Keesok harinya, saat sedang apel pagi, tidak seperti biasa, Chandra bolos. Ia tidak ingin mengikuti apel pagi hari ini. Sekarang ia sedang berada di ruangan UKS yang kosong. Bau darah masih tercium di sana. Di ruang UKS, Chandra menyendiri sambil merenungkan apa yang terjadi kemarin.
“Apakah gua salah merencanakan ini?” tanya Chandra, berbicara sendiri, sambil memainkan handphone Raja yang masih ia pegang. “Gua bahkan belum mengembalikan handphonenya.”
Jangan salah sangka, Chandra senang pelakunya teratasi. Namun dari dalam dirinya ia merasa ragu dan merasa kehilangan arah. Chandra menarik nafas panjang-panjang, lalu membuangnya. Ia pun membulatkan tekatnya lalu menampar pipinya sendiri. Setelah itu Chandra dia berkata, “Nggak, gua nggak boleh begini. Ini adalah langkah yang kupilih dan juga jalan yang benar. Lagi pula tidak ada waktu menyesal karena sih Joker itu masih ada di luar sana.”
Sih Joker adalah sebuah nama panggilan dari Chandra untuk membuat pembunuhan palsu kemarin, Setelah semua keraguan dalam hatinya hilang, Chandra bangkit dan memutuskan untuk kembali ke kelas.
“Gua nggak boleh lari terus. Gua juga masih ada sekolah.”
Lalu ia segera beranjak keluar ruangan tersebut. Namun, saat Chandra baru keluar dari ruangan itu, dan sedang berjalan menuju kelasnya, seketika ia teringat sesuatu. “Tunggu, yang lain kan masih di bawah, sedang melakukan apel pagi. Kalau gua balik ke kelas duluan pasti akan ketahuan bolos. Chandra berpikir sebentar lalu ia berkata lagi, “Ya udah deh, gua diam-diam gabung aja. Dari pada kena marah sama guru piket.” pikirannya lalu bergegas bergegas ia berlari ke lapangan sekolah yang berada di belakang. Diam-diam Chandra memasuki barisan murid-murid yang bahkan bukan barisan kelasnya.
“Aduh, ada OSIS lagi,” kata Chandra sambil melirik kebelakang. “Ya udah deh, gua di sini aja sementara, sampai orang-orang itu pergi.”
Saat Chandra sedang sibuk sendiri, Pak Ayib tiba-tiba muncul di tengah-tengah para anak SMA yang tengah melakukan apel paginya.
“Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar,” pintanya.
Para murid yang awalnya sibuk sendiri, segera memerhatikan Pak Ayib di depan, termasuk para OSIS yang menjaga di belakang.
“Bagus, mereka terahlikan. Gua harus segera masuk ke barisan kalas gua karena kalau ketahuan pasti ditangkap sama mereka.”
Dengan kesempatan ini Chandra menggunakannya untuk menyelinap masuk ke barisannya. Karena saking sibuknya ia sampai tak mendengar dan tak memperhatikan Pak Ayib yang ada di depan. Saat akhirnya Chandra berhasil masuk ke barisannya, tiba-tiba namanya dipanggil. Chandra yang tidak memperhatikan percakapan Pak Ayib di depan,ketakutan saat namanya dipanggil.
“Saya ulangi, anakmu Chandra, silakan maju ke depan.” ulang Pak Ayib yang kedua kalinya.
“Aduh, kenapa ini? Apakah gua ketahuan dan akan dihukum?” tanya Chandra di dalam hati.
Saya ulangi, Chandra Daniel Zen silahkan maju ke depan.“ ulang Pak Ayib, sekarang menjadi ketiga kalinya.
“Chandra, ayo maju!”
“Ayo Chan!”
“Di sini pak orangnya.” kata teman sekelas Chandra.
Chandra yang masih salah paham, didorong paksa oleh mereka. Chandra pun berhasil dibawa ke depan oleh teman-temannya. Tentu saja Chandra masih merasa takut.
“Chandra, sini berdiri di sebelah bapak.” kata Pak Ayib kepada Chandra.
Jantung Chandra berdetak kencang karena saking tegangnya. Namun perlahan-lahan ia tetap berjalan
“Aduh, gua mau diapain coba?” tanya Chandra di dalam hati, sambil perlahan-lahan berjalan.
Sampainya ia di sebelah Pak Ayib, Chandra menelan ludah. “Baiklah, gua siap menghadapi hukuman apapun dari guru ini.” kata Chandra di dalam hati.
“Anak-anak, berikan tepuk tangan yang meriah untuk Chandra. Orang yang berhasil menangkap pembunuh sekolah ini,” kata Pak Ayib. Chandra benar-benar terkejut mendengarnya. Karena ia kira akan dihukum di depan orang banyak, tapi ternyata tidak. “Chandra, silahkan diterima,” kata Pak Ayib sambil memberikan sebuah goodie bag berwarna merah kepada Chandra yang masih tidak paham. “Walaupun ini tidak seberapa, tapi tolong diterima ya. Ini dari kepala sekolah langsung loh.” kata Pak Ayib.
“Kepala sekolah? Untuk apa beliau memberikan ini kepada saya?” tanya Chandra sambil mengambil goodie bag.
Pak Ayib tersenyum lalu menjawab, “Kamu pasti nggak dengerin bapak ngomong apa ya?” Chandra hanya hanya tersenyum tipis. “Ini bentuk dari apresiasi kamu yang berhasil menangkap pembunuhnya.” lanjut Pak Ayib.
“Oh, Reva ya?” tanya Chandra.
“Loh? Emang Reva? Bukannya Raja?” Mendengar hal tersebut dari mulut Pak Ayib, Chandra mengigit bibirnya. “Oke anak-anak, sekali lagi berikan tepuk tangan yang meriah untuk teman kita Chandra.” Tepuk tangan pun kembali terdengar, diiringi dengan sorakan yang meriah.
“Begitu ya? Mereka mengira Raja lah pembunuh di belakang semua ini.” gumam Chandra di dalam hati.
Setelah apel pagi selesai, bukannya kembali ke kelas masing-masing, para murid malah berkerumun mengelilingi Chandra.
“Lu hebat banget.”
“Kok lu bisa sih memecahkan kasus ini?”
“Keren banget ya.Mana bisa aku melakukannya.” kata murid-murid, berbicara kepada Chandra. Chandra yang tidak bisa menjawab semua pertanyaan, hanya tersenyum tipis sambil menyembunyikan rasa kesalnya.
“Ini pada ngapain sih? Gua kan mau masuk ke kelas.” keluhnya di dalam hati.
Di antara murid yang mengelilinginya, Chandra melihat Bian yang tersenyum tipis padanya lalu pergi meninggalkan kerumunan tersebut. Namun, senyuman bukanlah senyuman bahagia atau senang, menalainkan terpaksa. Bian harus memendam rasa sakit dan pedih karena telah kehilangan adiknya. Chandra yang mengerti perasaan tersebut, segera mencoba mengejarnya.
“Permisi, maaf,” Chandra mencoba berjalan melalui kerumunan anak-anak itu. “Bian, tunggu!” seru Chandra.
Bian yang mendengar namanya dipanggil, membalikkan badannya. “Eh, ada sang detektif. Ada apa?” tanyanya.
“Maafkan gua karena tidak bisa melakukan apapun terhadap Reva.” kata Chandra, merasa menyesal.
Bian menghela nafasnya. “Mau bagaimana lagi? Lagi pula, bukan kesalahan lu kok dia meninggal. Tapi ya... setidaknya pelaku pembunuhan sudah tertangkap.
“Ya, itu benar,” kata Chandra. Pandangan matanya mengarah ke bawah. “Bahkan dia nggak tahu?” tanya Chandra di dalam hati ini. Hanya Chandra lah yang mengetahui kebenaranya. Ia juga tidak berani memberitahukan yang lain tentang yang asli. Ia takut keadaan akan memburuk.
“Mulai sekarang, gua harap tidak ada lagi kasus pembunuhan.” kata Bian, membuat Chandra tersenyum mendengarnya.
“Gua harap juga begitu sih. Tapi kenyataannya, masih ada satu pelaku lagi yang belum tertangkap, yaitu sih Joker. Walaupun sebenarnya gua masih belum yakin apa tujuannya. Ditambah, OB sekolah yang membantu pembunuh kemarin masih berkeliaran di sini. Lagi pula, dengan orang berpikir bahwa Raja pelakunya, gua akan kesusahan untuk menangkap di pembantunya itu.” kata Chandra di dalam hati. Dan seperti biasa, itu membuatnya tidak fokus pada sekelilingnya.
“Chandra, lu kenapa?” tanya Bian.
“Eh, ya? Ada apa?” tanya Chandra.
Karena hal tersebut, Bian tertawa, membuat Chandra kebingungan.
“Lu gak apa-apa? Apakah ada sesuatu yang lucu?” tanya Chandra balik.
“Maaf-maaf. Hanya saja, wajah lu lucu banget saat tersadar setelah bengong gitu.” jawab Bian, membuat Chandra tersipu.
“Hehehe, gitu ya?” tanya Chandra malu.
“Ya udah, gua mau ke kelas dulu. Kasian kalau kelas kosong gara-gara semua muridnya masih di bawah.”
“Gua ikut dong.” kata Chandra.
“Yang lain juga masuk ke kelas ya.’ kata Bian kepada teman-teman sekelasnya.
“Baik Pak!” jawab mereka serentak.
“Bapak? Kayaknya gua nggak setua itu deh.”
237Please respect copyright.PENANAWP1WGaiO5y
237Please respect copyright.PENANAXiQOYA0hwB