Risa menunggu di ruang tamu sambil memainkan handphonenya. Sesaat kemudian, Ervan datang sudah mengganti bajunya dan siap untuk pergi.
"Woww, itu Ervan? Beda banget sama yang tadi." tanya Risa di dalam hati sambil terus melihat Ervan. Matanya membelalak terkejut begitu dilihatnya Ervan yang sudah berpakaian rapih.
Ervan mengenakan jaket yang diikat dipinggangnya, kemeja putih yang bagian lengannya digulung sambai siku dan celana jeans yang membuat terlihat sangat bergaya. Saat itu, matanya terlihat berbinar terang, di tambah dengan senyumanya yang indah membuat orang yang melihat ikut meresa kebahagiaannya dan langsung jatuh cinta kepadanya.
“Maaf membuat mu menunggu,” kata Ervan lalu memberikan tas milik Risa kepadanya. “Ini tas mu.”
Risa memgambil tasnya. “Terima kasih.”
“Oke, ayo kita berangkat.” ajak Ervan lalu membukakan pintu mobil untuk Risa.
Risa masuk ke dalamnya. “Terima kasih.” katanya lalu dari pintu yang berbeda, Ervan masuk lalu duduk di sebelah Risa dan mobil pun di jalankan oleh Sang Supir menuju mall.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan di sana?” tanya Risa.
“Yang pasti sih, kita akan makan siang dulu.”
“Setelah itu?”
“Aku sih berharap kita bisa pergi ke sebuah pameran yang katanya diadakan di sana.”
“Pameran apaan?”
“Pameran seni gitu.”
“Oh, aku baru tau kau suka menggambar.”
“Ya, bisa di bilang begitu sih.”
“Kalo gitu, kenapa kamu gak ikut ekskul melukis aja?”
“Terus kalo gitu aku gak akan ketemu sama kamu dong dan gak akan pernah pacaran kayak gini. Apa itu mau kamu?” tanya Ervan sambil tersenyum lebar, sok tidak bersalah.
“Enggak. Gak gitu maksudnya.” jawab Risa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bercanda. Gak usah di masukin ke hati,” kata Ervan lalu tertawa kecil. “Tapi ngomong-ngomong, kamu udah izin sama orang tuamu, kalo kamu akan pergi sama aku ke Mall?" tanya Ervan.
"Tenang aja. Udah kok," jawab Risa sambil mengacungkan jempol. "Kalo kamu?" tanya Risa pada Ervan.
"Udah apa?"
"Udah izin sama orang tuamu."
"Oh, udah," jawab Ervan lalu mengambil handphonenya dari dalam tasnya dan mengecek sesuatu. "Beberapa saat kemudian, “Tapi kayaknya kita harus ganti rencana deh." katanya lagi, terlihat kecewa.
"Maksudnya?" tanya Risa.
"Kita gak jadi ke pamerannya. Jadi kamu mau ke mana setelah makan?"
"Loh, kenapa gak jadi? Tutup atau sudah habis tiketnya?"
"Enggak. Belum tutup dan tiketnya juga gak habis kok."
"Terus, kenapa?"
"Aku hanya gak mau kamu bosen aja."
"Yaeleh. Itu doang?"
"Iya dan lagi, aku udah menemukan film bioskop yang bagus untuk di tonton," kata Ervan lalu memperlihatkan gambar dari film bioskop yang ia maksud tadi. "Aku dengar, kamu suka film horor, ya? Dan katanya film ini bagus."
"Oh, aku tau film ini."
"Jadi, kau mau menontonnya bersama aku hari ini?"
"Boleh. Tapi… kamu gak takut film hantukan? Kalau takut mending gak usah."
"Tenang saja. Kalo film hantu sih aku gak takut," jawab Ervan dengan santai. "Jadi, karena udah ditentukan, aku akan membeli tiketnya sekarang."
"Oke-oke."
Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya sampai ke tempat tujuan. Risa dan Ervan segera ke luar dan masuk ke dalam Mall tersebut.
Di dalam lift, "Jadi, di mana kita makan siangnya? Aku udah laper nih." kata Risa sambil memegang perutnya.
"Tunggu sebentar lagi."
Lift pun berhenti di lantai 4. Risa dan Ervan pun ke luar dan menuju salah satu restoran yang ada di sana.
"Kamu pesen apa Ervan?" tanya Risa yang sedang menunggu makanannya.
"Aku pesen bakso dan lemon tea dingin. Kalo kamu?"
"Aku pesen sate padang." jawab Risa.
Lalu tak lama kemudian, pesanan mereka datang.
"Selamat menikmati." ucap Sang Pelayanan.
"Terima kasih." sahut Risa dan Ervan.
"Lah, kamu beli otak-otak?" tanya Ervan, kaged.
"Hehehe, iya."
"Ternyata kamu makan banyak juga yah." kata Ervan sambil menahan tawanya, membuat Risa agak kesel.
"Lah, kamu, makannya dikit banget. Padahal badan kamu tingginya sama dengan aku." ketus Risa lalu memakan sate padangnya.
"Jadi itu bermaksud ejekan? Atau apa?" tanya Ervan.
"Bukan ejekan juga sih. Tapi emang benerkan? Padahal kamu gak ikut ekskul olahraga apapun. Tapi tinggi kamu bisa begini. Apa aku aja yang pendek."
"Enggaklah. Tinggal kamu rata-rata kok. Kalo aku… entahlah. Aku juga kurang ngerti sih. Mungkin karena aku laki-laki."
"Tapi ada untungnya juga. Gara-gara tinggi kamu sama dengan aku, orang-orang menganggap kita pacaran, bukan adek sama kakak."
"Emangnya, ada yang mikir kayak gitu?"
"Adalah. Entah siapa itu."
"Gimana sih?"
"Emmm, ini enak loh. Nyesel kamu gak coba." kata Risa yang terus menerus melahap sate padang miliknya.
"Oh, ya?"
"Ini," tawar Risa lalu memberikan satu tusuk sate kepada Ervan. "Kamu mau coba?" tanyanya.
"Mau. Ku ambil ya." Ervan mengambil sate itu dari Risa dan memakannya.
"Oh, iya. Enak." ujar Ervan sambil mengunyah makanannya.
"Kalo makan jangan ngomong. Nanti keselak loh." kata Risa lalu memberikan segelas air mineral kepada Ervan.
Ervan mengambilnya. "Kamu kayak ibu-ibu aja." ejek Ervan.
"Di bilangin bukannya berterima kasih, malah ngejek. Orang tua kamu ngajarin apa sih?"
"Hahahahahaha. Entahlah," kata Ervan pura-pura tertawa lalu meminum air tersebut. "Orang tua? Hm, mereka gak ngajarin aku apa-apa." ketus Ervan di dalam hati, membuatnya terlihat murung.
"Ngapa?" tanya Risa, khawatir.
Ervan tersenyum dan menjawab, "Kagak papa. Cuma mikir, gimana caranya membuat makanan seperti ini."
"Kalo mau, aku bisa membantu mu."
"Ya, boleh."
Mereka berdua pun memakan makanan mereka lalu menonton film horor yang tadi sempat mereka bahas.
Sesudah mereka menonton film, Risa dan Ervan duduk di depan bioskop tersebut.
"Aduhhh, serem banget ya filmnya. Aku sampe mau jantungan."
"Gimana sih? Padahal tadi kamu bersemangat banget untuk nonton, tapi sekarang, malah ketakutan begini." ejek Ervan.
"Aku bukan ketakutan." kata Risa agak berteriak.
"Masa sih? Tapi, tadi kamu sampe meluk-meluk aku dan megang tangan aku dari awal sampai akhir film. Dan kau bilang, itu namanya bukan ketakutan?" tanya Ervan. Risa membuang mukanya yang sudah terlihat merah karena malu.
"Hati-hati nanti kebawa mimpi yah." canda Ervan.
"Ihhh, jangan napa," batin Risa, membuat Ervan tertawa.
"Udahah. Aku mau pulang."
"Maaf-maaf," kata Ervan lalu berjalan menuju Risa dan mencium pipinya. "Ayo, kita pulang." lanjutnya, setelah membuat Risa gemetaran karena senang dan malu.
Gara-gara hal itu, Risa jadi tak bisa bergerak dan mematung dengan muka merahnya.
Ervan pun berbalik dan berkata, "Mau pulang gak?"
"M-mau."
Malam itu, Risa tidak bisa tidur karena memikirkan kejadian tadi siang. Begitu pun Ervan. Ia juga tidak bisa tidur. Tapi berbeda dengan Risa, ia tidak bisa tidur karena memikirkan keluarganya.
"Festival sekolah, ya? Apakah nanti aku harus mengajak mereka ikut?" tanyanya di dalam hati sambil tiduran di atas kasur. "Ah, ngapain juga. Palingan mereka juga gak akan datang. Mending tidur daripada mikirin hal yang gak berguna begini."
ns 15.158.61.7da2