Siang harinya, setelah semua murid telah pulang, sesuai keinginan Satrio, ia, Chandra, Kak Azka, Bian, Raya, kedua aspek, dan tidak lupa ditemani oleh Pak Hasan, akan menonton rekaman video asli dari sih pembunuh. Mereka semua berkumpul di ruangan TIK.279Please respect copyright.PENANApDSPdqGujV
“Baiklah semua, terima kasih telah meluangkan waktu kalian untuk ini. Gua juga tidak lupa terima kasih kepada Kak Adrian dan Kak Azka yang telah ikut. Padalah Kak Adtidak tidak masuk hari ini.” kata Chandra berbicara pada semuanya.
“Tidak usah dibahas juga kali.” ketus Kak Adrian.
“Chandra!” bisik Bian. Chandra menoleh. “Bagaimana caranya lu sampai membuat Kak Adrian datang ke sekolah?” tanya Bian sambil berbisik kepada Chandra.
Chandra tidak menjawab. Ia hanya membalasnya dengan senyuman.
“Iya-iya terserah, yang penting cepetan. Gua nggak mau lama-lama di sini bareng pembunuh ini.” sengit Marisya bermaksud kepada Chandra.
“Woi! Jangan menuduh seperti itu tanpa bukti.” batin Bian.
“Tapi memang benarkan?” tanya Marisya.
“Emang lu punya bukti apa untuk menuduh Chandra seperti itu?” tanya balik Bian.
“Video itu saja sangat cukup untuk menjelaskannya bukan?” jawab Marisya.
“Sudah gua bilang itu bukan yang asli. Itu hanya rekaman palsu!” batin Bian.
“Sudah-sudah.” Chandra mencoba menghentikan perdebatan antara mereka.
“Ya sudah, cepetan. Jangan buang-buang waktu gua yang berharga ini.” ketus Marisya.
“Ih, lu ini-”
“Baiklah, mari kita mulai,” Sebelum amarah Bian memuncak, Chandra berhasil menghentikannya. “Tunggu sebentar-” Chandra tiba-tiba mengingat sesuatu.
“Aduh, apa lagi sih ini?” tanya Marisya tidak sabaran.
“Pertama-tama gua mau bilang kalau ini semua adalah rencana Satrio,” kata Chandra sambil melirik ke arah Satrio lalu tersenyum padanya. “Dia juga yang telah mempersiapkan ini semua. Tentu saja dibantu oleh Pak Hasan.” lanjutnya lalu mempersilahkan Satrio untuk berbicara.
“Iya-iya, sama-sama,” Satrio tersipu malu lalu melanjutkan perkataannya. “Gua sih gak tau harus bilang apa.”
“Gua tau,” ujar Azka yang duduk di kursi paling belakang.
“Oh, kalau begitu, silahkan.” Satrio memberikanya izin dengan senang hati.
“Terima kasih,” lucap Azka kepada Satrio lalu ia berdiri dari kursinya dan mengambil sebuah nampan yang di atas meja di sebelahnya, yanh sudah diletakan banyak gelas yang isinya adalah es jeruk. “Ini, silahkan diminum dulu.” katanya lalu memberikannya kepada Chandra.
“Wahhh, terima kasih banyak,” ucap Chandra sambil mengambil gelas tersebut. “Kakak buat sendiri?” tanya Chandra.
“Nggak sih. Gua hanya membelinya di kantin.” jawab Azka yang sedang mambagiakan minuman itu kepada yang lain.
“Oh gitu…”
Setelah semua orang mendapatkan minumannya Azka mengangkat gelasnya lalu berkata, “Oke, Satrio, silahkan kau duluan.” katanya kepada Satrio.
“Baiklah kalau begitu, sebelum kita menonton videonya, mari kita minum dulu ini bersama-sama.” Lalu Satrio mengambil langkah pertama untuk meminum itu, lalu diikuti oleh yang lain.
“Ahhh, segarnya.” kata Bian yang sudah habis meminum semua es jeruknya. Yang lain pun juga sudah menghabiskannya. Tiba-tiba Azka tersenyum lalu ia melihat jam dinding di belakangnya. “Baiklah, gua tinggal menunggu. Paling ntar lagi.” gumamnya di dalam hati.
“Ada apa Kak?” tanya Chandra kepadanya yang sedang melihat jam dinding.
Azka menoleh ke arah Chandra lalu menjawab, “Tidak ada.”
“Ya sudah kalau begitu, bagaimana jika kita mulai saja videonya?” tanya Chandra.
“Iya, boleh.” jawab Azka.
“Bisakah kakak yang menyalakannya. Saya masih ingin menghabiskan minuman dari kakak ini.” minta Satrio.
“Tentu.” lalu Azka membalikkan badannya ke arah Video Recorder yang sudah disiapkan lalu mengambil langkah besar dan terus berjalan ke arah Video Recorder tersebut. Namun Baru beberapa langkah, tiba-tiba Azka terjatuh dan memuntahkan cairan berwarna putih, membuat orang-orang di sana terkejut Azka
“Kak Azka! Kak Azka!” seru Satrio sambil mengguncang-guncangkan tubuh Satrio.
“Azka, ada apa? Kamu kenapa?” tanya Pak Hasan.
“G-gua tidak bisa be-bernafas.” jawab Azka terbata-bata.
“Hah? Bagaimana bisa?” tanya Bian.
“Akan bapak telepon ambulan.” kata Pak Hasan sambil mengambil handphonenya di atas meja.
“Gak akan keburu pak.” ujar Chandra lalu ia berjalan menghampirinya Akza yang kelihatan pucat sambil berbaring di lantai.
“Apa jangan itu ulah sih pembunuh?” tanya Marisya.
“Salah.” jawab Chandra yang sedang membungkuk di samping Azka.
“Salah-salah. Dari mana kau tahu?” tanya Marisya.
“Karena pembunuh yang elu maksud itu ada di depan kita. Tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apapun.” jelas Chandra sambil memandang Azka dan tersenyum sinis kepadanya.
“Hah?! Maksudnya apa?” tanya Marisya gemeteran.
“Di depan kita? Maksudnya Azka?” tebak Kak Adrian. Chandra mengangguk.
Ia sedang sibuk mengambil sesuatu dari saku Azka.
“Tunggu sebentar, jadi yang melakukan semua pembunuhan itu dan mendalangi beberapa pembunuhan juga adalah Kak Azka?” tanya Bian.
“Gua bisa kok membuktikannya.” kata Chandra sambil meletakkan sebuah plastik kecil berisi racun dari dalam kantong baju Azka.
Saat semua dalam keadaan tegang, Pak Hasan mencoba untuk berlari keluar. Namun, sama seperti Azka, ia pun tiba-tiba juga terjatuh.
“Percuma saja Bapak berusaha untuk lari. Karena saya sudah menaruh obat bius di dalam minuman bapak dan Azka.” ucap Chandra sambil menatap tajam Pak Hasan yang sekarang sedang berbaring di lantai, mencoba untuk bangun tapi tak bisa.
“A-apa maksud kau Chandra?” tanya Bian sambil berjalan menghampirinya. Chandra tersenyum lalu menjawab, “Itu artinya kita telah menang.” membuat Azka kesal.
“Lalu apa itu?” tanya Kak Adrian sambil menunjuk plastik kecil itu yang berada di atas meja.
“Oh, itu racun yang awalnya ingin digunakan oleh mereka untuk meracuni kita.” jawab Chandra.
“Me-meracuni kita?” tanya Satrio tidak percaya.
“Maksudnya sama seperti yang dilakukan kepada Arsyad?” tanya Bian.
“Betul sekali.” jawab Chandra sambil mengacungkan jempol.
“Ti-tidak mungkin. Bagaimana lu bisa- Maksudnya- tidak-” Azka terbata-bata karena tidak tahu harus berkata apa.
“Terima kasih kepada Raya, perbuatanmu bisa gua atasi.” kata Chandra sambil melirik ke arah Raya yang ada di belakang mereka.
“Elu?!” Azka terlihat marah, namun bingung kepadanya di waktu yang sama. “Kenapa? Bagaimana caranya? Itu tidak mungkinkan?” Azka masih belum percaya dengan perkataan Chandra barusan. Raya hanya diam dan tak berani menatap yang lain. Pandangannya menunduk ke bawah. Hal tersebut membuat Azka akhirnya bisa memoercayai perkataan Chandra lalu baru sekarang ia terlihat benar-baner marah. “Tapi bagaimana lu cara melakukannya?” tanya Marisya lalu diikuti oleh pertanyaan dari Bian. “Sudah berapa lama lu tahu tentang ini?” tanyanya kepada Chandra. “Bilang saja, gua mempunyai sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh Raya. Kalau sejak kapan, sepertinya setelah gua mengintrogasi Raja.” jawab Chandra.
“Apa?! Lu mengintrogasi Raja yang sedang dipenjara?”
“Benar. Lalu kenapa?” tanya balik Chandra, mengabaikan pertanyaan Azka. Ia tidak ingin mengungkapkan hal yang sebenarnya.
“A-apa coba maksudnya?” tanya Bian dan Marisya bersamaan. Saat semua kecuali Azka dan Chandra sedang kebingungan, Azka tertawa lepas, membuat Chandra dan yang lain kebingungan.
“Kak Az-Azka?” Bahkan Raya sampai ketakutan.
“Otak kau sudah miring ya?” tanya Kak Adrian.
“Aduh, ternyata memang hebat ya. Gua nggak mengira akan secepat ini lu tahunnya. Padahal gua masih ingin bermain lebih lama lagi.”
“Bukannya merasa marah atau sedih karena ketahuan dan rencananya gagal, ia malah tertawa begitu?” kata Kak Adrian yang bingung terhadap Azka.
“Lu nggak takut dipenjara apa?” tanya Marisya sambil menatapi Azka dengan tajam.
Chandra kembali jongkok di hadapan Azka lalu tersenyum padanya, “Akuilah kekalahanmu dan jelaskan semuanya padaku.” pintanya.
“Menjelaskan semuanya? Azka mengalihkan pandangannya dari Chandra lalu mereka arah Raya di belakang. “Kenapa nggak lu tanyakan saja padanya?” tanya Azka kepada Chandra.
“Tidak asyik kalau dia yang menjelaskan. Gua mau elu yang langsung menjelaskannya.” kata Chandra terlihat senang melakukan ini, membuat Azka tertawa.
“Lu ini emang orang yang menarik ya.” puji Azka yang sudah berhenti tertawa.
“Gua nggak butuh pujian dari orang seperti lu. Jawab segera!” batin Chandra. “Kenapa ya?” Azka menghela nafas lalu kembali berkata, “Keluarga gua hancur, diputusin pacar gua baru-baru ini, kalah pertandingan basket sebulan yang lalu, dan dijauhi oleh teman-temanku juga. Kehidupan gua benar-benar berantakan. Dan itu semua terjadi gara-gara Arsyad. Gua ingin sekali marah, menangis dan, balas dendam kepadanya, tapi gua nggak bisa. Gua tidak punya keberanian untuk melakukannya. Sampai akhirnya gua bertemu Reva,” Bian terkejut mendengar nama Reva disebut oleh Azka.
“Awalnya sih gua hanya ingin mendalangi saja, tapi lama-lama rasanya menjadi menyenangkan. Apa lagi saat elu ikutan bermain.” lanjutnya.
“Maksud lu itu menyelidikikan?” tanya Chandra.
“Menyelidiki, bermain, sama saja.” jelas Azka.
“Lalu dari mana dia mendapatkan racun itu?” tanya Kak Adrian sambil menunjuk plastik kecil milik Azka yang diambil oleh Chandra dari dalam kantong saku.
“Dia dapatka dari polisi rambut gondrong.” jawab Chandra.
“Po-polisi?” Bian, Marisya, dan Kak Adrian terkejut.
“Polisi rambut gondrong?” Bian hampir tertawa mendengarnya.
“Ya, terserahlah gua mau manggil apa. Memang rambutnya gondrong kok.” kata Chandra merasa tersinggung.
“Lu sudah tau yang itu juga ya?” tanya Azka kepada Chandra.
“Tentu,” jawabnya lalu matanya melirik ke arah lemari di belakang Azka, atau di depan Chandra. “Karena alasannya sudah jelas, tolong segera tangkap dia.” katanya bebicara sambil menghadap ke kemari.
“Lu berbicara sama siapa Chan?” tanya Bian. Namun Chandra tidak menjawab, membuat Bian merasa penasaran.
Tak lama kemudian, tiba-tiba, pintu dibuka oleh seseorang di luar dan masuklah tiga orang polisi beserta kepala sekolah. Bian, Satrio, Marisya, Kak Adrian, dan Satrio terkejut. “Ba-bapak kepala sekolah?” Hal ini lebih membuat terkejut Pak Hasan.
“Saya tidak sangka orang seperti Anda melakukan hal seperti ini. Saya benar-benar
kecewa dengan Anda,” kata pak kepala sekolah kepada Pak Hasan lalu yang mengubah ada pandangnya menjadi ke arah Azka. “Kamu juga. Padahal hidup kau masih panjang. Kamu tuh masih muda tapi kamu sudah merusaknya. Kamu tidak akan punya masa depan lagi kalau begini. Kamu tahukan akibatnya?” kepala sekolah kepada Azka.
Satrio tidak menjawab dan menundukkan pandangannya. “Bapak-bapak, tolong tangkap mereka!” minta bapak kepala sekolah kepada para polisi. Sesuai perintah bapak kepala sekolah, Azka dan Pak Hasan pun diamankan oleh para polisi itu.
“Oh ya pak, jangan lupa mengamankan polisi itu juga ya.” kata Chandra sebelum para polisi itu keluar dari ruangan. Salah satu dari mereka mengangguk lalu setelah itu mereka berjalan pergi.
“Emang mereka tahu siapa orangnya?” tanya Kak Adrian, berisik dengan Chandra.
“Tahu kok. Gua sudah kasih tahu mereka.” jawab Chandra.
“Artinya semua rencana ini sudah lu beri tahu kepada mereka?” tebak Kak Adrian.
“Kurang lebih begitu.” jawab Chandra.
Di sama yang saat Azka dan Pak Hasan ditahan di tempat, Bian malah sibuk sendiri mencoba melihat apa yang ada di lemari itu. Chandra berjalan menuju Bian lalu bertanya, “Bian, lu ngapain?” Bian terlalu sibuk mencari sesuatu di sana sampai tidak menjawab pertanyaan Chandra.
Sampai akhirnya, “Nah, ini toh!” celetuk Bian.
“Apa yang lu temukan itu?” tanya Kak Adrian sambil berjalan menghampirinya.
Bian mengangkat benda yang ia temukan lalu bertanya kepada Chandra, “Ini kamera elu yang taruh di sini?”
“Ialah. Kalau bukan, para polisi itu tidak akan bisa melihat apa yang terjadi.” jawab Chandra.
“Berarti dari tadi kita diawasi oleh mereka?” tanya Marisya yang seketika wajahnya tampak panik.
“Iya, bapak kepala sekolah juga melihatnya.” jawab Chandra.
“Terima kasih banyak ya Chandra, ini sudah yang kedua kalinya kamu membantu sekolah ini.” kata bapak kepala sekolah kepada Chandra.
“Iya, sama-sama.” jawabnya.
“Mungkin hanya berterima kasih saja tidak cukup, jadi adakah yang bapak bisa lakukan untukmu?” tanya bapak kepala sekolah.
“Apa ya?” Chandra menaruh tangannya di bahu.
“Jika tidak terlalu berat, bapak bersedia memenuhinya.” kata pak kepala sekolah lagi.
“Saya melakukan ini tidak sendiri kok. Saya dibantu oleh Bian.” kata Chandra sambil melirik kearah Bian.
“Tidak, tidak, saya tidak banyak membantu. Saya juga membantunya karena punya alasan sendiri. Jadi jika ada yang harus diterima kasihkan itu adalah Chandra.” kata Bian.
“Kalau begitu, kalian berdua saja tidak apa-apa. Seperti kata Bapak katakan tadi, jika tidak terlalu berat, bapak akan memenuhi keinginan kalian.” kata bapak kepala sekolah.
“Waduh, kalau ditanya mendadak, kami juga tidak tahu.” kata Bian.
“Mungkin bantuan dalam pelajaran atau untuk kuliah nanti.” bapak kepala sekolah masih bersikeras.
“Kalau begitu, saya punya satu permintaan.” kata Chandra yang sudah tahu.
ns 15.158.61.7da2