“Hei, Chan, gua udah selesai di sini.” kata Raja yang sedang mengelap keringatnya karena baru saja selesai membersihkan ruangan tersebut.
“Udah selesai?” tanya Chandra. Raja mengganggu. “Ya udah, lu istirahat aja dulu. Bentar lagi gua selesai kok.” kata Chandra lagi, yang sedang mengepel lantai. Setelah hampir 1 jam bekerja, Raja yang kelelahan, duduk di kursi lalu membuka air mineralnya dan meminumnya. Tentu saja Chandra sudah izin kepada Pak Ayib jika dirinya tidak masuk hari ini. Ia juga tidak lupa memberikan izin Reva kepada Pak Ayib.
“Akhirnya selesai juga kita.” kata Raja. Chandra melirik ke arah Raja, lalu tersenyum, membuat Raja kebingungan. “Ada apa Chan?” tanyanya.
“Enggak apa-apa. Gua cuma mau bilang terima kasih. Jika lu gak membantu, gua yakin sampai sekarangpun kelas ini belum bersih.”
“Iya-iya, tenang aja. Gua Kan udah janji untuk membantu apapun itu.” kata Raja
Seketika senyuman indah Chandra menghilang. Raut wajahnya menjadi masam.
“Tapi jangan senang dulu karena tantangan selanjutnya baru saja akan dimulai.” kata Chandra lalu mengeringkan pelan yang ia pakai untuk mengepel lantai tadi. “Tantangan sebenarnya?” tanya Raja lalu ia tersenyum. “Tenang aja. Apapun itu, gua yakin akan bisa menghadapinya.” lanjutnya dengan penuh percaya diri.”
“Jangan terlalu percaya diri dulu karena langkah kita selanjutnya mungkin akan membuatmu-“ kata-kata Chandra berhenti karena tidak tahu kalimat apa yang cocok untuk ia gunakan dalam situasi mereka selanjutnya. Chandra yang masih kebingungan langsung memalingkan wajahnya.
“Membuat gua apa?” tanya Raja penasarakan akan kelanjutannya.
“Gak, bukan apa-apa.” jawab Chandra.
“O-oh, oke.”
Setelah itu, untuk beberapa menit, tidak ada pembicaraan lagi. Keadaan pun menjadi sangat canggung bagi Raja. Sedangkan Chandra yang sudah sering menghadapi situasi ini, bersikap biasa-biasa saja, sambil mengangkut satu-persatu kursi dan meja ke ke tempat awalnya. Raja yang sudah tidak tahan dengan keadaan seperti ini, memulai pembicaraan lagi.
“Pak Ayib baik ya, memperbolehkan elu dan Reva izin untuk hari ini. Padahal tadi dia sedang kesusahan untuk merapihkan perpustakaan.” katanya.
“Oh, iya.” kata Chandra cuek.
Raja pun mencoba mencari topik lain untuk mereka bicarakan. “Lu kan nggak ngebolehin gua bertanya soal rencana ini. Tapi apakah gua boleh bertanya tentang yang lain, selain rencananya?” tanya Raja.
Chandra menghela nafas karena merasa dirinya diganggu oleh Raja. Namun, ia masih menyempatkan untuk menjawab. “Gua akan menjawab apa yang gua ingin saja, yang menurut gua tidak bersifat terlalu pribadi. Jadi, jangan memaksa!” sengit Chandra.
“Kalau begitu, bolehkah gua bertanya tentang keluarga lu?” tanya Raja.
Chandra melirik ke arah Raja, lalu bertanya, “Apa yang ingin lu tahu tentang keluarga gua?”
“Entahlah, gua sendiri juga gak begitu tahu tentang keluarga lu.”
“Terus mau tanya apa kalau begitu?” tanya Chandra tidak mengerti.
“Habisnya gua nggak pernah ngeliat keluarga lu sampai detik ini.”
“Ya iyalah, kita kan baru masuk. Jadi tentu aja lu nggak pernah ketemu orang tua gua. Tapi bukan hanya elu kok, gua juga belum pernah ketemu orang tua siswa lain di kelas kita.”
“Lu juga nggak tahu nama-nama mereka kan?” tebak Raja.
“Iya sih,” jawab Chandra sambil menggaruk-garuk pipinya, yang sebenarnya tidak gatal. “Udahah, dari pada membahas hal yang tidak penting, mending sekarang kita lanjutkan ke tahap berikutnya.” usul Chandra sambil melihat jam tangannya.
“Tahap yang berikutnya?” tanya Raja.
“Nggak usah banyak tanya, mending ikutin gua aja,” kata Chandra lalu mengumpulkan alat-alat kebersihan yang mereka bawa tadi dan mereka pakai untuk membersihkan ruangan. Raja pun bangkit dari kursinya. “Tapi sebaiknya sebelum itu, tolong bantu gua membereskan alat-alat kebersihan ini.” pintanya.
“O-oh, oke.” jawab Raja lalu menghampiri Chandra.
“Lu tolong taruh ini di gudang,” kata Chandra lalu mengangkat sebuah ember berisi air kotor yang tadi ia gunakan. “Sementara gua akan membuang air ini dulu.” lanjut Chandra.
“Oke-oke.” kata Raja setuju.
“Nanti kita ketemuan di sebelah tangga lantai satu.” usul Chandra.
“Iya-iya.” lalu Raja segera mengambil alat-alat kebersihan tersebut dan melangkah menuju pintu. “Gua duluan ya.” kata Raja sebelum keluar. Chandra melambaikan tangannya. Baru setelah itu Raja berlari melalui lorong lantai ini. Setelah kepergian Raja, Chandra menjadi sendirian di ruangan itu. Hawa dingin yang awalnya tidak ada, tiba-tiba terasa kembali.
“Hawa dingin ini lagi?” tanya Chandra.
Namun Chandra mencoba untuk mengabaikannya dan tetap fokus kepada pekerjaannya. Chandra melangkah keluar sambil membawa ember berisi air kotor itu, menuju kamar mandi yang terletak tidak jauh dari sana. Setelah itu selesai, ia kembali ke kelas dan segera keluar lagi untuk memenuhi janjinya dengan Raja untuk menemuinya di lantai satu.
“Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini setelah gua membereskannya.” kata Chandra sambil menutup pintu.
Setelah itu, sambil membawa alat-alat kebersihan yang tersisa, Chandra berjalan menuju tangga.
“Tapi apakah kasus pembunuhannya yang akan berhenti jika gua melakukan ini?” tanya Chandra di dalam hati, sambil berjalan menuruni anak tangga. “Tapi gua enggak boleh lengah dulu. Masih ada dia, yang gua sendiri belum yakin apa tujuannya.”
Chandra yang telah sampai di lantai satu. Seperti janjinya, Chandra menunggu di sebelah tangga. Dan tak lama kemudian, Raja datang.
“Maaf-maaf gua lama.” kata Raja sambil menuruni anak tangga.
“Udah, nggak usah dipikirin. Mending kita bergegas ke UKS.” kata Chandra lalu berjalan mendahuluinya.
“UKS? Ngapain kita ke sana lagi?” tanya Raja di dalam hati, tidak berani bertanya langsung kepada Chandra.
Namun, Raja tidak bisa membantah, ia berjalan mengikuti Chandra. Di sisi lain, Chandra yang dengan cepat berjalan, meninggalkan Raja di belakang.
“Kenapa dia terburu-buru sekali kali ini? Memangnya apa yang terjadi di sana?” tanya Raja, kembali berbicara di dalam hatinya.
Karena Chandra sudah hampir sampai di depan ruangan UKS, Chandra meminta Raja untuk mempercepat langkahnya.“Raja, ayok cepat!” katanya.
“Aduh, ada apa ini? Gua sangat penasaran, tapi tidak boleh bertanya.” keluh Raja di dalam hati.
Sementara itu, Chandra yang sudah berada di depan pintu ruangan UKS, meraih gagang pintunya. Namun, ia tidak membukanya, membuat Raja kebingungan. “Kenapa dia nggak membukanya? Apakah sudah dikunci pintunya? Lalu bagaimana Reva dan Kayla? Apakah mereka sudah pulang?” tanya Raja di dalam hati lalu memperhatikan tangan Chandra yang gemetaran. “Kenapa dia sampai gemeteran gitu tangannya?” tanyanya lagi
“Chandra, sini gua aja yang buka kalau lu nggak bisa.” kata Raja. Chandra menggeleng. “Aduh, kenapa sih ini anak? Sok berani banget pula.” sengit Raja di dalam hati.
Chandra mengambil nafas panjang-panjang, lalu membuangnya, mencoba menghilangkan rasa takutnya. Lalu dengan keberanian, Chandra membuka pintu perlahan-lahan.
“Akhirnya dibuka juga tuh pintu. Memang ada apa sih di dalam sampai takut gitu tadi Chandra.” tanya Raja di dalam hati.
Walaupun pintu baru dibuka sedikit oleh Chandra, bau darah sudah merambat keluar. Karena hal itu, Raja yang tak mengekspektasikan hal tersebut, terkejut.
“Chandra, apa yang terjadi?” tanya Raja yang kali ini tidak bisa memendam pertanyaannya.
Chandra yang mendengar Raja bertanya kepadanya, berhenti membuka pintunya. Wajahnya terlihat serius, tampak seperti ia sedang berpikir. Sementara Raja yang baru sedikit mencium darah sudah gemeteran. Chandra menoleh ke belakang, melihat wajah Raja yang pucat. Lalu ia erkata di dalam hati, “Gua harap dia enggak pingsan saat melihat yang ada di dalam.” Pintunya pun kembali dibukan oleh Chandra. Pintu yang sekarang sudah dibuka lebar-lebar oleh Chandra, membuat Raja dan dirinya bisa melihat dengan jelas 2 orang yang seluruh tubuhnya dipenuhi oleh darah.
“Kayla? Reva?” tanya Raja, tercengang melihatnya. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Chandra melihat keadaan sekeliling ruangan UKS dan lorong sekolah.
“Oke, gak ada orang. Ayo Raja, kita masuk.” ajak Chandra lalu memasuki ruangan tersebut, mendahului Raja. Chandra pun mencoba berjalan melalui lumuran darah yang menutupi sebagian besar lantai ruangan itu, ke arah salah satu korban. Sedangkan Raja, masih berdiri di luar. Raja tidak bisa bergerak tubuhnya. Jantungnya berdetak kencang, yang hampir bisa didengar oleh Chandra. Matanya melotot melihat dua korban itu.
“Ya udah lu di situ aja. Gua akan segera kembali.” kata Chandra lalu meninggalkan Chandra bergegas berjalan menuju pojok ruangan, dan tentu saja ia melewati salah satu korban itu, yang bukan lain adalah Reva. Reva tergeletak di bawah lantai dengan posisi tengkurap. Darah keluar dari bagian depan tubuhnya. Chandra memperhatikan baik-baik badan Reva lalu ia tersenyum. Tujuan awalnya yang ingin berjalan ke arah pojok ruangan, berubah. Ia berbalik dan berjalan menuju meja yang bersebelahan dengan pintu. Sampai di depannya, Chandra membuka salah satu lacinya dan saat melihat apa yang ada di dalamnya, Chandra tersenyum.
“Ohhh, gitu caranya lu melakukannya.” katanya di dalam hati, lalu menutupnya kembali dan berjalan dengan tujuan awalnya.
Chandra berhenti di depan lemari tinggi itu dan mengambil handphone Raja yang tadi Raja taruh di sana saat Chandra dan Reva sedang berbicara di luar.
“Bagus, ini ngerekam.” kata Chandra di dalam hati.
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Chandra pun langsung berjalan menuju pintu, melewati korban Reva lagi. Namun sebelumnya, Chandra sempat berhenti di depan kasur yang diletakkannya Kayla. Ia juga sempat memperhatikan baik-baik.
“Ya ampun, kasihan banget.” kata Chandra di dalam hati. Namun itu perasaan itu hanya sebentar saja. “Gua nggak boleh sedih dulu, karena masih banyak yang harus gua lakukan. Dan selagi pelakunya masih berkeliaran, masih akan ada orang yang akan menjadi korbannya. Itu mengapa gua harus cepat mengakhirinya.” katanya, lalu setelah beberapa saat, Chandra pun kembali berjalan menuju pintu. Setelah berada di luar, Chandra langsung menutup pintunya rapat-rapat.
“Loh, kenapa ditutup.” tanya Raja.
“Gak usah banyak tanya,” kata Chandra lalu memberikan handpone tersebut kepada Raja. “Ini, tolong telpon polisi.” pintanya.
“Untuk apa coba?” tanya Raja di dalam hati. Setelah itu teringat perjanjiannya dengan Chandra. “Udahlah, gak guna juga bertanya kepadanya. Mending lakukan saja yang di minta.”
Saat Raja sedang menyalakan handponenya, hal yang pertama muncul di layar adalah sebuah video hasil rekaman tadi.
“Apa ini?” tanya Raja.
Chandra benar-benar melupakan tentang hal itu. Ia belum ingin Raja tahu tentang hal ini karena pasti Raja akan langsung menentangnya. Chandra mencoba mengambil handphone tersebut dari Raja.
“Itu bukan apa-apa. Sini handphonenya kasih ke gua.” katanya.
Tapi Raja tidak ingin melepaskannya. Raja penasaran akan video tersebut.
“Apaan sih lu? Ini kan HP gua.”batin Raja.
“Iya-iya maaf. Tapi tolong belikan handphonenya sekarang kepada gua.” pinta Chandra.
“Apakah video ini penting itu? Tapi gak guna bertanya sama dia. Pasti nggak akan dijawab,” gumam Raja di dalam hati, lalu tiba-tiba mengingat sesuatu. “Oh, apa ini hasil rekaman tadi ya.”
“Sini dong handphonenya, gua pinjam.” kata Chandra.
Tapi Raja masih penasaran. Ia mengabaikan perintah Chandra dan malah membuka video itu.
“Woi, jangan!” seru Chandra lalu mencoba merebut handphone tersebut.
Tapi karena Raja lebih tinggi daripada Chandra, dengan mengulurkan tangannya saja ke atas Chandra tidak bisa meraihnya.
“Hei, sini dong.” kata Chandra sambil melompat-lompat, mencoba mengambil handphone tersebut.
“Tidak!” seru Raja.
Lalu Raja yang mulai kesal akhirnya mendorong Chandra ke kebelakang, mengakibatkan Chandra terjatuh.
“Awww!” keluh Chandra.
Tapi Raja tidak perduli. Ia malah menggunakan kesempatan ini aja mencoba memutar videonya.
“Raja, jangan!” Namun videonya sudah terlanjur diputar.
Raja yang sudah tahu video apa itu, mempercepatnya.
“Memangnya apa sih yang dia sembunyikan dari sini?” tanya Raja di dalam hati. Lalu ia melirik ke arah Chandra yang masih tergeletak di bawah, tak menunjukkan adanya pergerakan sedikitpun, membuat Raja jadi penasaran.
“Lu nggak mencoba merebut handphonenya lagi?” tanya Raja pada Chandra.
Chandra yang awalnya menundukkan kepalanya, mengangkatnya sedikit lalu melihat Raja dengan pandangan dinginnya. Dan setelah itu ia menjawab, “Enggak, enggak usah. Lagi pula cepat atau lambat lu juga pasti akan tahu. Jadi dari pada gua repot-repot menjelas kepada lu, mending nonton aja sendiri.” Lalu setelah berkata demikian, Chandra perlahan-lahan bangun. Raja pun harus memegangi handphone erat-erat agar tidak diambil oleh Chandra.
“Tenang aja. Gua nggak akan merebut lagi kok.” kata Chandra sambil merapikan bajunya yang lecak karena terjatuh tadi. Raja hanya bisa memandang Chandra kebingungan. “Tapi tolong setelah menonton itu, telepon polisi.” pinta Chandra.
Raja hanya mendengar hanya memandangnya bingung lalu kembali fokus videonya lagi. Raja mencoba mempercepat videonya. Ia ingin segera tahu apa maksud Chandra tadi. Video pun di percepat sampai Raja memberhentikannya di adegan saat Reva dan kaya sendirian di ruangan itu.
“Maaf Kay, tapi untuknya gua akan kulakukan apapun, termasuk membunuhmu.” kata Reva dari video itu.
Sebuah adegan di mana Reva membunuh Kayla.
“Kayla dibunuh oleh Reva?” tanya Raja jadi tidak percaya.
Tapi Raja mempaus videonya karena tidak ingin melihat adegan pembunuhnya. Nafas Raja tidak karuan, hampir seperti orang yang baru saja berlari.
"Udah selesai nontonnya?" tanya Chandra.
Raja menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Lalu karena kesal ia pun mencengkram kerah baju Chandra.
"Kenapa lu membiarkan hal ini terjadi? Padahal sudah tahukan?" tanya Raja. Suaranya kembali terdengar seperti orang menangis. "Kenapa lu tega membiarkan Kayla terbunuh seperti ini? Apa jangan-jangan elu sudah tahu siapa pelakunya?"
"Iya, gua emang tahu. Reva lah pembunuhnya." jawab Chandra.
"Re-Reva? Tidak mungkin!"
"Terserah lu mau percaya atau tidak. Tapi memang kenyataannya Rava adalah pembunuhannya."
"Lalu kenapa lu tidak menghentikan atau segera telepon polisi?" tanya Raja.
"Karena gua belum yakin pada saat itu. Gua tidak bisa membuktikan kepada polisi kalau Reva adalah pelakunya."
"Jadi untuk membuktikannya lu membuat Kayla menjadi umpan?!"
"Tentu saja. Di saat seperti ini, dialah yang pas untuk dijadikan umpan."
"Hanya untuk sebuah video, lu melakukan itu?"
"Eh, jangan sembarangan bicara ya. Dengan video ini artinya kita bisa membuktikan jika Reva itu pembunuhnya. Dan dengan itu kita bisa menyelamatkan Tapi bukan begitu juga caranya. Kayla kan teman lu."
"Udah ah, gak guna ngebahas
Sini handphonenya kalau lu nggak mau. Biar gua aja yang menelponnya." kata Chandra lalu merebut handphone Raja dari tangannya.
"Woi!" Raja mencoba mengambilnya kembali setelah Chandra mendapatkan handphonenya.
"Lu mau korbannya bertambah?" tanya Chandra membuat Raja berhenti. "Kalau kita nggak telepon polisi sekarang, kita yang akan jadi sasaran berikutnya." lanjut Chandra.
"Tapi Kayla-"
"Lalu dia akan membunuh lebih banyak lagi karena kita sudah tidak ada. Itu mau lu?" tanya Chandra, memotong perkataan Raja.
Raja tidak bisa menjawab. Wajahnya memerah karena marah. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun.
"Gua enggak apa-apa kalau terbunuh, tapi bagaimana nasib orang lain? Dengan tiadanya kita, mereka tanpa ragu akan membunuh lebih banyak orang. Ditambah, sekarang ada dua pelakunya. Artinya dua kali berbahaya. Dan itu yang lu mau?" Lagi-lagi Raja tidak bisa menjawab dan kali ini ia malah memalingkan wajahnya.
"Terserah lu mau berbuat apa kepada gua setelah ini. Membunuh gua juga nggak apa-apa. Gua nggak akan melawan. Yang penting semua pembunuh di sekolah ini sudah tiada dulu. Lagi pula lu mau belain Kayla segimana rupa, tidak akan membuatnya hidup kembali."
"Diam!" bentak Raja.
Chandra menghela nafasnya lalu berkata, "Gua belum bilang ya, kalau dia juga yang membunuh Gerald."
Raja yang mendengar itu langsung terkejut. Yang awalnya tidak ingin melihat wajah Chandra karena saking bencinya, sekarang tercengang sambil memperhatikan wajah Chandra.
"Gua nggak bercanda." kata Chandra. Mulut Raja terbuka, ia ingin berkata sesuatu tapi tak tahu apa. Lalu tanpa memperdulikan Raja, Chandra mencoba menelepon polisi. “Lu jaga pintu, gua akan telepon polisinya sebentar.” kata Chandra lalu pergi meninggalkan Raja yang masih tidak bisa menerima keadaan, untuk menelepon polisi.
“Dasar nggak guna! Omong kosong!” batin Raja sambil memukul tembok di belakangnya. “Tenang aja Kayla, akan gua balaskan dendam lu terhadapnya.” kata Raja lalu berjalan menuju ruang UKS. Lalu tanpa ragu, ia memasukinya. Pintu UKS terbuka, Kayla dan Reva masih berada di dalam. Raja segera masuk dan memutuskan untuk mengambil sesuatu dari dalam lemari tinggi di pojok ruangan, melalui Reva dan Kayla.
“Lu masih pura-pura aja ya? tanya Raja di dalam hati saat ia melewati Reva yang sekarang sudah berganti posisi.
Rasa takut Raja sudah hilang karena dikalahkan dengan rasa dendamnya. Dari dalam lemari, ia mengambil sebuah suntikan dan obat bius, lalu memasukkan obat bius tersebut ke dalamnya. Raja juga mengambil sebuah cutter lalu ia memasukkannya ke dalam sakunya. Setelah itu ia berjalan kembali menuju Reva. Raja yang sudah berada di samping Reva berlutut di depannya dan menyuntik obat bius itu yang sudah dimasukkan ke dalam suntikan di bagian lengan Reva. Saat disuntik, Reva memperlihatkan sedikit gerakan. Hal itu membuat Raja tersenyum. “Gua kira lu nggak takut suntikan. Eh, tapi ternyata takut juga tuh,” ledek Raja kepada Reva yang masih berpura-pura menjadi korban. “Ternyata lu pinter juga berakting. Harusnya lu bisa menjadi pemeran utama dalam lomba drama bulan depan dengan Gerald. Eh, gua lupa, lu kan sudah membunuhnya. Nggak jadi deh lu jadi pemeran utamanya.” Setelah Raja berkata seperti itu, terdengar suara tertawa dari mulut, yang bukan lain adalah suara tertawa Reva.
“Akhirnya lu bangun juga.” kata Raja lalu berdiri dan memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku, tempat ia meletakkan cutter, bersiap-siap untuk segala tindakan yang akan dibuat Reva nanti.
Reva pun perlahan-lahan bangkit lalu duduk. Matanya memperhatikan Raja sambil berkata, “Siapa yang bilang begitu? Chandra?” tanyanya, tampak tidak takut sedikitpun.
“Kalau udah tah,u nggak usah nanya.” ketus Raja
“Begitu ya. Sayang sekali ya padahal gua suka sama Chandra. Gua bahkan membunuh Gerald untuknya. Tapi ternyata dia menghianati gua.”
Mendengar itu Raja tersentak. “Apa?!” Raja terkejut mendengarnya.
“Tapi mau bagaimana lagi.” lalu Reva mencoba berdiri. Namun hal yang tidak disangkanya terjadi. Ia terjatuh, tak bisa bangkit. “Ke-kenapa tubuh gua? Kenapa mati rasa begini?” tanyanya.
Raja pun tersenyum melihatnya. “Ternyata butuh waktu lama untuk obat biusnya melumpuhkan lu.” kata Raja, lalu mengeluarkan cutter dari dalam saku.
“A-apa lu bilang?!” tanya Reva.
“Gua akan membalaskan dendam Gerald dan Kayla,” lalu Raja berlutut di samping Reva yang sudah tak berdaya. Lalu mengangkat tinggi-tinggi cutternya sambil berkata, “Selamat tinggal Reva.”
249Please respect copyright.PENANAFks83XP9vV