“Oke, semua persiapan sudah siap. Tinggal nungguin orang-orangnya datang.” kata Diara, baru selesai mempersiapkan dapur untuk mereka masak dan sekarang meraka sedang duduk santai sambil meminum air putihnya.
“Stand makanan yang lu bawa bagus banget. Cocok banget buat naruh kue-kuemya.” puji Diara kepada Caca.
“Untung deh.” kata Caca.
“Ngomong-ngomong, di mana yang lain? kenapa cuma kalian berlima doang yang ada di sini?” tanya Kak Bagas (5 orang dimaksud adalah 5 orang yang mendapat peran sebagai koki, yaitu Alif, FirhanK dan ketiga gadis itu).
“Oh, mereka.” kata Risa, tak menjawab pertanyaan Kak Bagas.
“Iya. Pada ke mana?” tanya Kak Bagas, lagi.
“Palingan pada lagi nyobain celemek dari Diara.” jawab Caca.
“Kok lu pada kagak nyobain?” tanya Kak Bagas.
“Udah kok,” kata Risa lalu bangkit dan menujukan kepada kakaknya celemek yang ia pakai. “Nih, udah kita pakai.” katanya lalu duduk kembali.
“Oh begitu... Kirain yang pendek itu.” kata Kak Bagas, agak kebingungan.
“Yang kecil itu buat para pelayan. Kita yang kedapetan peran sebagai koki pakainya yang ini.” jelas Diara.
“Kok lu kagak bantuin Dir?” tanya Kak Bagas.
“Enggak ah, males. Mereka kan udah gede.” kata Diara, tak peduli.
Tak lama kemudian, para rombongan peran pelayan, datang. Sudah terlihat rapi dan sudah siap melayani orang-orang. Masing-masing mereka menggunakan kemeja putih, celana hitam, celemek merah, dan sehelai kain yang digantungkan di pergelangan tangan masing-masing orang, membuatnya terlihat sangat menarik untuk dipandang.
“Bagaimana Kak, bagus nggak?” tanya Vidia kepada Diara dan Risa.
“Ih, keren banget kalian. Jadi pengen deh.” kata Risa, merasa agak iri.
“Udahlah, gak usah iri,” ucap Caca lalu bangkit dari kursinya dan melihat jam di handphonenya “Dari pada itu, mending kita siap-siap. Tinggal 15 menit lagi sebelum festivalnya dimulai.”
“Benar juga ya. Yang lain juga kayaknya udah pada siap-siap tuh.” kata Alif, ikut-ikutan.
“Tapi kok, gua merasa ada yang kurang ya.” kata Firhan sambil berpikir dan melihat sekelilingnya.
“Oh iya, Syamil.” kata Firhan dan Alif serentak.
Diara pun ikut-ikutan melihat sekeliling, mencoba mencari keberadaan Syamil.
“Oh iya. Mana ya tuh anak?” tanya Diara.
“Kalau dia enggak datang, hiasan kita akan kurang dong.” kata Vidia.
“Cuma itu yang lu khawatirkan?” tanya Alif, tak percaya.
"Bagaimana dengan si Ervan? Apakah dia akan datang hari ini?" tanya Vidia, membuat wajah Risa terlihat sedih.
"Woi, apaan sih lu?" tanya Alif.
Baru setelah Alif membentaknya, Vidia baru sadar. "Maaf, maaf gua nggak bermaksud begitu., kata Vidia, meminta maaf kepada Risa. "Gua lupa kalau hubungan lu dan Ervan sedang memburuk." lanjutnya, keceplosan.
Risa hanya membalasnya dengan senyuman yang terlihat seperti dipaksakan, membuat Vidia bertambah merasa bersalah.
Sampai akhirnya Andra datang dan mengumumkan kalau festivalnya akan segera diadakan, membuat rasa sedih Risa terpaksa harus melupakannya. "Semua dengar, sebentar lagi orang-orang akan berdatangan. Jadi mohon persiapkan stand kalian masing-masing." katanya kepada seluruh murid dengan menggunakan mic, membuatnya terdengar sampai seluruh penjuru sekolah.
"Waduh, udah pengen dimulai nih. Kita sebaiknya siap-siap." kata Caca kepada anggota lain.
"Kalau gitu, gua keluar dulu ya. Gua kagak ingin mengganggu kalian." kata Kak Bagas lalu beranjak pergi.
"Ini tinggal sebentar lagi, tapi sih Syamil belum datang. Gimana ceritanya coba kalau begini?"
Tak lama setelah Risa berkata demikian, terdengar sebuah suara, memanggil Risa dari arah belakang. "Risa!" panggilnya. Yang bukan lain adalah Syamil, berlarian dengan seorang dibelakangnya, membuat Risa dan yang lain terkejut dan lega. Ditambah, kedatangan Syamil ditemani oleh seseorang, yaitu Ervan.
"Loh? Ervan? Kenapa lu bisa di sini?" tanya Diara, terkejut bukan main.
"Yaiyalah gua di sini. Gua kan termasuk bagian dari ini semua. Jadi gua nggak akan melewatkan festival ini begitu aja." jawab Ervan.
Baru saja Ervan berkata hal tersebut, Firhan datang dan mencengkam baju Ervan kuat-kuat. "Eh, lu. Gua denger lu mutusin Risa tanpa alasan. Apa benar begitu?" tanyanya.
Ervan yang awalnya senang bisa datang, seketika menjadi masam karena lupa akan hal itu. "Soal itu ya?" kata Ervan, agak ragu-ragu.
Karena tak tahan melihat Ervan diperlakukan seperti itu, Syamil memukul wajah Firhan, membuat Firhan yang kesakitan, melepaskan Ervan.
"Lu kagak papa?" tanya Syamil kepada Ervan.
"Eh, apa-apaan lu tiba-tiba nampar gua? Emang gua salah apaan?" tanya Firhan, tidak terima.
"Kenapa lu tiba-tiba kasar ke Ervan?" tanya Syamil, balik.
"Yaiyalah gua kayak gitu. Temen gua dicampaka oleh orang itu. Diputuskan gitu doang tanpa penjelasan apapun. Gimana gua gak marah coba?" jawab Firhan.
“Tapi setidaknya lu dengerin dulu alasannya.” pinta Syamil.
“Hah?! Kenapa gua harus capek-capek melakukan hal itu?!” tanya Firhan.
"Eh, udah napa. Ngurusin kayak begini nanti aja. Sekarang kita ada festival yang harus diurus." kata Caca, melerai pertengkaran itu.
"Hm, yaudah terserah. Gua juga males dengerin alasannya. Kagak guna," ketus Firhan lalu mendekat ke Ervan dan berkata sekali lagi kepadanya, "Gua sih kagak perduli ama alasan lu. Menurut gua, apapun itu, pasti salah. Tapi setidaknya, kasih tau alasan lu kepada Risa. Kasihan tuh anak nunggu-nungguin lu."
“Ba-baik.” kata Ervan. Lalu Firhan melepaskannya cengkramannya dan melangkah pergi menjauh.
“Oh iya, ngomong-ngomong gua udah bawa bunganya nih,” kata Syamil, mencoba mengalihkan perhatian orang lain. Lalu Syamil mengambil sesuatu dari dalam tasnya, yaitu sebuah vas bunga kecil yang indah untuk melengkapi dekorasi meja. “Mau taruh di mana?” tanyanya sambil memperlihatkan pot bunga kecil tersebut kepada yang lain.
“Oh, itu taruh di meja aja.” jawab Caca.
“Ayo doang, pada bantuin. Ada banyak nih,” pinta Syamil lalu mendekati Ervan dan membisikkannya sesuatu, “Sana ngomong sama Risa. Mumpung ada waktu.” bisiknya, membuat Ervan tersipu.
Semua pun mulai sibuk lagi dengan urusan mereka masing-masing. Yang tersisa hanyalah Risa dan Ervan yang tak sibuk melakukan apapun. Dengan penuh keberanian, Ervan mendekati Risa. "Em, Risa," panggil Ervan.
Risa membuang mukanya. Ia masih marah dengan apa yang Ervan perbuatan. "Boleh kita bicara sebentar." pinta Ervan.
ns 15.158.61.6da2