Hari Senin pun datang kembali, dan seperti biasa, Chandra datang ke sekolah 6:30. Chandra sudah melupakan kejadian hari Jumat kemarin dan ia sudah kembali seperti biasanya. Namun, entah menapa, ia merasa ada yang janggal hari ini. Chandra melihat sekeliling dan agak kaget melihat tas Gerald yang sudah tergantung di gantungan mejanya dengan rapi.
“Aneh, Gerald udah datang,” katanya pada dirinya sendiri, di dalam hati. “Terserahlah. Mending gua beresin kelas dulu.” Hari Senin adalah hari di mana Chandra piket. Walaupun Chandra dikenal sebagai orang yang cuek, ia tak pernah melepaskan tanggung jawabnya, sekecil apapun itu. Chandra berdiri dan melangkah keluar kelas dan menuju gudang yang berada di pojok gedung sekolah, untuk mengambil sapu, pengki, dan beberapa alat kebersihan lain. Karena masih pagi, sekolahan masih sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sudah datang, dan kebanyakan ada di dalam kelasnya. Bahkan di kelas Chandra, baru 10 orang yang datang, dari 38 murid di kelasnya. Chandra telah sampai di depan pintu gudang. Namun, jauh di belakangnya ada perempuan dari kelas lain yang juga sepertinya ingin mengambil sapu di gudang.
“Gua harus cepat. Biar dapat yang bagus.” kata Chandra di dalam hati, lalu membuka pintu gudang.
“Clek!” Bunyi pintu terbuka. Chandra membuka pintunya lebar-lebar supaya nanti tak susah untuk mengeluarkan barang-barang. Namun, Chandra berhenti dan mematung. Matanya terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai keluar dari dalam pori-porinya. Chandra menemukan seorang lelaki yang tergeletak tanpa daya di dalam gudang tersebut. Matanya terbuka lebar dan mulutnya terlumuri darah. Seperti memuntahkan darah. Orang yang masuk itu adalah Gerald.
“G-Gerald?” kata Chandra, mematung tak tahu harus bagaimana. Tubuh Chandra gemetaran melihat hal itu. Ia tak bisa melakukan apapun. Chandra ingin berteriak, tapi saking takutnya sampai-sampai ia tak bisa melakukannya.
Namun, tiba-tiba, dari arah belakang, “Aaaa…”!” jerit seorang perempuan di belakangnya, membuat Chandra akhirnya tersadar. Teriakan perempuan itu membuat murid, bahkan OB berdatangan. Karena penasaran dan ingin lihat apa yang terjadi. Sama seperti Chandra , mereka semua terkejut. Bahkan ada yang pingsan melihat itu.
“Apa yang terjadi? Bagaimana bisa? Apakah dia meninggal? Siapa yang melakukannya?” pertanyaan itu tertera di dalam hati Chandra dan juga orang lain. Melihat sekumpulan anak yang berada di depan gudang, Pak Ayib yang penasaran, mencoba mendatanginya. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanyanya, yang datang bersama seorang OB, Mas Fajar.
“Pak, lihat itu.” kata seorang anak sambil menunjuk ke arah mayat Gerald yang berada dalam gudang. Pak Ayib langsung mengarahkan pandangannya ke arah tunjukan anak itu. Dan tentu saja hal tersebut membuat Pak Ayib dan Mas Fajar terkejut. “Apa yang terjadi? Bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya Pak Ayib.
“Kami juga gak tahu pak. Kami juga baru datang dan kami juga sama-sama terkejut.” jawab seorang anak.
“Siapa yang pertama kali menemukan mayat ini?” tanya Pak Ayib.
“Dia pak.” tunjuk seorang anak, menunjuk ke arah Chandra.
“Chandra, apa kamu tahu kenapa bisa terjadi seperti ini?” tanya Pak Ayib.
“Tidak pak.” jawab Chandra.
“Kamu awalnya ngapain ke sini?” tanya Pak Ayib.
“Saya hanya ingin mengambil sapu. Dan saat saya membuka pintunya saya melihat ini.” jelas Chandra.
“Begitu ya. Mas, tolong panggil satpam. Biar saya yang akan telepon polisi.” pinta Pak Ayib.
“Baik pak.” jawabnya lalu bergegas berlari melewati sekumpulan anak-anak.
“Anak-anak, masuk ke dalam. Biar bapak dan orang dewasa lain yang mengurusnya.” kata Pak Ayib dengan tegas kepada anak-anak.
Tapi bukannya kembali ke kelas seperti yang diminta oleh Pak Ayib, murid-murid makalah saling bergosip di depan gudang, membuat jalan menuju gudang tersebut, terhalang. Karena hanya sedikit yang meninggalkan tempat, Pak Ayib harus mengulangi perkataannya. Tapi sekarang beliau terlihat marah.
“Aduh, gawat. Mending gua ke kelas aja deh. Dari pada kena marah nih guru.” kata Chandra di dalam hati, lalu berjalan menelusuri kerumunan, menuju ke kelasnya. Hati Chandra masih berdetak kencang. Ia yang masih shok akibat tadi, memutuskan untuk membaca buku saja, agar hatinya tenang. “Mending gua baca buku aja deh.”
Namun, keadaan kelasnya tak jauh berbeda dengan keadaan di luar. Mereka, teman-teman sekelas Chandra, juga sedang mengosipkan tentang kematian Gerald yang dibilang cukup sadis itu. Bahkan murid-murid yang baru datang juga ikut-ikutan.
Chandra yang baru sampai di kelasnya langsung menjadi pusat perhatian teman-teman sekelasnya.
“Lah? Pada kenapa ini?” tanya Chandra di dalam hati.
Teman sekelas Chandra memandangnya dengan pandangan dingin, bingung, ataupun juga pandangan jijik, membuat Chandra tambah kebingungan. Namun, karena tak merasa bersalah, Chandra mengabaikannya. Ia berjalan melewati pandangan dingin dari teman-teman sekelasnya.
“Eh, liat tuh, sih Chandra.”
“Ih, dasar pembunuh.”
“Kejam banget sih Chandra itu.”
“Pasti dia melakukannya kerena ingin balas dendam.”
Namun Chandra berusaha tak peduli dan terus berjalan sampai akhirnya dia sampai di mejanya. Tanpa terlihat bersalah, ia duduk, membuka buku pelajaran, dan membacanya, berusaha menenangkan dirinya. Chandra menghela nafas dan mulai membaca buku pelajarannya. Baru saja Chandra menenangkan diri dan sedang fokus membaca, Raja datang dan menendang meja Chandra dengan kuat menggunakan kakinya, membuat Chandra yang sedang membaca merasa terganggu.
“Eh, Chandra,” Chandra mengarahkan pandangannya kepada Raja. “Dasar lu psikopat.” ketusnya.
“Hah?” tanya Chandra.
“Jangan main-main lu. Perbuatanmu itu rendahan banget.” batin Raja, dan lagi-lagi Chandra tak mengerti.
“Hah?! Ngomong apa sih?” tanya Chandra. Gara-gara itu, amarah Raja meluap. Ia tidak bisa menahannya lagi. Raja mencengkram kuat-kuat kerah baju Chandra, membuat Chandra agak sedikit terangkat ke atas.
“Jangan bertingkah sok belagu lu. Lu yang membunuh Gerald kan?!” katanya.
“Hah?! Ngapain gua melakukan hal seperti itu?” Chandra malah bertanya balik
“Gua gak perduli apa alasan lu.” jawab Raja.
“Artinya lu gak punya bukti kan?” tanya Chandra, membuat Raja terpojok. “Jangan main tuduh-tuduhan kalau nggak punya buktinya.” kata Chandra dengan tenang, membuat Raja makin marah.
Raja mengepal tangannya kuat-kuat dan bersiap memukul Chandra. Chandra hanya diam sambil memandang Raja dengan pandangan dingin. Ia bahkan tak terlihat takut dikitpun. Tangan Raja diayunkan menuju muka Chandra dan hampir mengenai wajah Chandra. Tapi untungnya, Bian datang pada saat yang tepat. Bian berhasil menghentikan Raja untuk memukul Chandra. Ia menangkis pukulan Raja sambil berkata, “ Ngapain lu?” membuat Raja kaget dan akhirnya melepaskan cengkraman kerah Chandra.
“Ada apa ini? Kalau emang mau berantem, jangan di kelas.” tanya Bian lagi.
“Dia telah membunuh Gerald.” jawab Raja, membuat Bian terkejut.
“Me-membunuh? Hah?!” tanya Bian.
“Iya, itu benar. Dia itu adalah seorang psikopat yang membunuh Gerald dengan sadis.” jawab Raja.
“Bentar-bentar, gua gak mengerti. Emang apa yang terjadi pada Chandra sampai-sampai dituduh membunuh?” tanya Bian, yang belum tahu apapun.
Bian baru saja datang dan langsung dibuat kaget oleh Raja dan teman lainnya. “Gerald ditemukan meninggal di ruangan gudang pojok gedung.”
“Lalu?” tanya Bian.
“Dan pelakunya bukan lain adalah Chanda.” jawab Raja.
“Lu punya bukti apa gua yang melakukannya? Gua juga baru datang dan sama-sama terkejut seperti kalian.” ketus Chandra yang tidak suka disalahkan.
“Kita gak ngomong sama lu.” sengit seorang laki-laki yang merupakan teman Raja, Satrio. Orang yang sama yang memperkenalkan Bian kepada Chandra.
“Jangan sok tidak tahu deh.” sengit teman Raja yang lain.
“Lagian, kenapa gua itu harus melakukan itu?” tanya Chandra.
“Lagi-lagi pertanyaan itu. Gua enggak peduli alasan atau motivasi apa yang lu punya sampai-sampai melakukannya. Gua mungkin gak punya bukti, tapi gua tau lu yang melakukannya.” kata Raja.
“Kalau gitu, lu gak punya hak untuk menyalahkan gua.”
“Bentar, lu dapet berita itu dari mana?” tanya Bian.
“Peduli amet.” sengit Raja.
“Kasih tau aja sih.” kata Bian dengan dingin.
“Gua dapet beritanya dari temen gua, yang katanya denger dari sekumpulan peremuan di sana.” jawab Raja sambil menuju ke arah sekumpulan peremuan di barisan paling depan.
“Tunggu sebentar,” kata Bian lalu melangkah menuju sekumpulan perempuan tersebut tampa terlihat takut sedikit pun.
“Dia mau ngapain coba?” tanya Chandra di dalam hati.
“Kalian,” kata Bian, membuat para perempuan itu menoleh ke arahnya. “kalian dapat berita tentang kematian Gerald disebabkan oleh Chandra dari mana?” tanya Bian.
“Oh, kami tahu dari dia.” tunjuk seorang perempuan kepada teman di sebelahnya. Bian langsung memandang tajam ke arahnya. “Kau tahu dari mana?” tanyanya dengan sengit.
“Aaaa… kesimpulan.” jawabnya dengan ragu-ragu, membuat Bian sampai menepuk jidatnya.
Bian mengambil nafas panjang-panjang lalu mengeluarkannya. “Nama lu siapa? tanya Bian.
“K-Kayla.” jawab perempuan itu terbata-bata. Mukanya terlihat sangat panik.
“Kayla, ya? Sepertinya lu pintar membuat berita hoax kayak gitu. Terus berani bilang pula.” sengit Bian.
“Hehehe, bukan gitu sih maksudnya.” kata Kayla.
“Ya, dia emang pinter banget kalau soal beginian.” tembak seorang temannya.
“Woiii!” seru Kayla lalu menjawil temannya itu.
“Dia dikenal sebagai ratu gosip di sekolahan ini.” lanjut teman lainnya.
“Terus kalian percaya sama kata-katanya?” tanya Bian.
“Iya. Bukannya itu memang kenyataan?”
Bian langsung memandang tajam Kayla, lalu berkata, “Emang itu bener Kayla?” Kayla membuang mukanya, membuat Bian merasa kesal. “Woi!” seru Bian.
“Iya-iya, itu bohong.” jawab Kayla, mengakui, lalu menutup mukanya dengan kedua tangannya karena malu.
“Hah? Itu bohongan ceritanya?” tanya temannya.
“Iya, gua cuma mau kalian memperhatikan gua lagi.”
“Hah?”
“Belakangan ini kalian nggak pernah ngajak-ngajak kalau mau ke kantin. Jadi gua merasa ditinggal.” kata Kayla.
“Ya ampun. Enggak kali.” kata temannya itu.
“Gua kita ini semua terjadi gara-gara gua nggak punya gosip baru untuk dibawakan.” kata Kayla.
“Mana mungkinlah. Kita tuh ninggalin lu karena permintaan Pak Ayib.”
“Pak Ayib?” tanya Kayla.
“Iya. Dia bilang nilai lu turun drastis. Jadi dia meminta kita untuk meninggalkanmu sementara, sampai nilai ulangan lu selanjutnya bagus.” jelasnya.
“Aduh... gua jadi merasa bener-bener malu.” kata Kayla lalu menutupi mukanya dengan kedua tangannya karena malu.
“Syukur deh lu udah mau ngaku,” kata Bian lalu mengelus dadanya. Bian yang mulai merasa tenang memegang pergelangan tangan Kayla yang sedang menutupi mukanya, membuat Kayla agar tersipu.
Karena hal itu, peremuan di kelas sampai berteriak histeris. Namun, bukannya seperti kisah-kisah romantis, Bian malah memandang Kayla dengan tajam sambil berkata, “Sekarang minta maaflah kepada Chandra,” Kayla terkejut mendengarnya. “Lu yang mengakibatkan Chandra hampir dipukul sama aja Raja tadi. Jadi setidaknya lu minta maaflah kepada Chandra.” kata Bian.
“Udah napa. Jangan dibahas lagi.” kata Raja yang mendengar percakapan mereka dari belakang.
“Tapi emang benerkan?” tanya Bian.
Kayla pun memalingkan mukanya. “Dan jangan bilang lu nggak ngelihat?” bantin Bian.
“Sekarang?” tanya Kayla.
“Iya, sekarang.” batin Bian.
“Ihhh, iya-iya. Gua minta maaf.” kata Kayla dengan nada terpaksa lalu dengan beraninya, ia bangkit dan berjalan ke arah Chandra. Kayla berdiri di samping meja Chandra dan berkata, “G-gua minta maaf.” sambil memalingkan mukanya, tidak berani menatap langsung wajah Chandra.
Chandra tidak mengerti situasinya, bertanya, “Buat apaan?” membuat Kayla terkejut.
“G-gua yang menyebarkan berita bohong tentang lu yang membunuh Gerald.” jawab Kayla.
“Oh, gitu.” kata Chandra lalu kembali membuang mukanya seperti tadi. Matanya yang awalnya terbuka lebar karena terkejut melihat seseorang meminta maaf langsung di depan mukanya. Ini pertama kalinya hal ini terjadi. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Matanya kembali normal dengan pandangan dinginnya itu. Bian yang kebingungan menghampiri Chandra.
“Lu denger nggak sih, gua ngomong apa?” tanya Kayla, kesal karena merasa dicuekin.
“Gua denger kok.” jawab Chandra tanpa melihat Kayla.
“Tapi kok lu tenang banget kelihatannya?” tanya Bian, membuat arah mata Chandra mengarah kepadanya.
“Terus gua harus kaget gitu?” tanya Chandra.
“Bukan gitu sih maksudnya.” jawab Bian sambil mengelus-elus pundaknya.
“Lagian, gua udah tahu kok berita itu berasal dari lu.” kata Chandra kepada Kayla dengan santainya, membuat Bian, Kayla, Raja, dan beberapa teman yang lain, terkejut.
“L-lu tahu?” tanya Kayla. Chandra mengganggu. “Kok bisa?” tanyanya lagi.
“Lu tadi ngelihat mayat Gerald di gudangkan?” tanya Chandra. Kayla mengangguk. “Dan lu juga orang pertama meninggalkannya. Tapi bukan karena takut, karena ide gosip tiba-tiba muncul saat aku ingin segera menceritakannya ke teman-teman lu. Tapi malah tersebar luas sampai seisi kelas tau. Dan tentu saja lu nggak menduga hal itu. Yang ingin lu lakukan hanya untuk mendapatkan perhatian teman-teman lu, ya kan?” Mendengar penjelasan Chandra, Kayla shok.
“K-kok lu bisa tahu?” tanya Kayla.
“Emang itu benar Kayla?” tanya Raja dan Bian bersamaan.
“Bener banget. Persis seperti yang terjadi.” jawab Kayla.
“Bagaimana caranya lu tahu?” tanya Raja.
“Karena tadi gua lihat Kayla masuk ke kelas paling pertama. Lalu ekpresi mukanya saat melihat mayat Gerald yang tampak seperti ada sebuah ide muncul di otak ya. Ditambah, mukanya kelihatan paling tegang di antara orang lain saat gua masuk dan saat gua diancam sama Raja,” jawab Chandra.
“Yaelah, dibahasa lagi kayak gitu.” ketus Raja di dalam hati.
“Lu tahu hanya dengan melihat ekspresi wajah Kayla?” tanya Raja.
“Ya, kurang lebih begitu dan sedikit kesimpulan yang gua ambil sendiri.” jawab Chandra.
“Lalu adakah yang bisa lu simpulkan tentang apa yang terjadi pada Gerald sampai-sampai bisa terbunuh seperti itu?” tanya Bian.
“Hm…” Chandra berpikir sejenak. “Yang bisa gua simpulkan hanyalah waktu kejadiannya yang bertepatan pada jam 6 pagi dan gudang itu adalah tempat keduanya.”
“Tempat kedua?” tanya Kayla, tak mengerti.
“Gerald meninggal bukanlah di sana. Dia diangkut dari ruangan lain, ke gudang itu.” jelas Chandra.
“Kenapa lupa berpikir seperti itu?” tanya Bian.
“Karena seragam Gerald berlumuran darah, namun tidak ada sedikitpun di lantai atau di manapun ruangan gudang itu, atau mungkin itu yang gua lihat. Belum bisa dipastikan sih karena gua aja belum masuk dan nggak bisa memperhatikan ruangannya lebih jelas.” jelas Chandra.
“Mungkin sih pelaku mengelapnya atau mungkin ada di belakang.” kata Bian.
“Kemungkinan itu juga juga bisa. Seperti yang gua bilang tadi, belum bisa dipastikan. Gua juga nggak bisa mengatakan kalau itu benar tanpa bukti apapun.” kata Chandra. “Terus kenapa menurutmu pelakunya membunuh Gerald 06:00?” tanya Kayla.
“Karena jam 6:30 gua udah datang dan sudah lumayan rame dengan anak-anak lain. Sedangkan pagar sekolah baru dibuka jam 5.30. Jadi itulah waktu yang paling bisa gua pikirkan untuk sang pelaku membunuh Gerald. Lagian, gak mungkin salah satu dari murid di sini nggak melihat atau mendengarnya. Pasti Gerald menjerit atau berusaha kaburkan?” jelas Chandra.
“Atau ada yang tutup mulut.” tembak Bian, membuat yang lain terdiam.
“Apapun itu, kita tinggal tunggu hasil dari polisi saja dan biarkan mereka yang menanganinya.” kata Chandra.
“Kelamaan kalau nungguin polisi. Lagian gak mungkin polisi ngasih tau kita anak SMA apa yang terjadi sebenarnya.” sengit Raja.
“Kita cuma anak remaja doang. Apa yang kita bisa lakukan?” tanya Candra.
“Terus bagaimana kalau ada korban lagi?” tanya Kayla.
Emang dikira cerita bunuh-bunuhan apa?” sengit Chandra.
“Bukannya lu suka baca novel misteri itu?” tanya Raja.
“Ya, gua memang suka. Tapi bukan berarti gua bisa memecahkan misteri seperti yang ada di novel. Gua cuma senang baca karena ceritanya menegangkan.” kata Chandra.
“Kalau nggak dicoba, gak tahu.” tembak Raja.
Tak lama setelah Raja berkata demikian, Pak Ayib datang dengan muka yang terlihat masam. Karena hal itu, murid-murid segera kembali ke tempatnya masing-masing.
Keadaan kelas sudah tenang dan jauh berbeda dengan yang tadi.
“Murid-murid, tadi Bapak dan guru lainnya sudah mengadakan rapat singkat dan memutuskan untuk hari ini kalian libur,” Mendengar pengumuman dari Pak Ayib, anak-anak bersorak gembira. “Tapi untuk hari ini saja.” ulang Pak Ayib lalu menghela nafas. “Baiklah, kalian silakan pulang.” kata Pak Ayib.
Tanpa berpikir dua kali, murid-murid bergegas merapikan barang-barangnya dan berebutan keluar kelas. Seketika lorong sekolah kembali ramai.
“Hati-hati di jalan ya anak-anak.” pesan Pak Ayib.
Seperti biasa, Chandra menunggu terlebih dahulu sampai keadaan tenang dan hari ini ia ditemeni oleh Bian.
“Tumben Bian masih di sini. Biasanya dia paling pertama ngacir sama temennya.” kata Chandra di dalam hati sambil memerhatikan Bian yang duduk di sebelahnya. Tapi Chandra cepat melupakannya, karena sekarang sudah gilirannya untuk keluar kelas. Chandra bergegas bangkit. Namun ia memutuskan untuk berbicara dahulu kepada Pak Ayib.
“Permisi pak.” kata Chandra pada Pak Ayib yang sedang memainkan handphonenya.
Pak Ayib menoleh dan bertanya, “Ada apa Chandra?”
“Apakah polisi sudah mengecek keadaan Gerald?” tanya Chandra.
“Kami pihak sekolah baru saja mengabari mereka dan katanya mereka akan segera datang.” jawab Pak Ayib.
“Lalu korban masih ada di gudang?” tanya Chandra.
“Gerald? Iya, dia masih ada di sana. Kami pihak sekolah juga tidak berani melakukan apapun.” jawab Pak Ayib.
“Kalau begitu, bolehkah saya melihatnya.” pinta Chandra, membuat Pak Ayib terkejut, begitu juga Bian yang masih berada di mejanya sedang merapikan barang-barangnya.
“Kamu mau ngapain memang sama mayat Gerald?” tanya Pak Ayib.
“Cuma mau melihatnya dari dekat saja.” jawab Chandra dengan tenang, tanpa terlihat takut dikit pun.
“Kamu nggak takut ,emangnya?” tanya Pak Ayib.
“Emang apa yang bisa dilakukannya? Dia kan udah meninggal. ” jawab Chandra.
“Tidak, tidak boleh.” larang Pak Ayib.
“Tolong pak, sebentar saja. Kalau enggak saya pasti akan susah tidur karena mati penasaran.”
Pak Ayib menghela nafasnya. “Bapak senang melihat kamu antusias seperti ini. Tapi tetap saja itu dilarang.” kata Pak Ayib dengan tegas.
“Kalau gitu, temenin saya. Biar bapak tau saya lagi ngapain.”
“Nggak boleh. Kamu pulang saja sana.” kata Pak Ayib, mulai marah lalu melangkah ke keluar kelas. Namun, pintu keluar sudah diblokir oleh Raja dan Kayla.
“Ayolah pak, sebentar saja.” pinta Raja, ikut-ikutan.
“Loh? Kalian kok belum pulang?” tanya Pak Ayib.
“Awalnya sih saya cuma mau ngajak Bian pulang. Tapi saya nggak sengaja pembicaraan bapak tadi dan tentu saja saya mau ikutan.” jawab Raja.
Pak Ayib menepuk jidatnya. “Kalau kamu?” tanya Pak Ayib kepada Kayla.
“Kalau saya emang belum pulang.” jawab Kayla.
“Jadi boleh ya pak? Sebentar saja. Kita berjanji deh gak lama.” kata Raja dengan wajah memelas.
“Aduh... anak zaman sekarang emang gak ada takut-takutnya ya.” kata Pak Ayib alu menghela nafas. “Yaudah, yaudah. Tapi sebentar aja ya.” kata Pak Ayib.
“Yeiii?” Kayla bersorak gembira. Sementara Chandra yang ada di belakangnya hanya tersenyum senang.
“Lah, Kayla juga mau ikut?” tanya Chandra.
“Ikut dong.” jawab Kayla.
“Lu gak takut? Nanti lu malah nangis.” ejek Raja, membuat Kayla cemberut.
“E-enggak, gak akan.” kata Kayla.
Raja pun tertawa lalu kembalik bertanya, “Bian, lu mau ikut enggak?” tanyanya kepada Bian.
Bian berpikir sebentar. “Emmm, boleh deh.” jawabnya agak ragu-ragu.
“Kenapa? Lu takut?” tanyak Raja dengan nada mengejek.
“Enggak kok. Jangan asal menuduh deh.” ketus Bian.
“Udah cepetan sana. Bapak juga ada urusan lain.” kata Pak Ayib, tidak suka membuang waktunya.
Chandra, Raja, Kayla, Bian, dan Pak Ayib pun pergi ke gudang yang berada di pojok gedung sekolah. Lorong sekolah sekarang sepi, tak ada satu anakpun tersisa. Dengan mudah, mereka bisa berjalan menuju gudang tersebut. Tak membutuhkan waktu yang lama, mereka telah sampai di depan pintu gudang. Dengan hati-hati, Pak Ayib pembuka pintunya. “Clek!” bunyi pintu terbuka.
Keadaannya masih terlihat seperti tadi. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Mayat Gerald pun masih tergeletak tak berdaya di lantai. Awalnya Kayla, Raja, Chandra, dan Bian terdiam saja karena takut. Hawa di dalam gudang terasa dingin, wangi darah tercium dari sana. Ditambah, ruangan sangat gelap. Lampu di ruangan ini sudah tak bisa menyala, membuat suasana menjadi lebih menakutkan. Karena lama terdiam Pak Ayib jadi kesal dan berkata, “Hei, mau sampai kapan kalian diem-dieman kayak begini?! Kalau takut, mending gak usuh.”
Walaupun begitu, mereka masih tidak berani untuk memasukki ruangan. Sampai akhirnya Chandra merasa kesal dan melangkah masuk ke dalamnya dengan keberanian penuh. “Permisi.” kata Chandra sambil memasukki ruangan. Chandra berjalan dengan hati-hati supaya tidak menyenggol barang apapun atau mayat Gerald.
“Hati-hati Chan.” kata Raja mengingatkan.
“Iya-iya, tapi kalian masuk juga dong.” pinta Chandra lalu menoleh ke belakang lalu berkata lagi, “Apa jangan-jangan kalian takut?” membuat Raja yang tidak suka diejek, merasa terhina.
“Hah?! Jangan main asal nuduh deh,” kata Raja lalu memberanikan diri untuk memasukki ruangan. “Nih, liat, gua udah masukkan?” katanya kepada Chandra.
“Iya-iya. Sekalian bantuin gua nyari bukti ya.” pinta Chandra sambil tersenyum sinis, membuat Raja merasa tertipu. Chandra pun jongkok di sebelah mayat Gerald dan ia memerhatikan mayatnya baik-baik. Chandra juga tidak lupa untuk memperhatikan sekelilingnya.
Bian masuk dan mencoba mencari skalar lampu. “Nah, ini dia.” kata Bian lalu mencoba menyalakanya. Namun, dicoba berapa kalipun lampu tidak kunjung menyala. “Di sini lampunya gak nyala ya?” tanya Bian kepada teman-temanya.
“Oh iya, lampu di sini udah gak pernah diganti semenjak semester ini.” jawab Pak Ayib.
“Waduh, lama banget.” kata Raja.
“Jadi, apa yang bisa lu simpulkan?” tanya Kayla yang berada di ruangan, kepada Chandra.
“Eh, lu enggak masuk?” kata Raja.
“Aaaaa…” Kayla mengaruk-garuk lehernya.
“Tadi katanya berani, sekarang jadi takut begini.” ejek Raja.
“E- enggak kok. Siapa bilang gua takut?” kata Kayla, tidak mau kalah.
“Kalau gitu, ayo masuk. Jangan manteng terus di depan.” ajak Raja.
“Gua jaga di luar aja. Nemenin Pak Ayib.” jawab Kayla.
“Lah? Bisa gitu?” canda Raja.
“Udahlah, kalau dia gak mau gak usah dipaksa,” kata Chandra. Raja pun berjalan menuju Chandra dan ikut jongkok. “Lu juga bantuin gua nyari bukti-buktinya dong.” kata Chandra, lagi.
“Bukti apa yang lu butuhkan?” tanya Raja.
“Semacam darah atau alat lainnya seperti pisau atau mungkin obat-obatan.” jawab Chandra.
“Oh, oke,” jawab Raja lalu bangkit. “Bian, bantu gua ya.” pintanya.
“Emang itu tujuan gua dateng ke sini.” jawab Bian. Bian dan Raja pun mulai mencari bukti-bukti yang ada. Walaupun agak takut, mereka berusaha sekuat tenaga untuk memberanikan diri. Sementara itu, Kayla dan Pak Ayib menunggu di luar. Karena Kayla agak ketakutan, ia memutuskan untuk menunggu di luar saja. Ketiga laki-laki itu sibuk mencari bukti. Chandra memperhatikan mayat Gerald, sementara Bian dan Raja mengecek keadaan ruangan.
“Udah ada yang nemuin sesuatu kah?” tanya Chandra kepada Bian dan Raja.
“Nggak, enggak ada apa-apa.” jawab Raja.
238Please respect copyright.PENANAxt97z0XRLC
15 menit berlalu, namun ketiga cowok itu belum mendapatkan bukti apapun. Pak Ayib yang menunggu di luar, melihat jam di handphone-nya. Ia terkejut setelah tahu kalau sudah 15 menit berlalu. Pak Ayip segera menyuruh ketiga cowok itu keluar. "Bian, Chandra, Raja, cepat keluar." pintanya.
"Tunggu pak, kita belum menemukan apapun. Tolong berikan kami waktu sebentar lagi." pinta Raja,
"Sebentar, sebentar, ini itu udah 15 menit berlalu. Udah cukup bukan?" tanya Pak Ayib dengan tegas.
"Tapi kita belum menemukan bukti apapun." ulang Raja.
"Nggak ada, nggak ada, nggak ada. Kalian janji untuk tidak lama bukan? Apakah kalian lupa?" tanya Pak Ayib.
"Tapi Pak-"
"Udah cukup! Bapak masih ada urusan lain. Nanti biar para polisi aja yang menanganinya." Pak Ayib mulai lihat marah.
"Tapi kalau begitu, kita gak akan tau keadaannya." kata Raja.
"Iya pak, bener. Mana mau polisi ngasih tau anak SMA tentang kejadian ini." kata Kayla, ikut-ikutan.
"Iya-iya, nanti bapak yang akan memberi tahu kalian deh," kata Pak Ayib, menyerah.
"Hah?! Beneran Pak?" tanya Kayla.
"Iya, tapi sekarang kalian harus pulang. Baru besok Bapak ceritanya." lanjutnya. Kayla pun bersorak. "Tapi bapak nggak janji ngasih tahu semuanya ya. Yang menurut bapak aman aja." kata Pak Ayib.
"Ya… Pak." rengek Kayla.
"Sudah cukup, kita keluar saja." kata Chandra sambil bangkit lalu berjalan menuju pintu.
"Loh? Lu udah punya bukti?" tanya Raja.
"Kurang lebih begitu." jelas Chandra sambil memerhatikan kembali mayat Gerald.
"Udah, udah, cepetan. Kalian tuh membuat bapak terlambat aja. Nanti Bapak kunci loh dari luar luar." ancam Pak Ayib.
"Iya-iya." kata Raja, terpaksa keluar. Begitu pula Bian yang mengikuti dari belakang.
"Udah sana kalian pulang." kata Pak Ayib sambil menutup pintunya.
"Kalau begitu, kami permisi dulu ya pak. Terima kasih." kata Chandra lalu melangkah pergi kembali ke kelasnya untuk mengambil tasnya.
"Eh, bentar," kata Raja lalu mengejar Chandra. "Lu punya buktikan?" tanyanya.
"Iya, sedikit." jawab Chandra.
"Gua mau dengar dong." pinta Raja. Dari arah belakang, Kayla berkata sambil mengejar Chandra dan Raja, "Gua juga dong."
"Iya, tapi enggak di sini." jawab Chandra.
"Yaudah, kita di kantin aja. Sekalian gua mau jajan." usul Kayla.
Raja membalikan badan dan bertanya kepada Bian. "Lu ikut nggak?"
Bian yang sedang melihat ke luar jendela, menoleh dan menjawab, “Emmm, enggak deh, Maaf, tapi kayaknya gua udah dijemput.” sambil melihat ke arah luar, melalui jendela sebelahnya, yang dari sana bisa melihat langsung parkiran sekolah.
“Oh... Lu dijemput?” tanya Raja.
“Masa sih? Kok gua nggak pernah ngeliat.” kata Kayla, ikut-ikutan.
“Agak memalukan sih kalau dibicarain dengan orang lain.” jawab Bian, tersipu malu. “Enak ya.” kata Chandra sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela, sekilas terlihat murung. Bian, Raja, dan Kayla saling pandang, tak tahu harus melakukan apa.
“Yaudah kalau begitu, gua permisi dulu ya.” kata Bian, memberanikan diri berkata pada saat Chandra terlihat muruh. Hal tersebut malah membuat Chandra sadar kembali lalu tersenyum. “Eh, iya, hati-hati.” kata Chandra. Lalu Bian pun berlari menuju kelas, mendahului mereka bertiga.
“Jadi kenapa nggak lu minta jemput aja?” tanya Kayla, memulai pembahasan yang tadi. “Hah?! Kita ngebahas apa ya?” tanya Chandra, tak mengerti. Sambil mengobrol, mereka pun berjalan menuju kelas.
“Soal dijemput sama orang tua kayak Bian.” jawab Kayla.
Dan barulah Chandra mengerti. “Oh... itu.”
“Kok lu bisa tahu yang ngejemput Bian itu orang tuanya?” tanya Raja.
“Enggak tau juga sih.” kata Kayla lalu tertawa kecil, membuat Raja sampai menepuk jidat. “Terserahlah, tapi kalau gua sih agak malu ya diantar-jemput orang tua. Mending jalan kaki atau naik sepeda sendiri.” kata Raja.
“Sebenarnya gua nggak nanya ke elu sih. Gua nanya Chandra.” kata Kayla, membuat Raja menjadi malu sendiri.
“Jahat!” ketus Raja lalu membuang mukanya dan terlihat marah.
“Yaelah, ngambek.” kata Kayla lalu memukul pundak Raja, membuat Raja terkejut dan sedikit terlempar ke depan.
“Buset! Cewek bukan sih lu? Kuat bener tenaganya.” ketus Raja.
“Cewek lah. Cantik begini kok kelihatan. “ kata Kayla sambil memainkan rambutnya. Tak terasa mereka sudah sampai di kelas. Chandra yang sudah duluan masuk, mengambil tasnya dan berjalan keluar kelas tanpa disadari Raja ataupun Kayla. “Woi, mau pada pulang enggak sih?” tanya Chandra, sudah berdiri di depan pintu sambil menggandeng tasnya dan terlibat siap untuk pulang. Sementara Kayla dan Raja masih asyik bercanda di dalam kelas. “Dasar pacaran terus kerjaannya.” ejek Chandra.
“Pacaran, pacaran, mana mau gua pacaran sama orang itu?” sengit Kayla sambil menunjuk Raja.
“Tau gak sih lu, kalau kata-kata lu barusan kena banget di hati gua?” tanya Raja sambil memegangi bajunya.
“Peduli amet gua tentang itu.” sengit Kayla, sok tidak perduli.
“Malahan, sebenarnya gualah yang harusnya ngomong kayak gitu.” kata Raja, tak mau kalah.
“Hah?!”
“Mana sudi gua pacaran sama lu.” lanjut Raja.
“Apa lu bilang?!” tanya Kayla, naik pitam.
“Udahlah, males ah gue. Mending pulang aja.” kata Chandra lalu membalikkan badannya dan melangkah keluar, berpura-pura meninggalkan Raja dan Kayla yang masih bertengkar.
“Lah, lah, lah, jangan dong.” kata Raja lalu bergegas mengambil tasnya dan mengejar Chandra yang sebenarnya masih berdiri di samping kelas, sedang bersembunyi sambil menunggu Raja dan Kayla. Raja pun berlari mengejar Chandra yang masih berada di luar itu. Tanpa menyadari kalau ada buku yang terjatuh dari dalam tasnya. Kayla yang melihat buku Raja terjatuh, memutuskan untuk mengambilnya dan memberikannya nanti. Sementara itu, Raja yang sudah berada di luar kelas, kaget saat melihat Chandra yang ternyata masih berdiri di samping kelas. “Loh? Lu masih di sini? Kirain dah pulang.” tanya Raja.
“Maunya sih begitu. Tapi nanti ajalah,” kata Chandra lalu berkata di dalam hatinya, “Lagian juga enggak ada siapa-siapa di rumah.”
“Yaelah, gue sempet panik tadi.” kata Raja sambil mengelus dadanya. “Ngomong-ngomong, di mana Kayla?” tanya Chandra.
“Gua di sini.” jawab Kayla dari arah belakang, baru saja keluar dari kelas dan sedang menutup pintu. “Nih, tadi jatuh dari tas lu.” katak Kayla sambil memberikan buku yang terjatuh tadi kepada Raja. Raja terkejut, namun senang, dan berkata, “Oh iya, makasih.” lalu mengambilnya.
“Udah, ayo dong, gue udah laper nih.” ujar Kayla ingin cepat pergi ke kantin.
“Jadi sebenarnya ini ke kantin mau ngapain sih?” tanya Chandra.
“Udah, kagak usah banyak nanya.” kata Kayla lalu melangkah pergi, lalu diikuti kedua cowok belakangnya.
238Please respect copyright.PENANA560KBFuMKk