Sementara Alif, Firhan, Vidia, dan Syamil sedang membicarakan pertemanan Ervan dengan Andra, Risa dan Ervan sedang berada di kantin, untuk membeli minuman.
"Maaf, ya, hari ini supirku agak terlambat." kata Ervan kepada Risa yang duduk di sebelahnya.
"Gak papa kok. Gara-gara supir kamu telat, kita jadi bisa menghabiskan waktu bersama deh." kata Risa dengan senyuman manis terterang di wajahnya.
"Jadi kau senang ya?" tebak Ervan.
"Tentu saja," jawab Risa lalu meletakan minuman yang ia beli tadi di meja kosong sebelah bangku. "Tapi ngomong-ngomong, bagaimana perkembangan kalian? Apakah kalian udah coba praktek?"
"Udah."
"Apa yang kalian praktekkan?" tanya Risa.
"Semua yang kamu ajarkan kemarin."
"Wah, bagus dong." kata Risa lalu bangkit.
"Loh? Mau ke mana kau?" tanya Ervan.
"Aku mau buang sampah dulu," jawab Risa sambil memperlihatkan sampah bekas minuman. "Tunggu bentar yah. Aku gak akan lama kok." katanya lalu melangkah menuju tempat sampah yang letaknya agak jauh dari sana.
Saat Ervan sedang asyik sendiri sambil menyeruput minumannya, Dorin datang dan menghampiri Ervan.
"Eh, Ervan? Lu belum pulang?" tanyanya.
"Eh, iya. Gua masih nunggu sopir gua. Kalo lu?" tanya Ervan.
"Hari ini gua ada ekskul, jadi baru pulang nanti jam setengah empat." jawab Dorin lalu duduk disebelah Ervan, membuat Ervan merasa tidak nyaman.
"Dorin, lu terlalu dekat." kata Ervan, mencoba menjauh Dorin, tapi tidak sepertinya Dorin tidak akan membiarkan Ervan lepas begitu saja.
"Kenapa emang? Nggak boleh? Kita kan sahabat." kata Dorin sambil terus mendekatinya, sampai ujung kursi tersebut,. membuat Ervan tidak punya pilihan lagi selain bangkit dan mencoba menjauh Dorin.
"Ih, lu kenapa sih?" tanya Dorin, pura-pura bersifat manja kepada Ervan.
"Maaf. Tapi seharusnya lu udah tahu kan, gua udah punya pacar dan gua enggak mau selingkuh sama dia."
"Selingkuh? Aduh, lu itu terlalu serius yah. Lagian, pacar lu sekarang gak ada di sini," kata Dorin lalu bangkit dan merangkul tangan Ervan erat-erat. "Lagian, dia lagi entah ke mana. Jadi, sementara itu, biarkan gua bersamamu dulu."
"Siapa yang bilang gua lagi entah ke mana?" tanya Risa yang baru saja datang dengan amarah yang sudah berada dipuncak, membuat Ervan dan Dorin kaget bukan main.
"Risa, ini bukan seperti yang terlihat." kata Ervan mencoba menjauh dari Dorin, dengan cara melepaskan rangkulannya.
Karena merasa tidak suka, Risa menghampiri mereka berdua dan menarik paksa Dorin hingga Dorin hampir terjatuh.
"Lepasin! Ervan punya gua." kata Risa lalu merangkul tangan Ervan erat-erat.
"Punya lu? Dia itu sahabat gua sejak kecil. Lu aja yang dateng tiba-tiba dan merebutnya paksa." ketus Dorin.
"Merebutnya paksa? Kita ini pacaran dan Ervan juga setuju untuk menjadi pacarku."
Adegan ini ditonton oleh banyak orang, termasuk Alif, Firhan, Vidia, dan Syamil yang awalnya ingin membeli sesuatu di kantin.
"Lu cuma beruntung aja. Kalau gua duluan nembak dia, gua yakin Ervan juga gak akan nolak." batin Dorin.
"Nembak Ervan?" tanya Risa.
"Kenapa? Lu punya masalah? Bukan hanya lu yang suka sama dia kan? Dasar bocah tengil." ejek Dorin.
"Eh, jaga omongan lu!” bentak Risa, sudah tidak tahan lagi. “Gua ini lebih tua daripada lu.”
“Cuma beda 1 tahun doang, bangga.” ketus Risa.
Karena tahu adegan ini dilihat oleh banyak orang dan tidak ingin menjadi gosip, Ervan menghentikan perkelahian mereka berdua. “Woiiii, berhenti!” bentaknya sambil memisahkan Risa dan Dorin. “Kalian kagak punya malu apa? Kita tuh diliatin banyak orang.” lanjutnya, membuat Risa dan Dorin tersadar dan langsung merasa malu.
Karena keadaan sudah mulai mereda, Ervan buru-buru menarik tangan Risa, mencoba menjauhi Dorin dan pertengkaran lebih lanjut. “Ayo, kita pulang.” ajaknya sambil menarik tangan Risa.
“E-eh.” gumam Risa yang sedikit kaged ditarik tiba-tiba oleh Ervan.
“Dasar tuh orang. Gara-gara dia hubungan gua ama Ervan merenggang. Gua janji akan membalas apa yang lu perbuat.” sengit Dorin di dalam hati lalu pergi meninggalkan kantin.
Ervan tidak melepaskan tangan Risa sampai akhirnya mereka masuk ke dalam mobil dan mobil berkendara pulang.
“Hei, apa-apaan sih lu?! Lu kagak malu diliatin orang banyak apa?!” tanya Ervan.
Risa menjawab sambil menundukkan kepalanya, takut akan ancaman apa yang akan dilakukan Ervan padanya, “E-e-emm.”
“Apa?!” bentak Ervan, membuat Risa agak ketakutan.
Inilah pertama kalinya Risa melihat Ervan marah. “Ka-kamu tadi deket banget sama gadis itu dan aku gak mau dia ngerabut kamu dari aku.”
“Kau perpikir aku semudah itu pindah ke gadis lain?” tanya Ervan.
“A-aku gak tau. Pokonya, aku hanya gak suka melihat kau bersama dengan gadis lain, apalagi gadis tadi,” kata Risa. Ervan menghela nafas. “Kau marah?” tanyanya sambil melihat wajah Ervan yang tampak masam.
“Kagak. Gua cuma merasa kecewa aja, lu mengira gua semudah itu terpengaruhi oleh Dorin.” jawab Ervan.
“Dorin?”
“Yang bahkan lu kagak tau siapa itu orangnya,” Ervan mengambil nafas panjang-panjang dan melanjutkan penjelasnya. “Maaf, ini juga salah ku gak mencoba lebih keras untuk menjauhi dia. Jadi aku minta maaf.” katanya dengan menunjuk wajah memelas, membuat Risa tak bisa menahan lebih lama amarahnya itu dan seketika, semua emosi yang ia pendam, menghilang.
“I-iya. Aku juga minta maaf untuk terlalu terbawa suasana.” kata Risa, membuat senyum Ervan mengembang lalu Ervan memeluk Risa erat-erat.
“Kau gak akan putuskan sama aku kan?” tanya Risa, agak khawatir.
Ervan melapaskan pelukkannya dan tertawa geli, membuat Risa cemberut.
“Ihh, kenapa sih? Orang nanya baik-baik malah diketawain.” ujar Risa, kesal.
“Maaf, maaf. Aku geli aja mendengar kata putus dari kamu.” kata Ervan, tertawa geli.
“Jadi… maksudnya apa?” tanya Risa.isa
“Enggak. Aku gak akan putus sama kamu,” jelas Ervan lalu memegangi tangan Risa. “Aku akan selalu bersama kamu, entah sampai kapan itu.” bisiknya di telinga Risa, membuat jantung Risa langsung berdetak cepat.
“Oh, ya,” kata Ervan, teringat sesuatu. “Hari ini, boleh gak aku ke rumah kamu?”
“Hah? Untuk apaan?” tanya Risa.
“Tadi malem, aku diminta tolong sama Diara untuk membantu kamu mengerjakan tugas matematika.”
“Hah? Diara ngomong kayak gitu?”
“Iya. Nih,” kata Ervan lalu memperlihatkan sebuah pesan dari Diara tadi malam.
Diara: Eh, Van, selamat malam. Boleh gak gua minta tolong ama lu?
Ervan: Selamat malem juga. Minta tolong apaan?
Diara: Hari jumat kemarin, kelas gua dikasih tugas yang susah banget. Jadi gua minta tolong ama lu untuk membantu Risa mengerjakannya.
Ervan: Tapi, tugas apaan yang harus gua bantu?
Diara: Tugas matematika. Lu kan pinter, jadi bisalah lu ngerjain matematika kelas 11.
Ervan: Kelas 11?
Diara: Iyalah. Masa kelas 10? Gua dan Risa gak naik kelas dong?
Ervan: Bukan gitu sih maksud gua.
Diara: Tolonglah tuh anak. Kasian kalo nilainnya jeblok. Dan menurut gua yang paling kasian adalah lu.
Ervan: Lah? Bisa gitu?
Diara: Iyalah. Emang lu mau punya pacar yang kagak naik kelas.
Ervan: Iya, gua bantuin.
Diara: Nah, gitu dong. Kan, biar sekalian lu menghabiskan waktu berduaan sama Risa. Tapi jangan yang aneh-aneh ya!
Ervan: Pikiran lu ancur banget sih. Lu gak mau dibantuin?
Diara: Mending mikirin Risa aja. Gua mah tinggal minta tolong ayah gua.
Ervan: Oke-oke, gua bantuin. Makasih udah nginfoin.
“Katanya kamu kesusahan dan ia meminta tolong padaku untuk mengajari kamu.” jelas Ervan.
“Dasar tuh otak udang.” gumam Risa di dalam hati. “Loh, kamu bawa hp ke sekolah?” tanya Risa, batu sadar.
“Enggak. Mana berani aku bawa handpone ke sekolah.” jawab Ervan.
“Terus, itu?”
“Karena tau hari ini aku akan mampir ke rumahmu, handponenya ini, aku taro di mobil.”
“Oh, gitu. Mungkin seharusnya aku juga gitu.”
“Ngapain? Kan, nanti ke rumah kamu.”
“Oh, iya, benar juga.”
“Jadi, boleh gak?” tanya Ervan.
“Boleh apaan?” tanya Risa, membuat Ervan sampai menepuk jidatnya sendiri.
“Ke rumahmu lah.”
“Ohhhh, itu. Boleh sih, aku gak ada masalah. Tapi kamu udah izin sama orang tua kamu?”
“Udah kok,” jawab Ervan sambil tersenyum. “Kalo gitu, Pak, tolong langsung antarkan saya ke rumah Risa.” pintanya kepada Sang Supir.
“Loh, langsung ke rumah ku?”
“Iyalah. Emangnya mau kemana lagi?”
“Kamu gak pulang dulu untuk mandi dan ganti baju?”
“Enggak ah, lama. Lagian kan aku emang udah wangi.” canda Ervan, membuat tawa mereka berdua pecah.
“Wangi? Ngarep deh.” ejek Risa.
“Kamu nih, gak percayaan amet. Pacar mu kan emang selalu wangi dan ganteng.”
“Percaya diri amet dah.”
“Udah ah, gua capek ketawa mulu.” ujar Ervan.
“Iya-iya.”
Mobil pun terus melaju ke rumah Risa.
ns 15.158.61.7da2