“Sa—saya Dana Freeman. Saya baru bekerja selama lima bulan!” ucap wanita berambut hitam itu dengan agak semangat yang terlalu dipaksakan, walaupun masih gugup.
Nona Desdemona memandang mereka dengan wajah yang lebih ramah dan lebih murah senyum, seperti yang direncanakan Cake pada awalnya. Menurut informasinya, pembantu bisa saja mudah merasa tertuduh dan terguncang yang akan mempengaruhi mentalnya saat bekerja. Pakaian Nona Flemming memang terlihat tegas, begitu pula wajahnya yang begitu cantik. Meskipun roman wajahnya yang sudah melembut, sebagai Nona Desdemona masih saja menyiratkan kesan tegas akan kharismanya, apalagi Inspektur Duncan. Detektif Cake tetap berdiri tegak selayaknya pelayan pribadi.
“Nona – nona, duduklah senyaman mungkin.” Tambahnya dengan senyuman tipis.
Kedua wanita tersebut telah mengambil tempat. Nona Desdemona dan kawanannya memperkenalkan diri. Kemudian ia mulai dari wanita yang terlihat tenang. Namun entah mengapa, kedua tangan wanita yang katanya tenang tadi terlihat bergetar. Dengan sedikit bingung ia menoleh ke pelayan pribadinya, Tuan Monkey. Pria itu mengangguk sopan.
“Apakah di sebelah adalah kamar milik kepala pembantu?”
“Benar, Nona Desdemona. Di sebelah milih kamar kepala pembantu, Bibi Kathryn.”
“Terima kasih.”
Nona Desdemona memandang Inspektur Duncan sesaat, memberikan isyarat lewat kedipan matanya yang hanya mereka tahu, lalu meninggalkan kamar untuk menunggu Bibi Kathryn di ruang tamu. Yang tersisa hanya Monkey.
“Baiklah Nona Wilson, dan…”
“Dana Freeman, Tuan Monkey.”
“Ah, benar.”
Suasana hening sesaat,.
Detektif Cake kemudian memikirkan sesuatu untuk menghadapi lawan bicaranya yang sudah berniat mengunci mulutnya lebih dulu dibalik ketakutan. Ia mencari cara agar lawan bicaranya memberikan semua informasi yang dibutuhkan dengan nyaman dan licin. Yang terpenting baginya adalah bagaimana agar dirinya dilihat menyenangkan, bukan seorang yang kaku berprosedur. Tanpa membiarkan kesunyian lebih lama, dengan spontan ia mengangkat wanita yang terlihat lebih gugup itu seperti tuan puteri. Lalu menempatkan di kursi yang berhadapan dengan Nona Wilson. Wanita itu panik dan pipinya memerah karena malu.
“Ah! Begini lebih baik. Maaf nona,” Pria itu akhirnya mengambil tempat diantara kedua wanita itu, di tengah. Ia mengeluarkan sesuatu dari jasnya, sebuah kotak yang sama seperti yang diberikannya pada Nyonya Duncan.
“Teh tidak akan lengkap tanpa manisan, benar nona cantik?” ditolehnya wanita berambut coklat gelap itu. Dengan tangan yang agak bergetar ia membuka kotak itu. Mata kedua wanita itu berbinar – binar melihat kue warna – warni yang mengisi kotak tersebut lumayan banyak.
“Uhuk! Silahkan jangan sungkan – sungkan!” sambil menyeruput teh sebelum batuk.
Dengan agak ragu, kedua wanita itu mengambil tawaran Cake. Wanita yang dipanggil Wilson mengambil yang bewarna seperti rambutnya, sedangkan temannya itu mengambil warna biru muda. Gigitan pertama yang melembutkan sikap gugup kedua wanita itu.
“Sungguh kue yang indah di pandangan dan lidah!”
“Be—benar sekali!”
“Syukurlah nona – nona sekalian menikmati karya seni yang saya buat.”
Kedua wanita itu terkejut.
“Eh? ini anda buat sendiri?” tanya wanita yang berambut hitam.
“Mempunyai majikan wanita sebenarnya adalah tantangan. Mereka gampang sekali marah atau tiba – tiba baik. Ujung – ujungnya juga mereka suka pilih – pilih! Bahkan pada hal yang cukup merepotkan seperti cemilan.”
Tambah Monkey sambil menaruh gelasnya. “Ngomong – ngomong, apakah tadi saya terlihat gagah? Saya khawatir kalau tidak.”
Kedua wanita itu mengangguk setuju, gadis yang berambut sebahu mengacungkan jempol.
“Itu benar, Tuan Monkey! Bahkan saat suasana hati mereka buruk, akan menular di sekitarnya. Kami pun mengalami hal itu!”
“Be—benar kata Kak Shelby. Majikan kami kebanyakan wanita muda.”
Monkey mengangguk, mengikuti suasana yang dibuatnya. Rencananya cukup lancar setelah persembahan ritualnya cukup lengkap, teh dan manisan. Setelah itu tinggal dipancing dengan obrolan – obrolan ringan. Kedua wanita itu sudah tampak jauh dari kecemasan dan kegugupannya.
“Apakah yang anda maksud tadi, Nona Desdemona?” tanya wanita rambut pendek yang sedang menyampingkan poninya.
Monkey mengangguk dengan teh yang diseruputnya sampai habis. Nona Freeman mengisi ulang cangkirnya.
“Benar. Menurut kalian bagaimana pendapat anda tentang Nona Desdemona?”
“Dia cantik dan keren seperti Nona Lilia, walaupun tidak lebih dingin sepertinya.”
“Benarkah? tapi aku tidak pernah melihat Nona Lilia tersenyum seperti itu.” Nona Freeman menoleh ke arah temannya.
“Tidak juga, Dana. Tapi aku bisa yakin kalau Nona Lilia suka padamu.”
“Meskipun aku sering dipandanginya tajam?” roman mukanya agak ketakutan.
“Ah! Begitu ya,” tambah cake dengan ramah. “Tapi entah mengapa, hati terasa sangat lega kalau – kalau membuat majikan kita puas.”
Nona Wilson mengangguk setuju.
“Seperti kata anda, memang benar.”
Monkey masih melanjutkan obrolan ringannya. Pelan – pelan ia mengarahkan pembicaraan ke arah kasus. Cara cerdiknya adalah menggali samar – samar, mirip seperti yang dilakukan di tokonya.
“Jadi, apakah anda nyaman bekerja di sini, Nona Wilkinson?”
“Wilson, Tuan Monkey. Sebenarnya cukup puas. Bahkan mereka memberikan kami kamar yang sangat layak. Benarkan, Dana?”
“Benar. Jam – jam bekerja kami pun tidak terlalu banyak,” tangannya memberikan sebuah catatan. “Tapi kami perlu bangun pagi – pagi untuk membersihkan toilet dan membantu Paman Halberd menyiapkan makanan.”
Monkey membaca catatan tersebut. Anggukannya cukup puas akan satu fakta yang ia dapatkan.
ns 15.158.61.54da2