“Terima kasih, Bibi Kathryn.”
“Ah, tidak masalah, Tuan Monkey,” tambahnya agak sedih. “Anu—begini, mes—meskipun saya tidak menyukai Chester bukan berarti ia pantas untuk mati seperti ini.”
“Ah itu sudah pasti. Seseorang hanya pantas mati bila melewati hukum yang berlaku.” Monkey mengangguk.
Inspektur menyeruput kopi hangat, sedangkan Monkey mencoba untuk makan malam terlebih dahulu.
“Tapi ini sama sekali keterlaluan, kalau pelakunya sama dengan yang dulu berarti kasusnya naik pada tingkat yang berbeda.” Kata Inspektur Duncan.
Setelah beberapa menit piring itu habis, ia segera membacakan buku hitam catatannya. Sementara Bibi Kathryn membawa piring tersebut.
“Inspektur Duncan, saya akan membicarakan skenario pertama, dimana pembunuhan terjadi antara waktu kami berdua datang kesini hingga jam – jam akan makan malam. Skenario pertama menghasilkan dua kemungkinan. ”
Inspektur Duncan menyalakan rokoknya.
“Baik, lanjutkan.” Katanya mengangguk paham.
“Kami berdua datang lagi setelah mencari informasi yang diperlukan sekitar pukul tiga atau setengah empat sore. Kami sama – sama naik lantai satu. Nona Desdemona lebih dulu ke kamar Nyonya Lorraine untuk menanyai sesuatu, sedangkan saya masih pada relief jam itu di lantai satu. Sekitar beberapa menit tak lama, saya segera mengembalikan barang yang saya pinjam kepada Nona Edelyn. Ini adalah kemungkinan pertama.”
“Anda meminjam sesuatu?”
“Sebuah miniatur. Kemudian saat Nona Edelyn marah, saya menyadari beberapa hal di balik pintu. Ternyata sesuai keterangan Tuan Steve, Nona Desdemona menguping di balik pintu.”
“Huh? Mengapa?”
“Anda tidak perlu mengkhawatirkan detilnya. Saya akan ceritakan lain kali soal itu. Ngomong – ngomong…”
Ia mengetip rokoknya.
“Maaf, lanjutkan,”
“Itu terjadi sekitar empat lewat. Kemudian saya memasak sesuatu untuk Nona Henrietta sekitar setengah lima begitu pula Nona Desdemona yang kembali ke kamar. Ah hampir lupa, Tuan Halberd saat itu ke sebuah klinik untuk konsultasi kesehatan. Setelah dari dapur Bibi Kathryn membersikan toilet lantai dua, sedangkan kedua pembantu muda itu di lantai dasar. Inilah kemungkinan kedua.”
Inspektur Duncan menyela sebelum temannya melanjutkan.
“Itu berarti saat Desdemona ke kamar Nyonya Antoinette dan anda dengan Nona Edelyn, beberapa orang kesempatan pada kemungkinan pertama. Lalu pada kemungkinan kedua adalah anda dengan Nona Henrietta dan Nona Desdemona terakhir bersama Tuan Steve, beberapa orang punya kesempatan pula. Tentunya mengabaikan si dokter.”
“Masalahnya apakah waktu yang sedikit itu cukup untuk melaksanakan pembunuhan? Apalagi saat saya hendak ke kamar Nona Henrietta, saya sempat bertemu Tuan Chester.”
“Eh? Korban masih hidup setelah kemungkinan pertama? Berarti sisanya kemungkinan kedua.” Kata Inspektur Duncan tambah bingung.
Monkey menghela nafas.
“Menumpahkan darah akan lebih mudah sementara meracuni seseorang diperlukan setidaknya skrip.” Kata Monkey sambil memijat – mijat alisnya.
“Saya lebih suka menyebutnya perencanaan yang matang.”
Alih – alih bicara lewat mulutnya, kemudian mereka sesaat bicara pada akal – akalnya. Bahkan rokok Inspektur Duncan setelah sekian abunya berjatuhan. Namun situasi sunyi dan bingung itu tak lama setelah salah satu tim forensik yang melapor. Segeralah mereka mengambil kertas tersebut dan mendengarkan penjelasan dari perwakilan tim forensik. Laporan itu membuat Inspektur Duncan agak tersenyum, sementara Monkey sebaliknya.
“Jadi benar ini arsenik? Ini seharusnya lebih mudah.”
Monkey menggeleng, menyiratkan sama sekali tidak setuju.
“Ini malah aneh, sangat aneh, boleh jadi ini terlalu absurd. Tapi jadi semakin sulit saat tidak ada satupun pembantu yang membuat tehnya.”
“Aneh anda bilang?”
Ia menghela nafas.
“Arsenik ditemukan pada dua gelas teh, kettle, dan botol brendi yang tumpah itu. Dua gelas teh dan kettle tepat di meja, lalu ada surat dan karangan bunga di dekat sofa, tidakkah anda bisa menebak?”
Inspektur Duncan mengeluarkan kerutan – kerutan alis yang sama seperti temannya. Ia diam sesaat dan hampir sadar apa yang dimaksudkan.
“Seorang tamu!” Kata Inspektur Duncan spontan.
“Benar, setidaknya itulah gambaran saya sementara.” Monkey mengganguk kecil.
Kemudian mereka kembali duduk.
“Pertama. Katakanlah sebuah tamu, bila minuman itu untuk dua orang mengapa kedua gelas harus diisi racun? Kedua. Mengapa harus repot – repot menaruh racun bahkan pada kettle. Dari kertas laporan ini porsi racunnya mempunyai volume yang bila dijumlahkan tidak berbanding lurus. Maksud saya, itu bukan racunnya yang dituang ke kettle lalu pada cangkir, tapi masing – masing diisikan pada volume tertentu secara sengaja. Ketiga, semenjak pertama kali masuk ke ruangannya saya sama sekali tidak melihat ia punya kettle elektrik. Saya lebih berpendapat ia adalah peminum. Yang terakhir, Daripada teh, brendi yang terjatuh itu lebih masuk akal. Setidaknya Nona Desdemona pun sama.”
Inspektur Duncan mengangguk – angguk, ia kemudian menaruh rokoknya yang telah habis pada asbak.
“Anda benar juga. Tapi bukannya ada satu orang yang sama sekali tidak terkonfirmasi alibinya?”
“Nona Lilia. Bukan berarti tidak bertemu kami alibinya tidak terkonfirmasi. Menurut kesaksiannya ia istirahat di kamar, agak kurang enak badan. Saya sudah menanyakan pada kedua pembantu muda itu.”
“Well, saya rasa memang itu cukup aneh. Gelas martini cukup aneh untuk diisi teh.”
“Eh? Apa itu masalah?” Monkey heran.
Inspektur Duncan menggeleng.
“Kalau itu saya, cangkir lebih baik,” Inspektur Duncan menghela nafas. “Tidak ada pilihan lain selain menunggu hasil koroner.”
ns 15.158.61.21da2