“Satrio, Raya!” panggil Bian dari kejauhan.228Please respect copyright.PENANANJPpdSjKSh
Ia sedang berlari menghampiri Satrio dan Raya yang sedang duduk di belakang kelas bersama beberapa orang lain.
“Ada apa?” tanya Satrio sambil menoleh ke arah Bian yang sedang berlari menuju mereka.
Bian yang kewalahan dan ngos-ngosan menjawab, “Bisakah kita bicarakan di luar.” pinta Bian.
“Ada apa emang?” tanya Raya.
“Adalah pokoknya. Ikutin aja.” Bian tidak ingin mereka tahu dulu sampai keadaan sepi.
“Sepertinya sangat penti,” Satrio bangkit perlahan lalu kembali berkata, “Oke, ayo Raya.”
“Lah? Gua juga ikut?” tanya Raya kepada Bian.
“Ikutlah. Gua kan manggil kalian berdua.” jawab Bian.
Raya menghala nafas lalu karena terpaksa, ia bangkit dan mengikuti Bian mereka sampai akhirnya mereka berhenti di samping kelas yang tempatnya lumayan sepi. .
“Jadi ada apa?” tanya Satrio.
Sebelum menjawab Bian melihat sekeliling. Baru setelah merasa keadaan aman, ia mulai berbicara, “Chandra sudah menemukan siapa pelaku dibalik ini.” katanya membuat Satrio dan Raya terkejut.
“Hah?! Beneran?” tanya Raya.
“Iya, benar.” jawab Bian.
“Bagaimana caranya?” tanya Raya lagi.
“Gua gak begitu tau detailnya, tadi sepertinya Chandra menemukan hasil rekaman CCTV yang asli saat sedang melihat rekaman CCTV kemaudi pos satpam itu.”
“Yang asli? Maksudnya?” tanya Raya.
“Sebenarnya rekaman CCTV depan kelas kita itu ternyata ulangan dan bukan yang terjadi saat itu juga.” jelas Bian.
“Bagaimana caranya dia menemukannya?” tanya Satrio.
“Kalau itu gua nggak tahu.” jawab Bian sambil mengaruk-garuk pundaknya.
“Lalu Chandra sendiri sudah menontonnya?” tanya Satrio.
“Baru hari ini dia mendapatkannya, jadi dia berencana untuk menontonnya di rumah setelah pulang sekolah nanti.” jawab Bian.
“Bo-bolehkah gue juga melihatnya. Gua sangat penasaran dengan siapa pelakunya.” pinta Satrio.
“Gue juga ingin menontonnya.” Raya ikut-ikutan.
“Kalau itu… susah ya. Gua sendiri aja enggak dibolehin.” kata Bian.
“Kalau gitu, di mana Chandra sekarang? Gua mau bertanya kepadanya langsung.” pinta Satrio.
“Di mana ya? Gua juga nggak tahu. Terakhir kali itu gua ketemunya saat di pos satpam tadi pagi. Setelah itu gua nggak tahu lagi ke mana tuh anak.” jawab Bian.
“Lu nggak ngeliat dia keluar saat jam istirahat?” tanya Raya.
“Enggak. Dan kayaknya tadi memang dia nggak ikut pelajaran deh.” kata Bian sambil mencoba mengingat-ingat yang lagi.
“Enggak ikut jam pelajaran?” tanya Satrio tidak percaya.
“Kok bisa?” tanya Raya ikut-ikutan.
“Gua juga nggak tahu. Tapi tadi dia memang enggak ada saat jam pelajaran.” kata Bian.
“Ah, masa?!” tanya Raya.
“Ya udah, gua mau nyari dia dulu.” kata Satrio.
“Gua juga mau ikut.” kata Raya.
“Eh, bentar-bentar!” Namun Bian tidak bisa menghentikan Satrio dan Raya untuk pergi. “Aduh, gua baru aja sampai. Masa harus jalan lagi.” keluhnya. Namun karena terpaksa, Bian pun mengikuti Satrio dan Raya yang sudah berada di depan. Satrio dan Raya mencari Chandra di seluruh penjuru lantai 2, namun tidak ketemu. Karena itu, Satrio pun mengusulkan untuk mencari dibawa
“Raya, ayo kita cari di lantai 2 yuk.” usul Satrio pada Raya.
Saat yang bersamaan, Bian sedang berusaha menghampiri mereka.“Eh, bentar-bentar.” kata Bian yang sedang menyusul mereka.
“Alah, lu lama banget sih.” ejek Satrio kepada Bian.
“Kalian sih main tinggal-tinggal saja.” keluh Bian.
Tiba-tiba, di saat yang bersamaan, dari tangga, Chandra datang dan sedang berjalan menaiki anak tangga. Satrio yang melihatnya segera mencegahnya. “Eh, bentar-bentar!” katanya, membuat Chandra terpaksa berhenti.
“Itukan kalimat gua tadi.” ucap Bian.
“Loh, ada apa ini?” tanya Chandra tampak kebingungan.
“Ada apa ini? Pertanyaan lebih tepatnya, dari mana saja elu?” tanya Satrio balik bertanya.
“Oh, gua abis dari kantoe kepala sekolah.” jawab Chandra dengan santai.
“Kantor kepala sekolah? Ngapain aja lu di sana sampai melewatkan jam pelajaran?” tanya Raya.
“Oh ya?” Chandra malah balik bertanya.
“Jangan balik bertanya lu.” sengit Satrio.
“Ya elah, cuma sekali aja. Gua yakin kalian juga pernah kan. Lagian, gua kan bolos bukan karena alasan yang enggak-enggak, entah seperti siapa itu.” ketus Chandra.
“Lu Chandra bukan sih?” tanya Raya.
“Chandra lah. Memang lu kira siapa?” tanya Chandra balik.
“Ngomong-ngomong, gua denger lu sudah tahu siapa pelaku di balik ini?” tanya Satrio mengalihkan pembicaraan.
“Oh, lu sudah tahu?” tanya Chandra. Satrio dan Raya menganggu. Chandra menepuk jidatnya sendiri sambil menghela nafas. Lalu setelahnya ia berkata, “Bukannya gua sudah bilang, jangan kasih tahu ke siapa-siapa dulu.” kepada Chandra kepada Bian.
“Abisnya gua juga penasaran. Elu sih nggak mau kasih tahu gua.” jawab Bian.
“Alasan macam apa itu?” tanya Chandra sambil menepuk jidatnya.
“Pokoknya biarkan kami menontonnya juga.” pinta Satrio.
“Kita?” tanya Chandra sambil memberi memperhatikan Satrio dan Raya yang berdiri di depannya. “Kenapa gua harus melakukannya? Bian saja yang bekerjasama dengan gua, gua enggak bolehin.” sengitnya.
“Please lah…. kita kan juga pengen tahu siapa pelakunya.” kata Satrio sambil meletakkan kedua tangannya di atas pundak Chandra.
“Cih!” seru Chandra sambil menyingkirkan kedua tangan Satrio dari pundaknya dan perlahan berjalan pergi. “Besok gua kasih tahu.” katanya sambil berjalan pergi.
Satrio yang mulai kesal mencengkram pundak Chandra dengan erat, lalu berkata, “Gua mau melihatnya sekarang.”
Chandra berbalik lalu menghela nafas, “Mau nonton di mana?” tanyanya.
“Akan gua urus itu.” jawab Satrio.
“Lalu mau kapan?” tanya Chandra dengan wajah bengisnya.
“Hari ini juga. Gua kan minta tolong Pak Hasan untuk meminjamkan laptopnya. Dengan begitu kita bisa melihatnya di sana.” jelas Satrio.
Chandra tersenyum. “Oke.” katanya, membuat Satrio juga ikut tersenyum.
“Kalau begitu sini di flashdisk nya. Akan gua pegang sampai saatnya kita menonton.” kata Satrio sambil mengulurkan tangannya.
Satrio mengeluarkan flashdisk dari dalam saku bajunya lalu memberikannya ke Satrio. Namun saat sudah dekat dengan tangan Satrio, ia menariknya kembali. “Gua saja yang simpan.” katanya.
“Nggak papa kok, gua nggak keberatan.” kata Satrio.
“Gue sering diajarin untuk tidak mempercayai orang yang belum kita kenal,” lalu meletakkan flashdisk tersebut kembali ke dalam sakunya. “Kalau sudah siap tolong bilangin ke gua ya.” katanya lagi lalu pergi. Namun ia sempat menoleh ke belakang lalu berkata, “Bian, ayo!” ajaknya.
“O-oke.” jawab Bian lalu berjalan mengikuti Chandra dan meninggal Satrio dan Raya di sana.
BinBian a yang sudah berhasil mendahului Chandra bertanya kepadanya, “Jadi gimana? Apa elu baik-baik?” tanyanya kepada Chandra.
“Tentu saja. Emang lu kira gua abis ke mana?” tanya balik Chandra.
“Lu dari kantor kepala sekolah kan?” tanya Bian yang terlihat panik saat mengajukan pertanyaan tersebut.
“I-iya sih. Lalu?” Chandra malah bertanya balik.
“Lalu? Pertanyaan apa itu?” Bian bertolak pinggang.
“Abisnya gua nggak ngerti pertanyaan lu apa. Membuat gua kebingungan aja.”
“Maksud gua, elu diapain di sana? Dan ditanya apa oleh mereka?” tanya Bian mulai panik.
“Oh, cuma hanya pertanyaan kecil saja. Gua bisa kok menjawab semuanya dengan baik.” jawab Chandra.
“Syukurlah,” kata Bian sambil mengelus-ngelus dadanya. “Lalu lu lepas dari tuduhan pembunuhan itu?” tanya Bian lagi.
“Tentu saja. Lu kira lu berbicara pada siapa?” jawab Chandra sambil tersenyum. Hal itu membuat Bian merasa lega. “Oke, berhenti bermain-main. Ayo kita lanjutkan yang ke berikutnya.” lanjut Chandra.
“Baik.” ujar Bian.
ns 15.158.61.6da2