Sesampainya Ervan di rumah, ia segera masuk ke dalam kamar dan membaringkan diri di atas kasur.
"I-ini pasti mimpi kan?" tanya Ervan pada dirinya sendiri lalu menutup mukanya dengan bantal. "Perempuan yang aku cintai selama ini, seketika menjadi pacarku,"
Memikirkan hal itu, muka Ervan langsung memanas dan memerah lalu ia bangkit dan duduk di atas kasurnya. "Kalau gitu, aku gak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini." lanjutnya.
Sementara Risa di rumahnya, juga melakukan hal yang sama dengan Ervan. Ia bahkan sampai berguling-guling di atas kasur hanya karena memikirkan kejadian tadi. Sampai akhirnya Alif menelepon.
Risa segera mengangkatnya.
Melalui telepon, Risa bisa mendengar suara Alif yang terdengar sangat bahagia.
"Ada apa Lif?" tanya Risa melalui telepon.
"Lu kagak akan percaya apa yang terjadi sore ini, sebelum gua balik pulang." jawab Alif, membuat Risa menjadi semakin penasaran.
"Apa-apa?" tanya Risa.
"Ekskul kita mendapatkan 2 anggota baru lagi." jawab Alif.
Mandengar itu, Risa merasa senang.
"Beneran?" tanyanya tidak percaya.
"Iya."
"Siapa itu? Dan kenapa ngomongnya ke elu?"
"Karena orang yang mau ikut ekskul kita adalah adek kelas yang tinggal gak jau dari rumah gua. Jadi tadi sebelum gua sampe rumah, dia nyamperin gua dan mengajukan diri."
"Wahhh, syukurlah. Dua-duanya tinggal nekat sama lu?"
"Enggak. Cuma satu. Tapi dia diminta mewakili satu orang lain itu, yang katanya itu kakak dia."
"Ohh, syukurlah kalo kita sudah mendapatkan 2 orang lagi."
"Heem. Berarti tinggal 6 orang lagi," kata Alif lalu terdengar suara ibunya memanggilnya dari luar kamar. "Hehehe, maaf ibu gua manggil. Gua tutup dulu, ya."
"Ya, makasih udah bilang ke gua." lalu Risa mematikan teleponnya.
Dan beberapa menit kemudian, Arif, adik laki-laki Risa yang berumur 14 tahun dan sebentar lagi berumur 15 tahun, memanggilnya dari luar kamar dan memintanya untuk ke luar dan menyiapkan makan malam bersamanya.
"Kak! Ayo ke luar. Kita harus siapin makan malem kan?" katanya.
Risa bangkit dan segera ke luar kamar. "Ya, ya, ya. Tunggu! Aku juga belum mandi."
"Alah, Kakak mah begitu terus," ejek Arif lalu Risa ke luar dari kamarnya sambil membawa handuk dan baju gantinya.
"Yaudah, aku tunggu di bawah yah." lanjut Arif lalu pergi meninggalkan Risa, menuju ke dapur.
"Untunglah aku punya adik seperti Arif." kata Risa di dalam hati lalu melangkah menuju ke dalam kamar mandi dan membersih diri.
"Ahhh, segarnya," kata Risa yang baru saja ke luar dari kamar mandi dan berenca untuk kembali ke kamarnya.
"Sekarang waktunya aku main game." katanya.
"Woi, main game aja. Bantuin napa. Piring belum di cuci dari tadi pagi. Itu kan tugas Kakak." bentak Arif yang sedang membersihkan kamar Kak Bagas.
Di rumah ini, ketiga anak itu memiliki tugasnya masing-masing. Kak Bagas bertugas untuk membersihkan halaman depan dan juga membersihkan mobil setiap sabtu atau minggu, yang biasanya akan dibantu oleh ayah mereka saat Beliau sudah pulang. Risa menyuci piring sekaligus memasak bersama Arif. Arif menyapu dan mengepel lantai, di bantu oleh ibu. Jadi sudah tidak membutuhkan pembantu rumah tangga lagi. Walaupun pekerjaan orang tua Risa dibilang menghasilkan cukup banyak uang, tapi mereka tidak ingin menyewa seorang pembantu rumah tangga. Alasannya sederhana, supaya Risa, Kak Bagas, dan Arif tidak manja dan bertanggung jawab.
"Oke-oke. Aku akan nyuci." kata Risa lalu ia pergi ke dapur untuk melakukan tugasnya.
Dan setelah itu membantu adiknya memasak. Walaupun masih berumur 14 tahun dan laki-laki, Arif bisa memasak. Berbeda dengan Risa yang tidak begitu pintar, Arif adalah anak yang pintar. Ia bahkan bisa memasak hanya dengan melihat kakaknya melakukannya setiap hari.
Malam pun tiba, Risa dan Arif sudah selesai memasak makanan untuk malam ini.
"Wah... makan apa kita hari ini?" tanya Bu Endang yang baru saja selesai bekerja lalu duduk di salah satu kursi.
"Sesuai request Arif, kita akan makan udang goreng tepung dengan sayur asem." jawab Risa yang sedang menyiapkan piring dan gelas.
"Ohhh. Tapi ngomong-ngomong di mana Arif?" tanya Bu Endang sambil melihat sekelilingnya.
“Tadi aku suruh dia manggil Kak Bagas." jawab Risa.
"Terus ayah belum pulang ya?" tebak Bu Endang.
"Iya benar. Tadi ayah telepon, kalau ayah akan pulang lebih malam dari biasanya."
"Ohhh, dasar orang itu ya." ledek Bu Endang.
Tak lama kemudian, Arif datang sambil menarik paksa tangan Kak Bagas, membuat suasana yang tadi tenang menjadi berisik.
"Ihhh, orang lagi sibuk di ganggu aja." protes Kak Bagas lalu duduk di sebelah Bu Endang.
"Makanya kalo ngerjain tugas dari awal. Jangan udah mepet baru ngerjain. Jadi susahkan." nasehat Arif.
"Iya-iya, anak rajin." ledek Kak Bagas lalu mengambil piring berisi nasi.
"Udahlah. Aku mau makan aja gak tenang." ejek Risa yang sedang mengambil nasi dari reskuker, untuknya.
Mereka pun menyantap makanan mereka sambil mengobrol dan menghabiskan waktu bersama.
“Oh, ya! Ngomong-ngomong, nanti SMA, Arif pengen di mana?” tanya Bu Endang kepada Arif yang sedang makan di sampingnya.
Arif berhenti makan sejenak dan berpikir. “Entahlah. Paling di SMA Kak Risa aja.” jawab Arif.
“Kenapa gak SMA di sekolah yang favorit aja sekalian. Lu kan pinter.” kata Kak Bagas, mengusulkan.
“Males ah. Nanti pasti tekanannya lebih banyak. Mending SMA yang biasa-biasa aja biar nanti aku busa jadi juara kelas.”
“Pilihan yang bagus dek. Nanti kamu bisa masuk ke ekskul memasak bersama ku dan melanjutkannya setelah aku lulus.” usul Risa.
“Itu mah, nguntungin banget buat lu.” ketus Kak Bagas.
“Aku sih gak begitu masalah dengan masuk ke ekskul memasak bareng kakak. Malah mungkin bagus kali.” kata Arif, menentang usul Kak Bagas.
“Bagus kenapa?” tanya Bu Endang, penasaran.
“Bagus, kerena selain memasak dan pelajaran aku gak berguna, terutama dalam hal olahraga.” jawab Arif.
“Bagus. Berarti nanti aku gak perlu mikirin lagi, siapa yang akan melanjutkan ekskul memasaknya. Untunglah aku pulang adek yang pinter begini.”
“Iya, untunglah. Kalau enggak, tugas dan PR lu kagak ada yang beres.” ejek Kak Bagas, membuat semua pun tertawa, kecuali Risa.
Di sisi lain, Ervan juga sedang makan malam. Tapi berbeda dengan Risa, yang selalu makan bersama keluarganya, Ervan makan sendiri. Karena ayah dan ibu sedang berada di luar negeri. Sebenarnya Ervan memiliki kakak perempuan, namun ia sudah tidak lagi tinggal bersama dengan Ervan dan keluarganya. Tapi memang keseharian Ervan begitu. Tiap hari ia menghabiskan waktunya sendiri tanpa ditemani siapa pun, bahkan dari Ervan kecil.
"Permisi, bisakah saya masuk?" tanya salah satu pembantu rumah tangga.
"Iya, silahkan. Saya sedang belajar." jawab Ervan dari dalam kamar.
Sang pembantu rumah tangga pun masuk dan menawarkan makan
ns 15.158.61.6da2