“Baiklah semua, terima kasih atas kerja samanya. Karena kalian, festival besok akan sukses besar.” kata Caca kepada seluruh anggota ekskul memasak.313Please respect copyright.PENANAXcACKYbAlN
“Oke, karena udah jam segini,” kata Bu Vera sambil melihat jam dinding. “Kalian boleh pulang.” lanjutnya.
Anak-anak bergegas merapihkan barangnya dan pulang ke berebut keluar ruang. Sementara yang lain sudah pergi entah kemana, Diara, Caca, Alif, Firhan, dan Syamil berkumpul di belakang.
“Wahhh, festivalnya tinggal 2 hari lagi.” kata Alif.
“Iya. Gua gak sabar menantikan lusa.” lanjut Firhan.
“Syamil,” panggil Caca, membuat Syamil yang sedang duduk menghadap ke jendela, membalikan badannya, ke arah Caca. “Bagaimana, apakah Ervan masih gak masuk?”
“Belum.” jawab Syamil, membuat yang lain menjadi khawatir.
“Ke mana ya tuh anak. Padahal dialah pemeran utama dalam kafe ini.” balas Firhan.
“Gua udah coba berbagai cara untuk menghubunginya, tapi sampai sekarang gak diangkat.” jelas Syamil.
“Jangankan elu, pacarnya aja gak diangkat teleponnya.” kata Diara.
"Kasian Risa, dicampak sama pacar pertamanya." kata Alif.
"Itu mengapa jangan percaya sama orang sempurna seperti dia." kata Caca.
“Tadi dia masukkn hari ini?” tanya Firhan.
“Kalau masuk tetaplah. Mana berani dia kagak masuk. Kalau ketakutan bolos sekolah, pasti dimarahin adiknya.
“Adiknya? Seseram itu kah dia?” tanya Alif.
“Wih kagak tahu ya lu?” tanya Diara. Firhan dan Alif menggelengkan kepalanya.
“Dia itu sangat galak, sampai-sampai kakak laki-lakinya Risa, Kak Bagas, takut ama dia.” jelas Diara.
“Hah?! segitunya kah?” tanya Alif tidak percaya.
“Tapi, walaupun dia masuk, Risa tampak sangat sedih.” kata Caca.
“Iya bener. Bahkan dia ampe nggak mau ikut ekskul hari ini.” lanjut Diara.
"Gara-gara sih brengsek itu." ketus Caca.
"Sabar neng, sabar." kata Diara, mencoba menenangkan Caca.
“Kenapa ya? Selama ini sih Ervan gak masuk, keteranganya cuma izin?” tanya Alif.
“Iya, betul. Gua juga udah coba nanya ke wali kelas gua, tapi Beliau sendiri juga kagak tau.” jawab Syamil.
“Terakhir kalinya hp Ervan aktif itu jumat lalu.” kata Diara.
“Ke mana ya tuh anak?” tanya Alif, kesal.
“Apa kita pergi langsung ke rumahnya aja.” usul Firhan.
"Gak bisa." jawab Caca.
"Kenapa?" tanya Firhan.
"Karena kita udah coba dan gak berhasil." jawab Caca.
"Entah karena dia gak dibolehin keluar atau salah rumah." tebak Diara.
"Hah?" tanya Firhan.
“Tapi bukan hanya Ervan saja yang buat gua marah." kata Alif.
"Siapa lagi emang?" tanya Diara.
"Risa."
"Lah?! Kenapa?" tanya Caca.
"Gara-gara dia gak dateng, tugas piket kita jadi nunggu nih.” keluh Firhan tak sadar kalau dari tadi Risa telah mendengarkan percakapan mereka.
"Yaelah, gitu doang." ejek Caca.
“Maaf gua melakukan itu.” kata Risa yang akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari tempat persembunyiannya, membuat Firhan dan yang lainnya terkejut.
“Risa?!” tanya Firhan dan Caca, terkejut.
“Aku juga minta maaf sama kalian berdua. Gara-gara aku absen, tugas mengajar jadi jatuh ke tangan kalian.” kata Risa kepada Caca dan Diara.
“Selow aja. Kagak usah terlalu membebankan diri lu sendiri.” kata Diara.
“Terima kasih semuanya.” kata Risa, akhirnya bisa tersenyum manis lagi.
Caca pun berdiri dan memeluk Risa, membuat Raisa agak kaget lalu berbisik, “Maaf, aku nggak bisa melakukan apapun.” bisiknya, membuat senyuman Risa melebar “Nggak, kau sudah melakukan lebih dari cukup.” kata Risa.
“Aduh so sweet amat. Jadi pengen deh.” kata Firhan.
“Jangan berpikir jorok deh.” kata Diara sambil memukul kepada Firhan.
“Woi, kagak usah pemukul juga kali. Gua ini kan kakak kelas lu.” keluh Firhan, membuat orang lain tertawa, termaksud Risa.
“Jadi lu mau ngapain ke sini? Ekskulnya udah selesai.” tanya Syamil.
“Mau bantu beres-beres kah?” tebak Alif.
“Ya, nggak juga sih. Sebenernya gua gak penasaran deh.” kata Risa dengan wajah serius, membuat Syamil sedikit merasa khawatir. “Sebenarnya Ervan punya kakak apa enggak sih?” tanya Risa yang bermaksud menanyakan hal tersebut kepada Syamil.
“Kakak? Emang? Gua nggak pernah tahu tuh.” kata Diara.
“Mil, lu tahu?” tanya Alif kepada Syamil.
Karena merasa keadaan akan semakin buruk, ia berdiri lalu mendekati Risa dan membisikannya sesuatu.
“Akan gua ceritakan nanti soalnya. Tapi nanti, kalo sudah pergi semua, oke?” Risa mengangguk lalu tiba-tiba Syamil memukul pelan pundak Risa dan berkata, “Aduh lu ya. Kalau mau bohong, pintaran dikit napa.”
Awalnya Risa terkejut. Tapi beberapa saat kemudian ia baru mengerti permainan apa yang dilakukan oleh Syamil.
“Hehehe, ketahuan ya?” katanya, membuat yang lain kebingungan.
“Lu cuma bercanda tadi?!” tanya Alif.
“Hehehehe, gua nggak begitu pinter ya bohong?” kata Risa.
“Jadi Ervan punya kakak apa nggak sih?” tanya Diara.
“Enggak, gua cuma pengen buat kalian ketawa aja.” jawab Risa sambil menggaruk-garuk rambutnya, yang sebenarnya tidak gatal.
“Aduh, bikin gua jantungan aja.” kata Firhan.
“Kalo mau belajar bohong mah, minta ajarin dia aja.” kata Syamil sampingnya menuju Diara.
"Maksud lu apaan?!" tanya Diara.
"Gak, enggak. Gua cuma bercanda." kata Syamil.
"Waduh, buset. Udah jam segini." kata Alif sambil menunjuk ke arah jam dinding.
"Oh iya. Udah deh, gua juga mau pulang." kata Firhan lalu mengambil tasnya dan meninggalkan kelas, bersama dengan Alif.
"Lu mau pulang gak Ris?" tanya Diara.
"Nanti deh. Gua mau beres-beres dulu. Kalian boleh pulang dulu." jawabnya.
"Sini, aku bantu." tawar Caca.
"Gak usah. Hari ini kan jadwal piket aku. Kamu pulang aja dulu."
"Oh, oke."
"Ayo, Ca," kata Diara lalu menarik tangan Caca.
"Kita duluan ya." lanjut Diara sambil membuka pintu.
"Hati-hati," kata Risa sambil melambaikan tangan dan duduk di salah satu kursi. "Jadi bagaimana dengan kakak perempuan Ervan? Tolong ceritakan."
313Please respect copyright.PENANAiG78WqIpbx