“Aku pulang.” kata Risa sambil membuka pintu dan menuju ke ruang tamu.
Di ruang tamu, Bu Endang sudah menunggunya. “Selamat datang,” katanya lalu berdiri dan menghampiri Risa. “Eh, ada Ervan.” lanjutnya, yang terkejut melihat Ervan.
Risa mencium tangan Bu Endang. “Hari ini aku sama Ervan mau belajar bareng.”
“Belajar bareng? Sama anak kelas 10?” tanya Bu Endang.
"Hehehe, begitu deh Tante." jawab Ervan.
"Ibu, jangan ngerendahin Ervan begitu. Walaupun dia masih kelas 10, tapi otaknya begitu encer. Bahkan, aku yakin dia bisa menyelesaikan pelajaran kelas 12." kata Risa.
"Wow, aku gak tau. Hebat sekali kamu. Ervan," puji Bu Endang, membuat Ervan tersipu malu. "Setelah mendengar itu, ibu jadi merasa kasihan dengan Ervan."
"Kenapa emang?" tanya Risa.
"Karena anak sepintar dia pacaran dengan orang seperti kau."
"Apa maksudnya, ibu? Aku kan juga pintar."
"Ibu gak pernah bilang kamu gak pintar. Hanya saja, semoga kau tahun ini bisa naik kelas."
"Ih, apaan sih bu? Udah ah, males aku ngomongnya," kata Risa, kesal lalu menggandeng tangan Ervan. "Ayo Ervan, kita ke atas." ajaknya lalu menuju ke lantai dua, ke kamar Risa.
"Maafin ibu aku ya. Dia emang gitu orangnya." kata Risa yang baru sampai di kamarnya dan berencana untuk meninggalkannya lagi.
"Ibu kamu nggak salah apa-apa kok."
"Ya udah aku mau ambil minuman dulu. Silakan kamu duduk di mana pun, sesuka mu," kata Risa lalu menuju ke pintu kamarnya. "Oh, ya, kau mau minum apa?" tanyanya sebelum keluar kamar.
"Apa aja boleh." jawab Ervan
"Ya udah, aku buatkan es teh manis aja."
"Oke, makasih." kata Ervan lalu duduk di atas bean bag.
Tak lama kemudian, Risa datang dengan membawa nampan berisi semangkuk biskuit dan dua gelas es teh manis.
"Maaf membuatmu menunggu lama." katanya lalu meletakan nampan tersebut di atas meja dan memberikan segelas es teh manis tersebut kepada Ervan.
"Terima kasih." kata Ervan lalu meminum es teh manisnya.
Sebelum duduk, Risa mengambil buku paket dan tulis matematikanya dari meja belajar. "Baiklah mari kita mulai belajar." ajak Risa.
Ervan menaruh gelasnya di atas meja kecil di depannya. "Baiklah, ayo. Yang mana tugasnya?" tanya Ervan.
Risa membuka lembaran kertas di bukunya. "Ini," kata Risa sambil memperlihatkan sebuah latihan matematika yang menurutnya sulit. "Bagaimana? Kau tau cara mengerjakannya?"
"Ohhhh, ini. Ya, aku tau," jawab Ervan lalu mengambil buku tulis dari dalam tasnya dan membukanya. "Oh, ya, kau tidak ganti baju dulu?"
"Gak usah ah. Males." jawab Risa.
"Sama ya kita. Jadi,begini caranya. Akan aku ajarkan. Tolong didengarkan baik-baik, oke?"
"Oke!!!"
1 jam mereka lewati dengan belajar bersama. Walaupun Risa membenci pelajaran matematika, ia tidak mengeluh saat ia diajarkan oleh Ervan. Risa malah merasa senang.
"Selesai." kata Risa yang sudah selesai mengerjakan tugas Matematikanya sambil meregangkan badannya.
“Terima kasih atas kerja kerasnya.” kata Ervan.
“Oke. Kau juga, terima kasih sudah mengajariku.”
Ervan mengambil buku tulis milik Risa yang di dalamnya sudah terdapat jawaban dari semua latihan yang ia kerjakan hari ini.
"Jadi, bagaimana?" tanya Risa, agak khawatir.
Ervan meneliti jawaban Risa. "Oke, bagus." jawab Ervan, membuat Risa merasa lega.
“Oke, kita mau ngapain?” tanya Ervan.
"Ngapain? Kamu nggak pulang?" tanya Risa.
"Pulang? Aku udah ngajarin kamu, kamu malah nyuruh aku pulang. Dasar jahat." ketus Ervan.
"Bukan begitu maksudnya."
"Lalu?"
"Maksudnya orang tuamu pasti khawatir bukan, kamu belum pulang jam segini."
"Ah, enggak usah mikirin itu."
"Gimana nggak mikirin sih? Kalau aku jadi mereka, pasti aku sudah panik dan khawatir anaku sendiri belum pulang."
"Kalo itu kau."
"Maksudnya?"
"Kagak papa. Tapi, ngomong-ngomong, orang tuamu akan datang kah, saat festival sekolah minggu depan?" tanya Ervan, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Oh itu, seperti begitu. Aku sih udah ngomong sama kedua orang tuaku dan mereka bilang akan mengusahakannya."
"Oh gitu. Bagus deh. Abisnya aku agak penasaran sama ayah kamu, seperti apa Beliau."
"Pokoknya Beliau hebat deh, dan salah satu panutanku."
"Kayaknya semua anak perpikir sama tentang orang tuanya."
"Aku juga sih, agak penasaran dengan orang tuamu."
"Oh, ya?"
"Abisnya aku belum pernah melihatnya, walaupun sering ke rumahmu."
"Oh, gitu."
"Emang mereka kerja apaan? Kenapa mereka jarang ada di rumah? Apakah mereka pulang malam?"
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Bahkan saat hari sabtu mereka asih kerja? Atau mungkin mereka di kamar?"
"Ya, gitu deh."
"Aku juga penasaran dengan kakak perempuanmu. Umur berapa dia?"
"Emmmm, 20, mungkin."
"Mungkin? Masa kau gak tau umur kakakmu sendiri, " Ervan hanya tersenyum tipis. "Kalo umurnya 20 tahun, berarti dia kuliah sekarang?" tebak Risa.
"Ya."
"Masa sih? Muka kamu keliatan bingung gitu."
"Masa?" tanya Ervan lalu tiba-tiba handphonenya yang terletak di saku bajunya, berdering, menendang ada telepon masuk.
Ervan mengambilnya dan melihat dari siapa itu. Tapi setelah dilihat ia malah membiarkannya, membuat Risa bingung.
"Ih, kenapa mereka telepon di saat kayak gini?" gumam Ervan di dalam hati.
"Siapa itu? Kenapa gak diangkat?" tanya Risa sambil mencoba melihat nama orang yang menelpon Ervan.
Ervan segera menutupi handphone, supaya Risa tidak melihat siapa yang menelponnya. "Bukan siapa-siapa." jawabannya berbohong.
"Bohong! Siapa itu? Perempuan?"
"Bukan! Hanya saja…"
"Kalo bukan, kenapa gak diangkat?"
"Bukan hal yang penting kok."
"Masa? Kau kan, belum tau hal itu."
"Pokoknya bukan!" bentak Ervan, membuat Risa agak ketakutan.
"E, eh, maaf. Aku gak bermaksud," Ervan mencoba perpikir, mencoba mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan. "Oh." Ervan menemukan sebuah ide.
"Kenapa?" tanya Risa penasaran.
Ervan membuka internet dan membrowsing sebuah resep lalu menunjukkannya kepada Risa.
"Hei Risa, kau tau kue ini gak?" tanya Ervan.
"Oh, aku tau. Napa?"
"Aku agak tergoda dengan gambarannya. Jadi, maukah kau membantuku membuatnya?" tanya Ervan.
"Kau mau membuatnya di sini?"
"Ya, kalo boleh."
"Boleh kok. Aku kira kamu tak akan bertanya," kata Risa lalu berdiri dengan penuh semangat. "Ayo, kita ke dapur!" ajaknya.
"Eh, sekarang?"
"Iya lah. Masa tahun depan." canda Risa, membuat Ervan tertawa.
"Oke-oke, ayo." Ervan berhasil pun berhasil mengalihkan pembicaraan canggung tadi dan sepertinya, Risa juga sudah melupakannya. Mereka berdua, sekarang asyik memasak kue yang diinginkan Ervan sambil bercanda.
ns 15.158.61.16da2