“Kringgggg…..!” Bunyi bel berbunyi, menandakan waktu pulang.
Risa yang sekarang sudah duduk di bangku 2 SMA, segera membereskan barang-barangnya dan bersiap-siap pulang.
“Baiklah anak-anak, kita akhiri pelajaran sejarah kita hari ini. Jangan lupa mengerjakan latihan di buku paket halaman 43!” kata Bu Rossa, guru sejarah kelas 11 D.
“Baik bu…” jawab anak-anak serentak
“BaiklahK kalian semua boleh pulang. Hati-hati di jalan ya.” pesan Bu Rossa lalu meninggalkan kelas.
“Eh, Ris, ayo kita pulang bareng.” ajak Syafira Andika Diara, salah satu sahabat baik Risa.
“Kitakan hari ini ada ekskul memasak. Kamu lupa yah?” tebak Risa, menggoda Diara sambil mengendong tasnya.
“Eh, iya. Gua lupa.” jawab Diara sambil menggaruk-garuk rambutnya.
“Apaan sih? Ayo, cepetan. Pasti Caca udah nungguin kita di depan ruang ekskul.” tebak Risa.
“Hm, ayo. Nanti anak rajin itu marah.” canda Diara.
Kelas Caca dengan Risa dan Diara berbeda. Caca berada kelas 11 A. Sedangkan Risa dan Diara ada di kelas 11 D. Di SMA ini, 1 angkatan ada 8 kelas. Kelas A-H. Kelas A, B, dan C adalah anak IPA. Kelas D, E, dan F adalah anak IPS. Sedangkan kelas G dan H adalah anak Bahasa. Dan kepintaran siswa dapat diukur dengan ururtan kelasnya. Yang artinya kelas A adalah kelas anak-anak pintar.
Risa dan Diara pun pergi menuju ruang ekskul memasak yang berada di gedung sebelah sekolah. Dan sesampainya mereka di sana, seperti yang di duga, Caca sudah menunggu mereka di depan pintu.
"Kalian TELAT!" ketus Caca dengan ekspresi wajah yang sangat marah.
"Iya-Iya, maaf." jawab Diara.
"Maaf, maaf. Udah cepetan sana siap-siap. Kelas udah mau dimulai." perintah Caca.
"Emangnya udah pada dateng itu dua anak?" tanya Risa.
"Belum sih. Tapi setidaknya bantuin gua bersih-bersih ruangan dong."
"Bu Vera udah dateng?" tanya Risa sambil meletakkan tasnya di bawah lantai.
"Bu Vera lagi sakit. Jadi tadi Beliau izin tidak bantu-bantu dulu." jawab Caca.
Bu Vera adalah guru di sekolah itu dan juga guru pembimbing ekskul memasak. Ditambah, Bu Vera adalah tantenya Diara.
"Tapi ngomong-ngomong, tahun ini lu yang masih ngajarin masaknya?" tanya Caca memastikan.
"Ya iyalah. Gua kan yang mendirikan ekskul ini tahun kemarin," jawab Risa.
Sebelumnya memang pernah ada ekskul memasak.Tapi sayangnya, murid-murid tidak begitu tertarik dan akhirnya di tutup. Sampai akhirnya didirikan lagi tahun lalu dengan permintaan Risa di bantu oleh Bu Vera. Tapi sayangnya, sekolah belum menemukan guru yang mau mengajarkan pelajaran memasak di sekolah itu. Jadi sampai sekarang Risa lah yang mengajarkan.
"Lagi pula, kita dan sekolah belum menemukan orang lain yang mau menjadi guru memasaknya. Jadi selagi belum ada penggantinya, gua yang harus melakukannya." jawab Risa.
"Tapi lu udah kelas 11 loh. Setahun lagi lu lulus. Kalo enggak nemuin guru penggantinya, bisa-bisa ekskul memasak di bubarkan lagi." kata Diara, khawatir.
"Iya-iya, gua juga tau. Ini gua juga lagi nyari."
"Mari kita kesampingkan itu, kalian tau berapa banyak anak yang mendaftar tahun ini?" tanya Caca, membuat pandangan Risa dan Diara menuju kearahnya.
"Berapa emang?" tanya Risa penasaran.
"Dua." jawab Caca, membuat kedua sahabatnya itu terkejut habis-habisan.
"Du-dua? Lu kagak bercandakan?" tanya Risa tidak percaya.
"Ngapain gua bercanda. Nih, liat! Berapa banyak anak yang mendaftar, " kata Caca sambil memperlihatkan selembar kertas dari kepala sekolah yang berisi anak-anak yang ikut ekskul tersebut. Hal tersebut membuat Risa dan Diara tidak bisa berkata-kata.
"Satu udah dateng. Tapi katanya dia mau jajan dulu. Yang satu lagi entah kemana?" jelas Caca.
"Ga-gak mungkin?" tanya Risa yang masih tidak percaya.
“Padahal tahun kemarin saat ekskul ini pertama di buka, lumayan banyak. Mungkin sekitaran 10 atau 12 orang yang mendaftar. Masa sekarang malah gak ada sama sekali." protes Diara.
"Itu juga 10 atau 12 orang udah entah kemana sekarang. Kebanyakan udah pada ke luar." jelas Diara.
"Te-terus bagaimana ini? Kalau begini terus, tahun depan ekskul ini bisa bubar dong?” tanya Risa yang tidak terima dengan kenyataan ini.
Saat mereka sedang ribut membahas tentang ini, Andra sang ketua OSIS, datang dan membawakan berita yang buruk.
"Permisi." ucap Andra sambil mengetuk-ketuk pintu, membuat perhatian ketiga gadis itu memusat kepadanya.
"Eh, Andra. Ada apa?" tanya Caca sambil berjalan menghampirinya.
"Ini gua bawa sebuah pesan langsung dari kepala sekolah." jawab Andra dengan muka serius, membuat ketiga gadis itu menjadi agak tegang.
"Berita apa itu?" tanya Risa.
"Ekskul memasak akan ditutup,"
Mendengar hal tersebut, ketiga gadis itu langsung panik, terutama Risa.
"Jika 2 bulan ini kalian tidak menambah banyak anggotanya." lanjutnya.
"Ke-kenapa?" tanya Diara.
"Tentu saja, karena anggotanya sangat sedikit dan kalian hanya membuang-buang kegunaan ruangan ini saja. Bahkan gua yang tidak diberitahukan tentang hal itu, tau." jawab Andra, menyombongkan diri.
"Apa? Membuang-buang kegunaan ruangan ini saja. Emang lu tau apa saja yang kita lakukan?" tanya Diara dengan penuh emosi.
"Guru asli yang mengajar saja kagak punya. Terus mau ngapain lagi ekskul ini terus berdiri? Mending dipake untuk hal yang lebih berguna." batin Andra.
Emosi Diara making lama makin bertambah. Rasanya, ia ingin memukul wajah Andra dengan keras. Tapi untungnya, emosi itu bisa di hentikan oleh Risa.
Dengan tenang, Risa bertanya, "Berapa banyak anggota lagi yang harus kami kumpulankan untuk tetap mempertahankan ekskul ini?" tanya Risa.
"Sesuai kata bapak kepala sekolah, kalian harus minimal mengumpulkan 10 anggota baru. Dan batas waktunya 2 bulan ini" jawab Andra.
"10? Baiklah, gampang. Kami akan mendapatkan 10 anggota sebelum 2 bulan ini berakhir," kata Risa dengan penuh percaya diri. "Dan jika kami berhasil mendapatkan 10 anggota, kami ingin seorang guru. Khusus untuk ekskul memasak ini. Kau mengerti?" tanya Risa kepada Andra.
Andra hanya menatapnya dengan rendah.
"Oke, semoga berhasil." sengit Andra lalu melangkah ke luar dari ruang itu.
"Tolong katakan itu kepada bapak kepala sekolah!" pinta Risa, sebelum Andra meninggalkan ruangan.
"Risa, bagaimana ini?" tanya Diara sambil mengguncang-guncang badan Risa.
"Lu apa-apaan sih sih? Emang lu yakin bisa mendapatkan 10 anggota sebelum 2 bulan ini berakhir?" tanya Caca.
"Itu keinginannya kan? Lagi pula, tidak ada yang bisa kita lakukan selain melakukan apa yang diminta oleh Beliau. Jadi dari pada kalian berdua pada ngeluh, mending bantuin gua mendapatkan 10 anggota lagi!" pinta Risa lalu berjalan ke arah meja di dekat jendela.
"Kita pasti akan bantu kok. Tapi masalahnya ngebantu apaan? Dan gimana caranya?" tanya Caca.
Risa tidak menjawab. Sekarang ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu di sana, membuat Caca dan Diara penasaran.
"Lu buat apa Ris?" tanya Diara.
"Gua mau coba bikin poster tentang ekskul kita." jawab Risa.
"Untuk mempromosikan ekskul kita?" tebak Caca.
"Bingo." ujar Risa.
"Jangan!" cegat Diara, membuat Risa dan Caca jadi kebingungan.
"Kenapa gak boleh?" tanya Caca.
"Gambar lu kagak bagus. Nanti malah bikin orang bingung." jawab Diara.
"Terus? Lu punya rencana lain?" tanya Risa.
Tak lama setelah Risa bertanya demikian, Vidia, salah satu anggota ekskul memasak, masuk. "Permisi." ujarnya.
"Nah, baru aja mau di bahas orangnya," ucap Diara, membuat Risa dan Caca making bingung. Bahkan Vidia pun ikut kebingungan. "Teman-teman, perkenalkan ini Vidia. Anak kelas 10 yang ikut ekskul memasak." kata Diara memperkenalkan Vidia.
"Iya, gua kenal kok. Lalu kenapa?" tanya Caca dengan nada sengit.
"Dia itu anak yang jago banget menggambar. Mending kalo mau buat poster, minta tolong sama dia aja. Lu mau kan?" tanya Diara pada Vidia.
"Hah?" Vidia tidak mengerti.
"Maafkan satu orang bodoh ini," kata Caca, mengambil alih pembicaraan. "Ekskul ini terancam bubar,"
"Hah? Mengapa? Saya baru saja masuk. Kenapa harus bubar?” tanya Vidia.
“Karena ekskul ini kekurangan anggota. Jadi kami minta tolong kepada mu, bisakah kau membuatkan kami poster sebagai alat promosi ekskul ini." pinta Risa, mengantikan Caca.
Vidia perpikir sebentar lalu menjawab dengan lantang, “Oke, akan saya lakukan apapun untuk membuat ekskul ini tetap bediri.”
“Terima kasih banyak.” kata Risa lalu mengambil selembaran kerta yang berisi nama anak kelas 10 yang mendaftar.
“Apa yang harus saya lakukan dulu?” tanya Vidia dengan penuh semagat.
“Kau dan Diara tolong buatkan posternya. Jika sudah jadi, besok bisa kita langsung pake,” jelas Risa.
“Baik. Ayo, Vidia, kita akan buat poster yang bagus.” ajak Diara.
“Sedangkan kau, ikut aku.” ujar Risa lalu menarik tangan Caca dengan paksa.
“Lah, lah, lah. Kita mau kemana?” tanya Caca.
“Kita akan cari anak yang bernama…” Risa melihat selembaran kertas tersebut. “Varenza Ervan Zakir, yah dia.” lanjutnya.
“Emang tuh anak masih ada? Gua yakin di udah pulang. Mending besok aja.” nasehat Caca.
“Hah… oke-oke.” kata Risa, menyerah.
“Mending sekarang lu bantuin kita aja. Daripada bengong kagak danta gitu.” ejek Diara.
“Kalian tuh, jangan main ejek-ejekan dong.” nasehat Alif, yang datang dan langsung membuat ulah, bersama anggota lainnya.
Seorang remaja laki-laki bernama Alif Rizki, atau disapa Alif. ia adalah salah satu anak yang masih ikut ekskul memasak sampai sekarang. Alif satu angkatan dengan Risa, kelas 11A. Ia adalah temen sekelas Caca. Walaupun sifatnya agak menjengkelkan, ia sama pintarnya dengan Caca.
“Eh, akhirnya lu berdua nongol juga.” canda Diara.
“Ya iyalah. Kita kan ekskul hari ini. Masa mau bolos terus.” ucap Firhan.
Firhan Danu Prakoso atau dipanggil Firhan adalah satu-satunya anak kelas 9 yang masih bergabung di ekskul ini, yaitu kelas 12 G. Sama seperti Alif, ia adalah satu anak yang masih ikut ekskul memasak sampai sekarang. Tapi walaupun Firhan adalah kakak kelas Risa dan yang lain, ia tidak suka diperlakuan seperti itu.
"Tahun kemarin sering begitu kok." ledek Diara.
"Kan tahun kemarin. Sekarang sudah berubah dong." jawab Firhan.
"Bentar, bentar! Ini doang anak yang bergabung tahun ini? Gak ada yang lain?" tanya Alif tidak percaya.
"Ada sih satu lagi. Tapi entah kemana." jawab Risa.
"Cuma 2 orang yang mendaftar?" tanya Farhan.
"Iya." jawab Risa.
"Astaga. Sedikit amet yah." kata Firhan, tak percaya..
"Terus, mana lagi 3 anak itu?" tanya Alif.
"Entahlah. Mereka kagak ada kabar." jawab Risa.
"Palingan mereka udah pulang." tebak Caca.
"Berarti, cuma ada 10 anggota dong tahun ini?" tebak Alif.
"Itu juga kalo 3 anak itu masih ikutan dan anak Varenza mau ikut." jelas Caca.
"Oh, anak kelas 10 itu ya?" tebak Firhan.
"Iya." jawab Caca.
"Aduh… kenapa sih pada gak mau ikut ekskul ini?" keluh Risa.
"Entahlah. Padahal gua sih enjoy, enjoy aja. Apalagi ini udah tahun terakhir gua berada di sekolah ini." jawab Firhan sambil meletakkan tasnya di lantai, di samping tas milik Risa.
"Bayaranya mahal dan mungkin karena ini ekskul baru." tebak Alif.
"Iya juga sih." kata Risa, mengakui.
"Tapi kan, kalo gini jadi susah." rengek Risa.
"Dari pada lu semua pada ngeluh, mending bantuin gua sama Vidia ngebuat poster ini." ajak Diara.
"Dengarin kalian berdua," kata Caca pada Farhan dan Alif. "Kalo 2 bulan ini kita tidak berhasil mendapatkan 10 anggota, ekskul kita akan dibubarkan lagi." lanjutnya.
"Hah? Dibubarkan?" tanya Alif.
"Iya, jadi kami minta tolong sama kalian, tolong bantu kami mencari 10 anggota baru." pinta Caca.
"Kasian Kak Risa kalo ekskul ini dibubarkan. Kerja kerasnya akan sia-sia." kata Vadia, ikut-ikutan.
"Iya-Iya, gua bantu. Tapi ngapain?"
"Besok, mungkin saat jam istirahat, kita akan ngebagii poster kepada orang-orang di sekolah ini.” jelas Caca.
"Tunggu! Jadi maksudnya kita harus datengin setiap kelas di sekolah ini?" tebak Alif, memotong pembicaraan Caca.
"Yah… begitu." jawab Caca.
"Terus kalian ngapain?" tanya Alif kepada Diara dan Vidia.
"Gua dan Vidia akan mempromosikan juga. Tapi paling di depan ruang ini aja. Sedangkan Diara dan Risa akan nanyain ke 3 anak itu, mereka masih ikut ekskul ini apa enggak.“ jawab Caca.
"Terus, sih Varenza itu?" tanya Risa.
"Itu nanti kita yang atasi bareng." jawaban Diara.
"Lah, kok tugas kita susah banget sih." keluh Alif.
"Merekakan cewe. Sedangkan lu cowok, yang tenaganya lebih banyak dari mereka." jawab Firhan.
"Iya-Iya, ah." kata Alif, mengalah.
"Kalo begitu, sekarang kita hanya bantuin ngebuat poster doang. Gak masak?" tanya Farhan.
"Ini demi kepentingan ekskul kita. Jadi urusan memasak nanti aja." jawab Caca.
"Sekarang lu berdua sini! Bantuin gua menggambar posternya." pinta Diara.
ns 15.158.61.6da2