"Selamat pagi Kak." sapa Arif, yang baru bangun tidur kepada Risa, yang sedang memasak sarapan dan bekal untuk beberapa keluarganya.
Risa membalik badannya dan menyapa balik adiknya, "Pagi."
"Sarapan apa hari ini kita Kak?" tanya Arif sambil menarik kursi untuk ia duduki.
"Hari ini aku membuat nasi goreng ayam," jawab Risa lalu memberikan satu mangkok penuh nasi goreng ayam untuk Arif. "Makanlah." lanjutnya dengan senyuman manis di wajahnya.
"Wahhh, baunya harum banget. Aku makan ya." izin Arif lalu mengambil sendok dan memakannya.
"Dan untuk bekal hari ini aku masakan pizza dan kentang."
"Oh, ya? Maaf aku gak bisa bantu?"
"Gak papa."
"Tapi ngomong-ngomong, Kakak bangun jam berapa?" tanya Arif lalu memakan sarapannya.
"Sekitaran jam 5." jawab Risa.
“Hah! Pagi banget.” seru Arif.
Lalu, beberapa saat kemudian, Bu Endang dan Kak Bagas datang.
"Met pagi." sapa Kak Bagas bersama Bu Endang.
"Lah, tumben jam segini udah bangun." ejek Arif, membuat Kak Bagas menjadi murung.
"Udah lah. Lagipula, hari ini gua harus berangkat pagi."
"Lah, kenapa?" tanya Bu Endang.
"Ada tugas yang belum aku kerjakan." jawab Kak Bagas.
"Ini, silahkan makan." kata Risa sambil memberikan sarapan kepada Bu Endang dan Kak Bagas.
"Wahhh, makasih." kata Bu Endang.
"Ini bekel untuk Arif." kata Risa sambil menyerahkan bekal kepada Arif.
"Makasih Kak." kata Arif dengan senyuman lebar yang menandakan ia sangat senang.
Beberapa menit kemudian, saat Risa dan keluarga sedang sarapan, terdengar suara mobil dari luar rumah dan membunyikan klakson mobinya, membuat Risa dan keluarganya yang sedang sarapan, terkejut. Oarang yang datang menggunakan mobil bukan lain ialah Ervan. Arif yang penasaran, mengintip dari jendela. Karena jendela ruang makan mereka mengarah ke luar, Arif dengan mudah bisa melihat ke luar.
"Itu siapa ya?" tanya Arif kebingungan sambil melihat ke luar jendela.
Risa yang merasa penasaran melihat ke luar dan seperti dugaannya, itu adalah mobil Ervan. "Wahhh, Ervan udah dateng." katanya dalam hati.
Ervan ke luar dari mobil dan melambaikan tangannya kepada Risa. Risa pun ikut membalasnya, membuatnya terlihat berseri-seri, dan membuat Bu Endang dan yang lain, bingung.
Karena bingung dengan apa yang di lakukan anaknya sendiri, Bu Endang pun bangkit dan melihat ke luar jendela, siapa sebenarnya yang ada di luar.
"Itu siapa itu di luar, Risa? Kenalan kamu?" tanya Bu Endang.
Dari luar, Ervan bisa melihat dengan jelas Bu Endang yang sedang memerhatikannya. Karena hal itu, ia menunduk kepalanya dan tersenyum ramah kepada Bu Endang.
"Wihhh, ganteng juga tuh anak. Teman lu Risa?" tanya Kak Bagas, ikut-ikutan mengintip.
"Eh, iya. Gitu lah." jawab Risa agak sedikit malu-malu, membuat Bu Endang dan yang lain tambah kebingungan.
"Kalau gitu, biarkan dia masuk dulu aja. Kasihan kalau dia menunggu lama." saran Bu Endang.
"Boleh?" tanya Risa.
"Iya, gak papa. Daripada dia nunggu lama." jawab Bu Endang.
"Oke." Risa lalu segera berjalan menuju pintu dan mempersilahkan Ervan untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Wah, Ervan sudah datang, ya?" tanya Risa sambil berjalan menuju tempat Ervan.
"Eh, iya, Kak. Maaf jika kepagian." ucap Ervan.
"Enggak apa-apa kok," kata Risa lalu menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Tapi sebenarnya aku belum siap." lanjutnya, membuat Ervan hanya bisa tersenyum tipis.
"Tapi jika mau, kau bisa masuk dulu. Aku membuatkan sarapan lebih kok. Jadi kau bisa memakannya dulu sambil menungguku siap-siap." tawar Risa, tidak ingin membuat Ervan merasa tidak nyaman karena menunggu lama.
"Ah, enggak apa-apa. Saya bisa menunggu saja di luar."
"Gak usah malu-malu. Ayo, masuk." ajak Bu Endang yang tiba-tiba datang dan mengajak Ervan untuk masuk.
"Oh, Tante, selamat pagi. Maaf sudah mengganggu." ucap Ervan dengan sopan.
"Selamat pagi juga." sapa balik Bu Endang dengan ramah lalu memerhatikan Ervan dari kaki sampai kepala.
"Apakah kau teman satu sekolah Risa?" tanya Bu Endang, membuat Ervan agak tersentak, malu dan gugup untuk menjawabnya.
"Iya, semacam itu." jawab Ervan lalu memandang ke arah Risa.
"Benarkah? Kau tampak lebih muda daripada Risa." tanya Bu Endang tidak yakin.
"Saya adik kelasnya. Saya kelas 10." jawab Ervan.
"Oh, gitu. Yaudah, masuk dulu aja. Risa lama kalo di tungguin gini." ajak Bu Endang, tidak menyerah.
"Oh, baik Tante. Tapi biarkan saya bilang dulu ke supir saya." izin Ervan.
"Wah, kamu ternyata anak kaya ya. Berangkat sekolah naik mobil dan ada supirnya pula." canda Bu Endang.
"Ini semua cuma gara-gara rumah saya cukup jauh saja dari sekolah. Dan orang tua saya tidak membolehkan saya untuk berangkat sendiri." jelas Ervan.
"Ohh, gitu. Oke, silahkan." ujar Bu Endang, mempersilahkan Ervan.
Ervan pun pergi meninggalkan Bu Endang dan Risa sendiri dan tak lama kemudian, ia kembali.
"Bagaimana, sudah?" tanya Bu Endang.
"Iya, sudah Tante." jawab Ervan lalu Bu Endang menggandeng tangan Ervan ke dalam.
Setelah berada di dalam, Bu Endang membawa Ervan masuk ke dalam ruang makannya, yang di sana masih terdapat Arif dan Kak Bagas.
"Permisi." sapa Ervan dengan ramah kepada Arif dan Kak Bagas.
"Ayo, silahkan duduk," kata Bu Endang kepada Ervan sambil membawakan sepiring nasi goreng ayam. "Risa kamu segera siap-siap ya!" lanjutnya, kepada Risa.
Risa pun bergegas pergi ke lantai dua untuk bersiap-siap. Sementara Risa sedang bersiap-siap, Ervan ada di bawah, sarapan bersama Kak Bagas, Arif, dan Bu Endang, yang sebenarnya ia juga sudah di rumah, bersama keluarga Risa.
"Jadi lu adik kelasnya Risa?" tebak Kak Bagas.
"I-iya Kak." jawab Ervan.
"Lalu kenapa lu make jemput dia segala? Dateng ke rumah pula." tanya Kak Bagas agak curiga.
"Emmmm, saya…" Ervan agak kesulitan untuk menjawab itu, karena malu dan takut jika Risa akan marah.
"Ya, apa?" tanya Kak Bagas tidak sabaran.
"Bagas! Jangan mengintimidasinya seperti itu deh." ketus Bu Endang.
"Tapi Bu, bukannya ini aneh. Adek kelas menjemput kakak kelasnya sendiri. Pasti ada yang tidak beres deh." batin Kak Bagas.
"Sebenarnya saya satu ekskul dengan Kak Raissa." kata Ervan.
"Ohhh, satu ekskul. Berarti kamu juga jago masak? Atau Risa ikut ekskul lainnya?" tanya Bu Endang.
"Enggak. Saya ikut ekskul memasak, tapi saya tidak bisa memasak. Saya masih belajar." jawab Ervan.
"Bukan gak bisa, tapi belum bisa." kata Risa yang baru saja datang dan langsung menembak kata-kata Ervan, membuat semua orang di sana terkejut.
"Lah, Risa? Tumben cepet." ejek Kak Bagas.
"Iya, aku gak mau membuat Ervan menunggu lama." jawab Risa lalu menghampiri Ervan dan mengajaknya untuk berangkat.
"Lalu kalian akan berangkat naik mobil itu? Berduaan?" tanya Kak Bagas.
"Emm, ya," jawab Risa lalu melihat ke arah jam dinding. "Wowww, sudah jam segini. Aho Ervan, kita segera berangkat." lanjutnya, berkata kepada Ervan.
Ervan bangkit dan berpamitan kepada keluarga Risa.
"Kalo gitu, saya permisi dulu. Terima kasih sudah menerima saya di sini." katanya dengan sopan.
"Iya, sama-sama. Hati-hati di jalan ya." nasehat Bu Endang.
"Baik Bu." jawab Risa lalu pergi keluar, menuju mobil Ervan bersama Ervan sendiri.
"Ayo, silahkan masuk Kak." kata Ervan sambil membukakan pintu mobil untuk Risa.
Risa memandangnya dengan senang. "M-makasih."
Risa dan Ervan pun naik ke dalam mobil dan mobil pun di jalankan oleh supir menuju ke sekolah.
Selama perjalanan, Risa maupun Ervan tidak ada yang berbicara. Mereka berdua masih malu dan tidak tahu harus bagaimana. Tapi karena terlalu sunyi, Risa membuka percakapannya.
"Emmmm, t-tadi, apakah kau mencoba nasi goreng ayam gak?" tanya Risa tanpa melihat langsung ke arah Ervan, karena masih malu.
"M-maaf saya tidak sempat mencobanya." jawab Ervan, agak gugup.
"Oh, gak papa. Tadi karena aku terlalu cepat keluarnya saja, jadi kau gak bisa nyobain," Ervan hanya mengangguk-ngangguk. "Tapi kalo kau mau, aku bisa bawaannya untukmu." lanjutnya.
"Sepertinya enak. Ya, saya mau." jawab Ervan memberanikan dirinya untuk menatap langsung wajah Risa, dengan senyumannya yang bisa membuat perempuan manapun jatuh cinta padanya.
"Aduhhh, ganteng bet, dah," gumam Risa di dalam hati. "Beruntungnya aku bisa pacaran dengan orang sepertinya." lanjutnya.
"Oh, ya Kak, gomong-ngomong, apakah Kakak marah, kalo saya menjawab ke orang yang bertanya, Kakak adalah pacar saya?" tanya Ervan sambil memalingkan mukanya, membuat Risa jadi tersipu malu.
"T-tidak kok." jawab Risa malu-malu.
"Jadi artinya saya boleh menjawab seperti itu?"
"Ya," jawab Risa, membuat Ervan begitu senang. "Berarti, aku juga boleh dong, bilang ke orang lain kalo kau adalah pacar kamu?" tebak Risa. Ervan hanya mengangguk.
"Oh, ya. Karena kau adalah pacarku, ngomongnya gak usah terlalu baku. Aku senang kok, kalau kamu mau manggil namaku tanpa ada kata ‘kakak‘ di depan."
"Boleh? Tapi saya tidak ingin dianggap tidak sopan."
"Gak papa. Kalo ada orang yang bilang kayak gitu, kau tinggal jawab: 'Aku adalah pacar Risa dan Risa membolehkan ku untuk memanggilnya begitu' gitu." jelas Risa.
"Risa?" tanya Ervan, yang belum tahu nama panggilan Risa.
"Itu nama panggilanku. Biasanya temen deket dan keluargaku memanggilnya begitu." jelas Risa.
"Ohhh."
"Kau juga boleh kok, manggil aku Risa. Aku gak keberatan," kata Risa, membuat pipi Ervan menjadi memerah. “Cobalah! Risa." pinta Risa.
“R-Ri-Risa.” kata Ervan, membuat Risa terkikik.
Karena hal tersebut, pipi Ervan yang merah menjadi menggelembung karna marah, membuat tawa Risa semakin menjadi. Ervan pun ikut tertawa. Perjalanan menuju sekolah menjadi menyenangkan. Di penuhi dengan tawa dan cerita dari kedua pasangan tersebut. Tak terasa, mereka sudah sampai di sekolah. Mobil pun diparkirkan lalu Risa dan Ervan turun.
“Terima kasih banyak ya Ervan, sudah menganter aku sampai ke sekolah.” ucap Risa kepada Ervan yang sedang menutup pintu mobil.
“Iya. Sama-sama Ka- maksudnya Ri-risa,” Risa terkikik. “Jika mau, aku bisa mengantarkanmu pulang nanti.” tawar Ervan.
“Beneran?” Ervan mengangguk. “Kalau gitu, aku mau. Terima kasih ya.”
Mereka tidak sadar, kalau percakapan mereka menjadi pusat perhatian. Orang-orang bingung saat melihatan Risa yang berangkat sekolah main mobil Ervan.
“Lah, kenapa mereka berangkat bareng?”
“Mereka itu pacaran kah?”
“Ihhh, enak banget. Bisa di jemput oleh Ervan. Kalo gitu mah, aku juga mau.”
Bisik-bisikan dari orang di sekitar mereka pun mulai terdengar, membuat Risa dan Ervan jadi malu.
“Ba-baik lah. Ini sudah jam segini. Kayanya kita harus masuk deh.” kata Risa kepada Ervan.
“Ya.” jawab Ervan setuju.
Karena tidak ingin keadaannya bertambah menjadi buruk, Risa dan Ervan memutuskan untuk menuju ke kelasnya masih-masing. Sebelum Ervan menuju ke tangga dan Risa ke kelasnya, Risa mengajak Ervan untuk istirahat bareng.
"Hey, Ervan!" panggil Risa.
Ervan pun menoleh. “Kenapa?”
Pipi Risa agak memerah. “M-maukah kau makan bareng dengan aku?” tanya Risa.
“Maaf, tapi hari ini aku janji kepada temanku, aku akan membantunya mengerjakan tugas kelompok. Maaf ya.” kata Ervan, membuat Risa agak kecewa.
“O-oh, gitu. Gak papa deh.”
“Maaf ya. Mungkin besok aku bisa.” kata Ervan.
“Gak usah dipikirin. Kerjakan saja tugas itu. Makan siang barengnya bisa kapan-kapan.”
“Oke, kalau begitu, saya permisi dulu ya.” izin Ervan lalu meninggal Risa, menuju kelasnya.
“Hahhhh.” Risa mengambil nafas panjang-panjang, mencoba melupakan hal tersebut dan berjalan ke kelasnya di lantai 2.
Sesampainya ia di kelas, Diara, yang duduk di sampingnya, menyapanya dengan gembira. “Met pagi Risa.” sapanya.
Risa tidak menjawab. Ia masih agak kecal karena kejadian tadi. Mukanya sekarang masam, membuat Diara bingung. Karena sesuai laporan dari Syamil, Risa sudah menembak Ervan dan Ervan menerimanya.
Tapi, karena belum mengetahui apa penyebabnya, akhirnya Diara pun bertanya. "Lu napa Ris? Mukanya masa banget." tanya Diara kepada Risa yang sedang mencoba duduk di kursinya.
Risa menoleh ke arah Diara. "Gak papa kok." jawabannya.
"Ini mereka jadi pacarankan?" tanya Diara di dalam hati, kepada dirinya sendiri lalu bangkit dari kursi. "Mungkin sebaiknya gua nanya ke Syamil dulu deh." lanjutnya.
Risa yang melihat Diara bangkit dan mencoba meninggalkan kelas, bertanya. "Lu mau kemana Dir?" tanyanya.
Diara membalikan badannya. "Gua mau ke kelas temen gua dulu. Mumpung belum masuk." jawab Diara lalu seketika hilang dari pandangan Risa. Risa pun juga tidak bisa menghentikannya.
Diara turun ke lantai pertama dan menuju kelas Syamil. Sesampainya, tanpa malu-malu, Diara masuk dan menyeret Syamil ke luar kelas, padahal banyak orang di dalam.
“Woi, woi, woi. Ada apaan ini?” tanya Syamil, tidak senang tangannya di tarik dengan paksa.
Tapi, Diara tidak perduli. Ia terus menyeret Syamil sampai ke tempat yang jauh dari pandangan orang-orang.
“Kenapa sih ini?” tanya Syamil.
“Lu beneran kan, soal Risa dan Ervan pacaran?” tanya Diara.
“Hah? Lu kira gua boong? Orang gua liat sendiri pake mata gua kok.” jawab Syamil.
“Tapi sekarang, entah mengapa, Risa tampak sedih.”
“Hah? Masa? Padahal tadi pagi gua ngeliat Kak Raissa berangkat bereng naik mobilnya Ervan.”
“Salah liat kali.” sengit Diara.
“Gak mungkin! Tanya aja sama yang lain. Pasti mereka juga liat.” kata Syamil, tak ingin kalah.
“Gua nanya ke elu. Bukan orang lain.” sengit Diara.
“Tapi, pas gua liat, Ervan tampak baik-baik aja. Kayak gak ada yang salah. Malah dia tampak sangat senang.” jelas Syamil.
“Itu berarti Ervan lah yang membuat Risa jadi begitu.” tebak Diara.
“Iya, ada apa? Kalian memanggil ku?” tanya Ervan yang tiba-tiba datang dan mengejutkan Diara dan Syamil.
“E-eh, Ervan. Lagi ngapain lu?” tanya Syamil.
“Gua tadi kebetulan lewat, terus ngeliat lu di seret sama cewek,” jawab Ervan dengan polos. "Gua kira siapa. Tapi ternyata cuma Kak Diara." lanjutnya.
"Hehehe, iya. Gua sama Kak Diara cuma mau ngebahas soal masakan aja. Gak yang lain kok." kata Syamil, berbohong.
"Oh, begitu," kata Ervan pura-pura yakin dengan omongan Syamil. "Tapi, tadi kalo gua gak salah dengar, kalian ngebicarain gua, ya?" tanya Ervan dengan nada menyelekit.
"Ah, itu mah lu aja yang salah dengar." jawab Syamil, mulai mengeluarkan keringat karena takut.
"Kita udah bersahabat sejak SD. Jadi gua tau kalo lu itu bohong," kata Ervan, membuat Syamil semakin panik. Diara pun menepuk jidat.
"Tidak baik loh, berbohong. Apalagi berghibah." nasehat Ervan.
Kerena tak ingin di salahkan, Diara membolak-balikkan keberadaan. “Iya, tau nih Syamil. Kerjaannya cuma ngebicarain orang dari belakang.” katanya, membuat Syamil ternganga. Ervan hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya saja, melihat tingkah laku mereka.
“Lah, gau? Bukannya lu ju-“
“Itu gak penting,” kata Diara memotong pembicaraan Syamil. Syamil hanya bisa diam dan menahan emosinya.
“Oh, ngomong-ngomong, Risa tampak sedih pagi ini.” tanya Diara kepada Ervan, membuatnya sangat terkejut.
“Hah? Kenapa Risa sedih? Padahal tadi saat di mobil ia tampak begitu senang?” tanya Ervan di dalam hati, kepada dirinya sendiri, membuatnya tampak kebingungan.
“Kau tau apa alasannya, Ervan? Atau bagaimana cara untuk menghiburnya?” tanya Diara dengan nada agak menyelekit.
“Emmm…” Ervan mencoba perpikir dan setelah beberapa saat, ia tau apa penyebabnya. Tapi karena Ervan masih agak malu untuk mengakui Risa sebagai pacarnya, ia pun berbohong. “Saya sendiri kurang tau ya. Tapi mungkin Kakak bisa menghiburnya dengan cara mengajaknya ke kantin.” katanya.
“Wah, nih anak pinter juga bohongnya,” pikir Diara dalam hati. “Ke kantin? Kenapa?” tanyanya, memcoba membuat Ervan mengakuinya.
“Karena Kak Raissa pintar memasak. Jadi saya kira, ia juga pasti suka makanan.” tebak Ervan.
Tapi itu benar. Selain memasak, Risa juga suka makan, terutama makanan yang mengandung keju. Risa dengan senang akan memakannya.
“Hmmm…” Diara mencoba memikirkan cara lain. Tapi bel keburu berbunyi.
“Oh, sudah bel. Sebaliknya saya masuk kelas,” kata Ervan lalu beranjak meninggal Diara dan Syamil. Namun ia sempat berbalik dan berkata, “Kalian juga sebaliknya masuk. Jangan sampai telat.” nasehatnya.
Akhirnya, setelah Ervan pergi, Syamil bisa bernafas lega. “Hahhhh… Hampir aja ketahuan.” katanya.
“Tapi sepertinya kita gagal, membuat Ervan mengakui kalo Risa adalah pacarnya.”
“Di emang terlalu pinter untuk di bodoh-bodohi,” kata Syamil lalu tiba-tiba marah. “Tapi lu tuh ya. Kalo ngomong kagak hati-hati banget. Gimana kalau sih Ervan tau kita yang merencanakan semua ini. Bisa-bisa dia marah.” ketusnya kepada Diara.
“Iya juga sih.”
“Mana di lampiaskan ke gua semua lagi. Lu tuh yah, kagak punya hati.” ejek Syamil.
"Bodo." kata Diara lalu meninggalkan syamil sendiri.
ns 15.158.61.7da2