Chandra yang telah sampai di depan kelas itu, melihat keadaan di dalam. Di saat yang sama, tiba-tiba dari arah depan, seorang perempuan menghampirinya dan bertanya kepada Chandra.218Please respect copyright.PENANAHZcg1dolsr
“Ada apa? Bisakah aku bantu?”
“Eh, emmm, aku mau bertemu dengan Marisya. Ada tidak?” tanya Chandra ynag agak terkejut kerena tiba-tiba ditanya oleh orang yang tidak ia kenali.
“Oh, Marisya. Dia sedang tidak ada. Mungkin dia masih dibawah, masih jajan sama temannya,” jawab perempuan itu lalu memperhatikan Chandra. “Ada perlu apa memangnya?” tanyanya lagi.
“Aku mau meminjam buku tulisnya.” jawab Chandra.
“Oh, kalau itu masuk aja. Paling sebentar lagi dia datang.” kata perempuan itu dengan ramah.
“Oke, makasih.” Chandra pun dipersilahkan untuk memasuki kelas dan ia pun langsung pergi ke meja Marisya.
“Baiklah, mari kita pastikan apakah tulisannya sama atau tidak.” gumam Chandra lalu membuka sebuah buku yang terletak di atas meja Marisya lalu memperhatikan kalimat yang ditulis di dalamnya baik-baik. Namun tidak lama kemudian, dari arah belakang, ada orang yang memanggilnya, “Woi, lagi apa? Ngapain lu di meja gua?” tanya orang itu, yang bukan lain adalah Marisya.
“Oh, lu pasti Marisa ya?” tebak Chandra.
Marisya adalah perempuan kelas sebelah yang memiliki rambut agak pendek, hidung mancung, dan mata yang lebar. Ia adalah perempuan yang cantik dan juga mantan pacar Raja.
“Iya, benar. Ada apa memangnya?” tanya Marisya.
“Bolehkah kita bicara bicara di luar.” usul Chandra.
“Tapi jangan lama-lama ya.”
“Tentu.” jawab Chandra dengan senyuman lebarnya, lalu Chandra dan Marisya pergi keluar kelas ke tempat yang sepi dari murid-murid. Chandra tidak lupa mengambil buku tulis Marisya sebagai bukti.
“Jadi ada apa ini?” tanya Marisa yang berdiri di depan Chandra.
“Gua mau bertanya soal ini,” kata Chandra sambil memperlihatkannya kertas kecil tersebut kepada Marisya. “Apakah elu tahu ini apa?” tanyanya lagi. Marisya yang sedang membacanya, terkejut.
“Dari ekspresi wajahnya, sepertinya dia baru pertama kali melihatnya.” gumam Chandra di dalam hati.
“Apa-apaan ini? Kenapa tulisannya sama dengan tulisan gua?” tanya Marisya dengan wajah marah.
“Kenapa lu sepanik itu? Memang bukan elu yang menulisnya?” tanya Chandra.
“Tentu saja bukan. Dari mana memang lu mendapatkan ini?” tanya Marisya balik. “Dari seseorang. Tapi yang lebih penting, kapan terakhir kali chattingan kepada Raja?” tanya Chandra.
“Dengan Raja? Kapan ya? Mungkin sekitar dua minggu yang lalu.” jawab Marisya.
“Apakah elu mengirimkan email sekitar tiga hari sebelum dia dì penjara?”
“Untuk apa gua melakukannya?” tanya balik Marisya, membuat Chandra mengangkat salah satu alisnya. “Kami sudah putus sekitar 2 minggu yang lalu. Setelah itu kami tidak ada hubungan apa-apa lagi.” lanjutnya.
“Tapi gua dengar, Raja yang memutuskan elu.”
“Iya, itu benar. Lalu?”
“Kau tidak marah, kesal, atau mengajaknya balikan lagi?” tanya Chandra.
“Kesal, marah, tentu saja. Tapi mengajaknya kembalian lagi?” Marisya tertawa kecil, membuat Chandra kebingungan. Setelah itu Marisya kembali berkata, “Gua tidak serendah itu kali harga dirinya. Lagi pula, jika memang gua ingin menghubunginya, gua pasti akan menggunakan aplikasi chatting, dari pada menggunakan email.”
“Benar juga sih. Dia itu kan pacarnya Raja dulu, jadi pasti dia punya nomor handphone-nya. Kenapa harus repot-repot menggunakan email?” gumam Chandra di dalam hati lalu bertanya kepada Marisya.
“Lalu tulisannya benar-benar bukan elu yang menulisnya?” tanya Chandra.
“Tentu saja bukan. Untuk apa gua menulis sesuatu seperti itu?” jawab Marisya. “Begitu ya?” kata Chandra lalu mengulurkan tangannya, bermaksud untuk meminta kembali kertas tersebut. Marisya pun mengerti, lalu secepatnya mengembalikannya. “Tapi ngomong-ngomong, dapat dari mana lu surat itu?”
“Adalah, lu nggak perlu tahu.“
“Cih! Dasar buang-buang waktu gua aja.” ketus Marisya, membuat Chandra tertawa. Marisya hanya bisa memandangnya dengan pandangan dingin.
“Ya sudah kalau begitu, terima kasih.” kata Chandra yang sudah berhenti tertawa.
“Gua hanya butuh lu pergi dari hadapan gua sekarang.” sengit Marisya.
“Memang itu rencana gua.” Setelah itu Chandra kembali melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata lagi dan memutuskan untuk kembali ke kelasnya.
Saat ia sedang berjalan mengeluari kelas Marisya, ia perpikir di dalam hati. “Semakin ke sini, semakin membingungkan saja. Yang penting, setelah pulang sekolah gua harus pergi ke rumah Kak Adrian itu,” kata Chandra di dalam hati lalu ia berhenti di tengah perjalanannya menuju kelas. “Tapi kalau hanya begitu kemungkinan besar gua juga tidak akan mendapatkan informasi yang berguna. Memang harus bertanya kepadanya langsung. Tapi kapan ya? Enggak mungkin habis pulang sekolah karena gua masih harus ke rumah orang itu. Besok aja kali ya.” gumam Chandra lalu kembali berjalan menuju kelasnya.
ns 15.158.61.6da2