Esok paginya, Chandra yang baru datang dan masih membawa tasnya, menunggu kedatangan Bian di sebelah pagar. Seperti biasa, Chandra datang pagi sekali dan hanya sedikit orang yang telah tiba.200Please respect copyright.PENANAjSMQ8EQBjG
“Aduh, mana coba tuh anak? Nanti keburu banyak orang yang datang.” keluh Candra di dalam hati sambil melihat jam tangannya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya datanglah Bian. Dari kejauhan, Bian melambaikan tangan. Namun Chandra tidak membalasnya dengan lambaian tangan balik, ia malah menaik-turunkan matanya.
“Wah, udah datang lu?” tanya Bian yang telah berada di samping Chandra.
“Lama banget sih.” keluh Chandra.
“Lama?” lalu Bian melihat jam di jam tangan Chandra. Ia menarik paksa tangan Chandra supaya dia bisa melihat jam tangannya.
“Heiii!” seru Chandra yang keberatan.
“Gua datangnya pas kok. Ini aja masih jam 6.30 kurang.” kata Bian.
Lalu Chandra menarik tangannya yang di pegang oleh Bian.
“Memang lu datang jam berapa?” tanya Bian.
“Udahlah, nggak guna membahasnya sekarang. Ayo cepetan kita masuk.” lalu Chandra berjalan menuju pos satpam yang berada tidak jauh dari gerbang.
“Alah, kalau dia aja boleh ngeluh dan marah
Sedangkan gua gak boleh. Chattingan kemarin juga belum dibalas.” keluh Bian di dalam hati.
“Woi, Bian, cepetan dikit napa!” seru Chandra.
“Kenapa coba gua setuju untuk berkerja sama dengannya?” tanya Bian di dalam hati, namun ia tetap berusaha tersenyum. Setelah itu Bian segera berlari mengejar Chandra. Saat itu, keadaannya sepi. Tanpa izin terlebih dahulu, Chandra langsung masuk ke dalam pos satpam.
“Gak ada satpamnya kan?” tanya Chandra kepada Bian, sambil melihat sekelilingnya.
Bian pun memerhatikan sekelilingnya, melihat apakah ada orang atau tidak. “Kosong kok.” jawabnya.
“Ah, lama kalau nunggu orang datang duluan. Masuk aja lah.” kata Chandra tidak sabaran.
“Loh? Emang boleh?” tanya Bian.
“Udah, ayo cepetan masuk aja. Mumpung gak ada orang.” kata Chandra lalu berlari menuju pos satpam. Bian pun terpaksa mengikutinya.
Sampai di depan pintu ruangan CCTV yang berada di dalam pos satpam, Chandra langsung memasukinya. Bian pun mengikutinya. Untung pintunya tidak dikunci dan Chandra bisa memasukinya tanpa harus memakai kunci. Chandra dan Bian yang sudah masuk ke dalam, segara menutup rapat-rapat pintunya agar tidak ada orang yang mencurigai. Di dalam ruangan itu, selain ada ada tv untuk melihat rekamannya, ada juga sebuah kursi beroda, sofa, dan lemari tua yang besar namun kosong. Bian langsung menduduki kursi beroda tersebut dan mencoba melihat rekaman CCTV.
“Lu mau cari apaan?” tanya Bian
"Rekaman kamera depan kelas yang kemarin tolong." jawab Chandra.
"Oke," lalu Bian melakukannya tanpa berkompromi. "Yang ini?" tanyanya yang sudah memperlihatkan rekaman CCTV kepada Chandra.
"Iya." jawab Chandra.
"Bukannya ini nggak ada apa-apa?" tanya Bian. Sebuah rekaman yang menunjukkan rekaman depan kelas Chandra
200Please respect copyright.PENANAtsTn7JTeLC
"Iya, gua tahu. Sekarang tolong rekaman kamera lapangan yang kemarin." minta Chandra kembali.
"Untuk apa?" tanya Bian.
"Sudah, lakukan saja," terpaksa Bian mengikuti keinginan Chandra.
"Tolong zoomin bagian yang ini." pinta Chandra sambil menunjuk ke arah rekaman sekumpulan anak kelas 11 yang berada di barisan paling belakang.
"Begini?" tanya Bian
"Ya," ujar Chandra lalu kembali memerhatikan dengan teliti. "Nah, benar dugaan gua." kata Chandra.
"Soal apa?" tanya Bian.
"Mungkin lu pintar bisa menghilangkan dirimu di rekaman CCTV. Tapi satu hal yang lupa, saat yang bersamaan elu tidak akan ada pada saat apel pagi." kata Chandra lalu kembali
"Maksudnya?" tanya Bian tidak mengerti. "Sesuai pencarian gua kemarin, racun yang digunakan sih dalang langsung menyerang tubuh korban dan tak membutuhkan waktu lama korban pasti akan meninggal." jelas Chandra.
"Lalu?" tanya Bian masih tidak mengerti
"Itu artinya dia pasti akan kembali ke kelas untuk memberikan racunnya itu kepada korban, lalu segera mengunci pintunya dari luar." jelas Chandra.
"Kalau memang begitu, seharusnya terekam CCTV. Tapi ini tidak ada sama sekali." kata Bian.
"Lalu bagaimana jika gua bilang kamera CCTV nya mati dan ini hanya rekaman ulang."
"Hah?!" tanya Bian tidak mengerti dengan teori Chandra. "Tapi kemarin saat dilihat polisi, CCTV nya nyala." kata Bian.
"Karena sudah dinyalakan kembali oleh dalang atau mungkin pembantunya." jawab Chandra.
"Pembantunya?" tanya Bian terkejut.
"Gua memang belum punya bukti, tapi gua sangat yakin kalau sih dalang tidak mungkin melakukannya sendiri."
"Jadi maksud lu, saat kejadiannya pembunuhan yang berlangsung sihdalang mematikan CCTV nya. Lalu setelah selesai, ia menyalakan kembali dan hasil rekaman yang ada di sini hanyalah ulangan dari hari-hari yang lalu?" tebak Bian.
"Betul sekali." jawab Chandra.
"Gila, gua tidak pernah kepikiraan akan hal itu. Sepertinya sih dalang memang sangat hebat sampai memikirkan hal sekecil itu." kata Bian.
"Itu memang bukan hal yang mudah ditebak. Kita harus mencariannya betul-betul.”
"Bagaimana lu bisa tahu?" tanya Bian
"Karena gua merasa ada yang janggal dalam video ini dan gua mencoba sampai harus menontonnya berulang-ulang. Setelah itulah gua menyadari kalau ini hanya rekaman. Lalu setelahnya, gua mencoba mencari beberapa orang yang selamat ini mejadi dugaan gua.” jelas Chandra.
“Cepat sekali.” puji Bian. Namun, seketika raut wajah Bian yang awalnya ceria, menjadi kusam. “Eh, ngomong-ngomong, kenapa lu nggak jawab pesan gua?” tanyanya kepada Chandra.
“Pesan?” Chandra mengerutkan dahinya. “Ohhhh, yang tadi malam ya?” tebak Chandra.
“Iya. Kenapa?”
“Gua capek ah.”
“Alah, lu, sok gak perduli amet sih.”
“Emang gua gak perduli.”
“Padahal gua khawatir sama lu tahu nggak sih?”
“Mengkhawatir apa sih lu sama gua?”
“Tentu saja tentang dengan video itu.” jawab Bian mulai naik pitam.
“Tidak usah khawatir, bukan gua kok pelaku sebenarnya.”
“Kalau itu gua gua tahu. Tapi yang lainkan enggak.”
“Biarkan mereka berfikir seperti itu. Yang penting kita tau yang sebenarnya.
Tapi terima kasih telah mengkhawatirkan gua. Tidak usah lu khawatir gua, gua baik baik saja kok.” kata Chandra dengan senyuman manis di wajahnya.
Bian menghela nafas lalu berkata, “Kalau memang berkata seperti itu, oke, gua juga gak mau membalasnya lagi. Gue juga tidak akan peduli lagi jika lu kenapa-kenapa ya.”
“Terserah. Lagian, emang apa sih bisa terjadi?”
“Kenapa sih dia menyepelakan hal seperti ini.” keluh Bian dalam hati.
“Ngomong-ngomong, sekarang lu sudah tahu siapa sih dalangnya?” tanya Bian, mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Iya, gua sudah tau.” jawab Chandra.
“Ohhhh, gitu.”
“Hanya saja gua tidak kepikiraan apa alasannya melakukan ini.”
“Yah, semoga lu berhasil mengetahui alasan.” ketus Bian lalu berjalan pergi.
“Cih, dasar! Gitu doang aja marah.” sengit Chandra di dalam hati.
ns 18.68.41.181da2