Nona Desdemona bertambah serius. Sorotan matanya tajam pada bagian itu. Diliriknya pelayan pribadi yang sedang tegak berdiri, matanya terpejam. Kepala Inspektur Duncan wajahnya mendidih.
“Berarti orang ini…” Inspektur Duncan melanjutkan di dalam pikirannya.
Pelayan pribadi Nona Desdemona menyela.
“Mungkin saja begitu, tapi bisa juga terlalu awal, Tuan Duncan.”
“Benar. Walaupun begitu, tentu saja saat ini ia termasuk orang yang paling mencurigakan,” tambah Nona Desdemona. “Maaf perlu saya ulangi. Apakah Chester ini memang benar – benar seperti yang dibilang Bibi Kathryn, Nyonya Antoinette?”
“Be—benar. Meskipun begitu ia sangat bekerja keras di perusahaan, terlepas dari aibnya itu. Karena dia di bagian penjualan saya rasa, makanya orang luar mempengaruhi sikapnya.”
“Baik, terima kasih atas informasi anda sementara ini. Kami akan mulai dari lantai bawah,” menoleh ke pelayannnya. “Anda mungkin ada pertanyaan?”
Balasnya anggukan sederhana.
“Soda anggur itu, madame. Bila anda tidak keberatan.”
Wanita itu langsung terperanjat, spontan kedua tangannya memegang kepalanya.
“Oh! Maafkan saya hampir lupa! Benar, memang benar. Kemarin setelah berbelanja sekalian saya membelikan minuman kesukaannya, soda anggur, dua botol masing - masing satu liter. Saya menjatahnya dua botol tiap minggu. Saya mengantarnya kira – kira sore—pokoknya setelah itu saya menuju kamar mandi,” tambahnya dengan heran. “Eh? benar juga. Kalau dipikir – pikir saya tidak melihat Chester. Padahal saya yakin melihat jam saat itu…”
“Anda melihat jam?”
“Ya, di atas pintu ruang pribadi suami saya terdapat ornamen ukiran kepala burung gagak. Matanya merupakan jam.”
“Oh!” tambahnya “Lalu, soda anggur itu, apakah saat anda masuk di ruangan suami anda, masih ada?
“Satu botol habis, sisanya tinggal setengah.”
“Jika beliau hanya habis sebotol, kenapa harus membeli dua botol?”
“Untuk tamu. Tidak harus orang luar. Siapapun yang masuk pasti akan dijamu soda anggur. Kalau tidak habis, biasanya diminum besoknya. Maklum saja, suami saya tidak bisa minum wine.”
“Ah! Memang benar. Bagi orang yang tak cocok dengan wine, pasti lidahnya tidak akan merasakan anggur sama sekali.”
“Benar.”
“Madame, apakah mungkin korban memuntahkan minuman itu?” Monkey berjalan menuju vas bunga, pandangannya tertuju vas tersebut.
Roman wajah nyonya tuan rumah itu mengheran.
“Huh? Saya rasa itu tidak pernah terjadi. Lagipula mengapa?”
“Mungkin saja ia minum obat dan tanpa selang waktu yang lama meneguk soda anggur tersebut?”
“I—itu mengerikan, Tuan Monkey! Bahkan dalam kondisi badan yang kurang sehat, ia hanya minum tisane,” jelasnya dengan kepala yang menggeleng berulang – ulang. “Tidak, itu tidak mungkin.”
“Saya kira juga begitu.” Monkey yang menyodorkan pertanyaan lagi. “Siapa saja yang tahu mengenai apapun yang disukai suami anda dan berapa kali obatnya diminum?”
Wanita itu terdiam sebentar.
“Saya kira semua yang ada di rumah ini tahu,” tambahnya. “Bahkan beberapa orang luar yang sudah lama kenal dengan suami saya pun tahu. Kalau obat itu normalnya tiga kali, mengambil waktu – waktu setelah makan.”
“Oh saya mengerti.” Monkey berjalan menuju posisi awalnya.
Detektif yang berperan sebagai pelayan itu mengangguk sejenak.
“Well, terima kasih atas kerja samanya, madame.” Dibungkukkan badannya dengan sopan.
Nyonya Antoinette menyela.
“Anu… saya sudah bilang kepada kepolisian, tapi—saya harap informasi kematian ini tidak masuk pers dulu—bisakah?”
“Saya usahakan.” Angguk Desdemona dengan yakin.
Inspektur Duncan menatap Bibi Kathryn yang masih mengerutkan dahi, matanya berkaca – kaca, roman wajahnya serius menyiratkan permohonannya terhadap keadilan. Kemudian Bibi Kathryn mengantar nyonya tuan rumah ke kamarnya, menenangkan hati majikannya sejenak.
Inspektur Duncan mendapati Monkey sedang berpikir keras.
“Apa yang anda dapatkan, Monkey?”
“Daripada informasi, saya malah menemui pertanyaan. Soda itu lebih tepatnya.”
“Soda?”
Kata Desdemona dengan bingung, “Saya kira hal itu lumrah – lumrah saja.”
“Oh tentu sebaliknya. Katakanlah, bagaimana mungkin—soda anggur itu menyisakan setengah botol sementara korban sendiri akan minum obat?”
Kedua rekannya menoleh satu sama lain. Roman mukanya mengheran, bahkan boleh jadi sangat kebingungan.
“Mengenai yang anda katakan ada benarnya. Bahkan obat itu tidak boleh terlambat diminum. Kalau hanya satu gelas kecil, menunggu dua jam saja untuk diminum tidak masalah. Tapi…”
“Satu setengah botol. Sial ini sangat kompleks.” Tambah Inspektur Duncan yang lipatan dahinya masih terlihat.
Ketiga orang itu melanjutkan langkahnya, ditujunya sebuah kamar yang terlihat cukup luas. Diketuklah pintu tersebut, seorang wanita muda menyambut dengan suara ramah namun agak panik.
Tatapannya lugu namun penuh keingintahuan, matanya agak sayu – sayu dengan senyuman kecilnya. Bola mata yang kemudian dialihkan ke bawah seakan takut menatap lawannya. Rambutnya hitam sebahu, agak sedikit bergelombang.
“Se—lamat ma—malam,” tangan yang mengusap poni yang menutupi dahi kirinya. “Si—silahkan.”
Nona Desdemona dan kawanannya tersenyum ramah. Kemudian ada wanita muda lain, wajahnya cantik dengan rias yang tak terlalu tebal. Rambut coklat gelap pendek, poni menyamping agak panjang yang hampir menutupi separuh mata kirinya, sedang menuang teh di meja yang telah disiapkan sebelumnya.
Kamar yang cukup luas untuk dua orang, sekitar tiga puluh meter. Dua kamar tidur untuk satu orang, dua lemari pakaian ukuran sedang, satu set tempat tata rias, dan kulkas. Sisanya adalah meja kecil melingkar, dan tiga kursi sofa satu orang untuk mengobrol. Beralaskan lantai dan tembok dicat putih dengan ukiran merpati putih seperti pada pagar. Kamar yang monoton dan tidak dirubah, masih menggambarkan selera seni dari sang pemilik.
“Silahkan! Duduk di tempat yang anda suka,” wanita berambut coklat pendek itu menyambut dengan tenang. “Saya Shelby Wilson, bekerja sebagai pelayan Keluarga Antoinette selama lima tahun.” Badannya membungkuk dengan hormat.
ns 15.158.61.12da2