Jam menunjukkan pukul 5 sore. Hanya beberapa orang saja yang masih berada di sekolah. Diara dan anggota ekskul memasak juga sudah pulang. Yang tersisa hanyalah Ervan dan Syamil. Mereka masih berada di kelas, karena Syamil masih harus melakukan piket. Sedangkan Ervan hanya menemaninya saja.
"Eh, Van!" panggil Syamil yang sedang menghapus tulisan di papan tulis.
Ervan yang sedang membaca novelnya, menoleh. "Napa?" tanyanya.
"Gua lupa, buku catatan gua ketinggalan di ruang ekskul. Bisa tolong ambillin gak?" pinta Syamil.
"Hahhh…" Ervan menarik nafas panjang-panjang. "Lu pikun banget sih." ejeknya lalu bangkit.
"Hehehe, maaf."
"Oke, lu tunggu ya. Jangan berani-raninya lu ninggalin gue!" ancam Ervan lalu ke luar dari kelas menuju ke ruang ekskul tadi.
Sampai di depan pintu ruangan, Ervan terkejut karena pintunya tidak terkunci.
"Lah? Kenapa pintunya kagak di kunci? Apa lupa, ya?" tebak Ervan di dalam hati. Saat masuk Ervan terkejut, ketika melihat Risa yang masih ada di dalam sambil melihat ke luar jendela, membuat rambutnya berkibar-kibar terkena angin dari luar. Ervan terpesona karena melihat hal tersebut. Pipinya seketika memerah dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"K-kak Raissa? Ngapain Kakak masih di sini? Kakak gak pulang?" tanya Ervan agak sedikit khawatir.
"Tidak," jawab Risa lalu berjalan mendekati Ervan. "Sebenarnya aku menunggu mu." lanjutnya.
"M-menunggu ku?" Risa mengangguk.
"Ada sesuatu yang aku ingin tanyakan," Ervan menelan ludah, karna gugup. Dengan jantung yang terus berdekat kencang, Risa mengatakan hal tersebut dengan lantang. "A-aku menyukaimu. Bukan, mencintaimu. Jadi, maukah kau menjadi-" Risa berhenti sebentar. "Pacarku!"
Ervan tidak bisa berkata-kata. Ia sangat terkejut.
"J-jika kau tidak keberatan." kata Risa, lagi. Tak ingin memaksa Ervan.
"Kakak ingin berpacaran dengan saya?" tanya Ervan, memastikan.
"I-iya, " jawab Risa malu-malu lalu memandang ke arah Ervan dengan mata indahnya. "J-jadi, maukah kau?" tanya Risa.
Dengan malu-malu Ervan mengangguk setuju, membuat Risa merasa sangat senang, lega dan, agak kebingungan.
"Benarkah?" tanya Risa.
"I-iya." jawab Ervan.
Risa merasa sangat senang, sampai-sampai ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Mereka terdiam beberapa menit, memikirkan apa yang selanjutnya mereka harus lakukan.
"I-ini sudah sore," kata Ervan, membuat wajah Risa yang dari tadi hanya menunduk, langsung menatap langsung wajah tampan Ervan. "Maukah Kakak dianter pulang dengan ku? J-jika kakak tidak keberatan." ajak Ervan.
Risa merasa senang karena diajak oleh Ervan. "Hm," jawabannya tanpa ragu-ragu.
Tapi sesaat kemudian, Risa teringat sesuatu. "Tapi emang kau tau di mana rumah ku?" tanya Risa, membuat Ervan tersentak.
"T-tidak. Tapi mungkin aku berpikir bisa menemani Kakak pulang. Tapi jika Kakak tidak mau, saya tidak akan memaksa."
"Ya, aku mau. Rumahku tidak jauh kok dari sekolah. Nanti akan aku tunjukkan jalannya."
"B-baik. Tapi saya pulang naik mobil yang dibawa oleh supir saya. Apakah Kakak tidak papa?" tanya Ervan.
"Gak papa kok," jawab Risa, membuat Ervan sangat senang. "Berarti kau sangat kaya ya? Bisa punya supir pribadi gitu."
Ervan tersipu malu. "T-tidak kok. Itu orang tua saya yang kaya. Bukan saya."
"Gitu ya?" kata Risa dengan nada bercanda.
"Waw, dia bisa secepat ini merubah gaya bicara nya." kata Ervan di dalam hati, membuat terbengong.
"Ayo, kita pulang." ajak Rika.
"B-baik."
Mereka berdua pun meninggalkan ruang itu dan berjalan menuju parkiran.
"Yang mana mobil mu?" tanya Risa.
"Oh, itu." jawab Ervan sambil menuju ke mobil hitam depan mereka.
"Silakan masuk Kak." kata Ervan sambil membukakan pintu untuk Risa.
"Makasih." Risa masuk ke dalam mobil dan mobil pun berjalan menuju rumah Risa.
Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di depan gerbang rumah Risa. "Oke, sudah sampai," ucap Risa lalu membuka pintu mobil.
"Sini, saya bantu." tawar Ervan lalu membawakan tas milik Risa sampai ke depan pintu rumahnya.
"Terima kasih banyak ya, sudah nganterin aku pulang." kata Risa.
"I-iya." jawab Ervan masih malu-malu.
"Omong-omong, kamu tinggal di mana? Kalo mau, kita bisa berangkat bareng." tanya Risa.
"Maaf. Tapi rumah saya agak jauh dari sini,"
"O-oh." kata Risa kecewa, membuat Ervan merasa bersalah.
"Ta-tapi jika mau, bagaimana kalo besok saya jemput lagi naik mobil?" tawar Ervan.
"Beneran?" Ervan mengangguk.
"Oke, besok aku tunggu." kata Risa lalu masuk ke dalam rumahnya. Sedangkan Ervan kembali ke dalam mobilnya dan berkendara pulang.
ns 15.158.61.21da2