Setelah selesai menelpon polisi, Chandra memutuskan untuk kembali ke ruangan UKS karena melupakan akan sesuatu.
“Ya ampun, gua lupa mengunci pintunya. Nanti dia malah kabur lagi.” katanya sambil menepuk jidat. Chandra pun memutuskan untuk kembali ke ruang UKS untuk mengunci pintunya. Sampailah dia di depan ruang UKS. Tanpa berlama-lama lagi, Chandra langsung mengunci pintunya menggunakan selotan kunci yang terletak di bagian luar pintu tersebut.
“Nah, sekarang lu nggak akan bisa keluar.” kata Chandra di dalam hati.
Di saat itu juga, tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Bentar-bentar, sih Raja ke mana ya Udah pulangkah?” tanyanya sambil melihat sekelilingnya. “Mana mungkin. Handponenya kan masih di gua. Masa dia lupa sama handphonenya sendiri.” Chandra pun berpikir sebentar lalu memutuskan untuk tetap fokus dengan rencananya. Chandra tidak tahu kalau sebenarnya Raja ada di dalam.
“Ya udah deh, kalau dia juga udah sadar pasti nyariin. Mending gua tunggu para polisi aja di gerbang. Dari pada repot-repot mikirin anak seperti dia.” katanya lalu melangkah pergi. Saat di jalan Chandra baru terpikir hal ini.
“Oh iya, gua kan belum izin sama kepala sekolah. Nanti malah dilarang sama dia untuk masuk. Ya udah deh, gua izin dulu aja.” gumam Chandra di dalam hati.
245Please respect copyright.PENANAEuxX1ljgMC
Setelah hampir satu setengah jam menunggu, akhirnya para polisi datang menggunakan mobil mereka. Chandra segera menghampiri mereka.
“Permisi pak.” kata Chandra kepada salah satu polisi yang sepertinya ia adalah atasannya, yang baru keluar dari mobil.
“Oh, apakah kamu yang menelpon kami?” tanyanya.
“Ya, itu saya.” jawab Chandra.
“Katanya kamu punya bukti siapa pelakunya?”
“Iya, itu benar.”
“Bolehkah melihatnya.” pinta polisi itu.
“Boleh. Tapi mungkin Anda sebaiknya menangani korbannya dulu. Saya takut dia kabur.”
“Ohhh, begitu. Ya udah, kita amankan dulu tempatnya, untuk kelanjutannya, kita akan coba lihat-lihat buktinya dulu.”
“Baik, terima kasih pak.” kata Chandra lalu membalikkan badannya lalu kembali berkata, “Kemari, biar saya antarkan Anda ke tempat kejadiannya.”
Setelah itu, Chandra dan serombongan polisi berjalan menuju ruangan UKS. Namun, belum sampai mereka masuk ke dalam gedung sekolah, sih satpam, dari arah belakang, berteriak, “Hei, kalian tunggu!” membuat Chandra dan para polisi itu berhenti.
Chandra menoleh kebelakang. “Oh, ternyata bapak. Ada apa?” tanyanya.
“Ada apa? Ini kenapa ada sekumpulan polisi masuk ke area sekolah?” tanya sih satpam.
“Hanya urusan kecil kok Pak.” jawab Chandra.
“Tapi bagaimana dengan-“
“Tenang saja, saya sudah izin kok dengan kepala sekolah dan beberapa guru lain. Dan mereka bilang boleh.” kata Chandra, memotong perkataan sih satpam.
Lalu, tiba-tiba dari arah belakang, dari arah pintu masuk sekolah, Pak Ayib datang lalu ikut dalam pembicaraan mereka. “Itu benar Pak. Saya juga sudah memberikan izin.” kata Pak Ayib sambil berjalan menuju Chandra.
“Memangnya ada urusan apa sampai memanggil polisi segala? Apa jangan-jangan ada kasus pembunuhan lagi” tanya sih satpam.
“Sulit untuk dijelaskan. Hanya dialah yang tau secara detailnya.” kata Pak Ayib sambil menunjuk Chandra.
“Permisi, tapi bisakah ini dipercepat.” kata salah satu polisi tersebut.
“Oh, iya benar. Kalau begitu, ceritanya nanti saja ya. Saya masih harus mengantarkan para polisi ini.” kata Chandra.
“Oh, ya silakan.” kata sih satpam.
Chandra tersenyum kepada sih satpam dan Pak Ayib lalu berjalan kembali bersama polisi itu menuju ke ruangan UKS.
“Kalau begitu, saya juga permisi.” kata Pak Ayib kepada sih satpam.
“Oh, iya Pak silakan.”
Di sisi lain, Chandra dan para polisi telah berada di depan pintu ruang UKS.
“Di sini Pak ruangannya,” kata Chandra sambil menunjuk pintu ruangan UKS, lalu ia mundur beberapa langkah, membiarkan para polisi itu untuk menanganinya.
“Tadi saya menguncinya agar pelakunya tidak bisa kabur.” lanjutnya.
“Baik, terima kasih informasinya. Dari sini, kami yang akan menanganinya. Kamu tolong mundur ya karena saya akan mencoba masuk.” kata salah satu polisi lalu membuka selotan kunci itu dan perlahan-lahan membuka pintu. Pintu yang telah dibuka membuat Chandra kaget dan tercengang. Hal pertama yang ada di pikiran Chandra pada saat pintunya terbuka adalah: “Ra-Raja? Kenapa lu membunuhnya?” tanyanya dalam hati.
Raja yang berlumuran darah, juga sama kagetnya dengan Chandra.
“A-apa yang kulakukan?” Bahkan ia sampai bertanya kepada dirinya sendiri.
Rasa dendamnya membuat membuatnya melupakan segala-galanya. Yang awalnya hanya ingin menyuntikan obat bius agar dia tidak kabur, berakhir dengan membunuh Reva dengan cara yang keji. Bahkan melebihi cara membunuh Reva kemarin. Seluruh bagian tubuh Reva ditusuk menggunakan cutter itu. Mulai dari perut, tangan, kaki, bahkan wajahnya.
“Kalian, tangkap dia.” kata samg atasan polisi itu kepada rekan-rekannya.
Tanpa berlama-lama lagi, para polisi itu segera menyebur ruang UKS dan mengerumuni Raja.
“Jangan Pak!” Chandra berusaha menghentikan para polisi itu untuk menangkapnya. Namun, itu tidak mempengaruhi para polisi itu. Tanpa perlawanan sedikitpun, Raja berhasil diamankan.
“Pak tolong, ini hanya sebuah kesalahpahaman. Bukan dialah yang membunuh. Tapi gadis itu.” kata Chandra kepada sang atasan polisi itu, sambil menunjuk ke arah mayat Reva.
“Apa yang kau katakan nak? Sudah jelas-jelas dialah yang membunuh gadis itu. Dia bahkan juga membunuh gadis yang ada di belakangnya.” kata bapak polisi sambil menunjuk ke arah Kayla yang berada di belakang.
“Bukan pak, bukan dia orangnya. Memang benar dialah yang membunuh gadis itu,” kata Chandra, yang bermaksud berbicara tentang Raja yang membunuh Reva. “Tapi yang membunuh perempuan di belakang itu dia,” lanjutnya sambil kembali menunjuk Reva yang sudah tak bernyawa itu. “Bukan hanya perempuan di belakang yang ia bunuh, tapi Gerald, teman sekelas saya. Bapak ingatkan penyelidikan seminggu yang lalu di sekolah ini?” Polisi itu mengangguk. “Ialah pembunuhnya.”
“Lalu bagaimana kau menjalaskan perbuatan dia ini?” tanya sang atasan polisi sambil menunjuk Raja.
“Saya yakin ini hanya kesalahpahaman dan saya punya buktinya bahwa dia itulah yang pembunuhnya.” kata Chandra mengeluarkan handphone Raja yang masih ia pegang.
“Kalaupun kau punya bukti bahwa perempuan itulah pelakunya, dia sudah mati. Jadi kami juga tidak bisa melakukan apa-apa lagi.” kata polisi berambut gondrong kemarin.
“Wahm ini orang ketemu lagi sama gua.” gumam Chandra dalam hati.
Saat itu itu juga, Pak Ayib dan salah seorang guru datang. Mereka datang karena melihat Chandra yang berdebat dengan polisi.
“Ada apa?” tanya Pak Ayib yang baru sampai, lalu ia melihat ke arah ruang UKS.
“Raja kamu pembunuhnya?” tanya Pak Ayib, kaget dan tidak percaya hal tersebut. “Bukan pak, bukan Raja.” kata Chandra masih membela Raja.
“Lalu siapa?” tanya Pak Ayi, masih kebingungan.
“Cukup sampai di sini saja. Kami akan menahannya.” kata polisi berambut gondrong, tidak ingin menunggu lebih lama lagi.
“Pak, tunggu, jangan! Bukan dia pelakunya dari semua pembunuhan itu.” kata Chandra.
“Walaupun memang bukan dia yang melakukannya, masih berbahaya jika melepaskannya begitu aja.” kata polisi berambut gondrong, yang harusnya pertanyaan itu ditanyakan oleh atasan mereka, yang sekarang hanya terdiam di belakangnya sambil melihat tempat kejadian.
“Tetapi Pak-“
“Sudah cukup! Jika kau terus membelanya, akan kami tangkap kau juga,” ketus atasan polisi itu akhirnya mengambil alih, membuat Chandra diam. “Kalian berdua, urus TKP sambil menunggu ambulan datang. Yang lain tangkap dia dan ikuti saya.” perintah sang atasan polisi kepada bawahanya.”
“Baik Pak.” jawab para polisi itu serentak. Lalu sesuai perintahnya, mereka menangkap Raja dan membawanya pergi. Chandra tidak melakukan apa-apa lagi. Ia hanya diam saat proses penangkapan Raja, lalu mereka membawa Raja pergi dari TKP. Pandangan Raja menunjukkan bahwa. Ia bahkan tidak melawan sedikitpun. Ia pun dibawa pergi oleh para polisi itu.
ns 15.158.61.8da2