
Chandra tersenyum sinis lalu menjawab, “Kalian benar, gua memang egois. Tadi disisi lain, gua juga sangat penasaran akan apa yang akan dilakukan pembunuh itu selanjutnya. Siapa lagi yang dia akan bunuh atau langkah apa selanjutnya.“
“A-apa yang lu katakan?!” Raja juga mulai terbawa emosi.
“Abisnya gua jadi berasa berada di cerita novel-novel misteri gitu,” kata Chandra sambil melebarkan tanganya. “Jadi menunggu sebentar nggak papa kan?” Raja dan Kayla langsung ketakutan mendengar jawaban Chandra.
“Kenapa sih lu? Ingin melihat orang dibunuh lagi?!” tanya Raja. Chandra menatap tajam ke arah Raja sambil tersenyum. “Dasar spikopat!” ketus Raja lalu bangkit dan berkata lagi, "Sia-sia Bian membela lu. Emang sifat asli lu udah begini."
"Terserah kalian mau ngomong apa. Kalau kalian nggak suka atau keberatan, gua nggak akan menghalangi kalian untuk pergi." ketus Chandra dengan dingin.
"Cih! Yaudah, suka-suka lu aja, gua mau pulang." kata Raja lalu kembali melangkah pergi. Sementara Kayla masih diam di tempat, berfikir apa yang harus dilakukan selanjutnya.
"Kayla!" panggil Raja dari kejauhan. Kayla pun menoleh. "Lu ikut nggak? Atau mau tetap tinggal sama orang itu?" tanya Raja dari kejauhan. Kayla pikir sejenak, lalu menjawab, "Lu pulang aja duluan. Gua akan menyusul."
"Lu juga?" tanya Raja tak percaya, lalu kembali tidak peduli. "Terserahlah. Tapi sekarang kalian adalah bukanlah temen gua." kata Raja.
"Emang dari dulu kita nggak pernah berteman." ketus Chandra, membuat Raja merasa terhina.
"Terserahlah Males ngomong sama lu berdua." kata Raja lalu langsung berlari.
"Emangnya dia kira siapanya gua?" ketus Chandra.
"Jangan begitu dong, begitu-begitu Raja tetap khawatir sama kita. Dia cuma gak mau orang yang berharga baginya dilukai." jelas Kayla.
"Dan lu, kenapa di sini sih? Kenapa nggak ikut pulang sama Raja? Lu kesal kan sama gua karena tidak menjawab pertanyaan elu." tanya Chandra kepada Kayla.
"Memang bener gua marah, tapi gua masih tetap di sini karena gua tau lu bukan anak psikopat, " jawab Kayla dengan sungguh-sungguh. "Gua yakin alasan lu berkata begitu karena punya alasan sendiri kan?"
"Kenapa lu sangat yakin? Kita saja tidak terlalu mengenal satu sama lain."
"Karena gua percaya sama lu."
"Cih! Jangan suka mempercayai orang asing begitu saja."
"Lu bukan orang asing. Lu adalah teman gua, entah lu terima atau tidak."
"Jangan sok tahu deh." kata Chandra.
"Sebenarnya alasan lain kenapa gua masing ngebelain lu adalah gua juga penasaran dengan apa yang akan dilakukan sih pelaku, sama seperti lu," kata Kayla, membuat Chandra terkejut.
"Tapi masalahnya gua takut. Gua gak seberani lu yang ingin langsung bertemu dengannya. Gua takut akan menjadi sasarannya selanjutnya. Gua takut teman-teman dekat gua akan jadi sasarannya. Gua juga takut kalau lu yang akan jadi sasaran mereka." kata Kayla dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Chandra tidak bisa acuh lagi
"Gua gak mengerti apa isi pikiran lu, tapi memang benar kata lu, gua punya rencana dibalik semua ini. Tapi tetap saja, gua gak bisa melakukan langsung."
"Kenapa?" tanya Kayla.
"Karena gua belum tahu siapa pelakunya itu."
"Kalau begitu, biar gua bantu mencari sih pelaku itu."
"Untuk apa?" tanya Chandra.
"Untuk tidak membiarkan sih pelaku itu seenaknya membunuh teman-teman gua atau orang orang yang gua sayangi di sekolah ini." jawab Kayla.
"Emang anak kayak gini merepotkan ya," keluh Chandra sambil menepuk jidat. “Baiklah, mari kita buat perjanjian.” ucap Chandra.
“Perjanjian apa itu?” tanya Reva merasa tertarik.
“Gua janji akan membiarkanmu membantu gua dalam menyelidiki kasus satu ini, dengan balasan, lu gak boleh kasih tau ke siapaun tentang ini semua.”
“Maksudnya?” Reva tidak mengerti maksud dari perkataan Chandra barusan.
“Tujuan gua, alasan kenapa gua gak mau memberitahukan alasan-alasan gua ke polisi, dan lain-lain.” jawab Chandra.
“Oke, tenang aja. Gua gak akan mengatakan apapun soal lu.”
“Bagus kalau begitu. Gua juga akan berusaha keras untuk mengunggapkan pelaku di balik pembunuh ini dan tidak akan membiarkan orang lain mengalami hal yang sama dengan Gerald.”
“Janji?” tanya Kayla.
“Janji.” jawab Chandra.
ns 15.158.61.8da2