Saat pintu terbuka, seorang yang dikiranya detektif itu adalah anak SMP, berkaca mata, tubuhnya ramping, dengan rambut dikuncir ke belakang. Matanya yang berkaca – kaca menyambut tiga orang itu dengan suaranya yang lucu, ditambah penampilannya yang seringkali menimbulkan salah paham.
“Anda yakin tidak mendapat kasus anak hilang, Inspektur?”
“Si—siapa yang hi—hilang?” ucap wanita asing bertubuh pendek, nada suaranya lucu nan menggemaskan.
“Kalau dipikir – pikir kenapa ada anak SMP disini?”
“Ti—tidak Sopan!” tambahnya dengan mengomel, namun suaranya tidak berubah. Tangannya memukul – mukul pundak pria bertubuh agak tinggi itu. “David! Jelaskan padaku apa maksudnya! Ini penghinaan!”
Kepala Inspektur Duncan akhirnya angkat bicara dengan sikap gugupnya.
“Tu—tuan dan nona, tunggu sebentar!” nadanya berubah tegas, tubuhnya ditegakkan. “Ahem! perkenalkan istri saya, Dokter Celesys! Beliau yang mewakili timnya untuk kemari.”
Mendengar kata – kata tersebut langsung membuat dua orang itu terperanjat.
“Anda jangan bercanda! Saya tidak menyangka ada orang yang seperti ini!” sahut detektif itu nada protes.
“Sa—saya mengerti yang anda maksudkan! Tapi to-”
Wanita pendek itu semakin mengomeli suaminya yang kurang menyampaikan suatu hal dengan cermat. Inspektur Duncan mengambil kursi, lalu menyuruh duduk kedua orang tamunya itu. Dijelaskanlah semua inti kesalahpahaman, Detektif itu dan rekannya akhirnya mengangguk mengerti. Kemudian mereka minta maaf atas gampangnya menyimpulkan, walaupun detektif itu sendiri sebenarnya sudah sadar dan hanya sedang mempermainkan suasana. Lalu mereka kembali pada topik yang sebenarnya. Dibukanya sebuah loker, Nona Flemming membantunya.
“Ahem! I—izinkan saya menjelaskan,” kata Nyonya Duncan dengan nada serius. “Korban bernama Armand Antoinette, 60 tahun, Kepala Keluarga Antoinette. Tubuhnya terpeleset, posisinya telungkup, badannya condong menghadap ke lantai, hidungnya patah, dan dua gigi depan copot. Tidak ada patah pada tangan, leher maupun engsel lainnya. Ah hampir lupa, dahinya memar. Dalam tubuh korban terdapat hydrochlorothiazide dalam takaran yang sangat berlebihan adalah penyebab kematiannya.”
“Terima kasih, Madame. Lalu sebelum kejadian, apa yang hendak dilakukan korban?” Cake menoleh ke arah Inspektur Duncan.
“Beliau menikmati hidangan penutup, sebuah Lava Cake coklat. Kejadiannya kemarin jam tujuh malam di toilet lantai tiga, saat itu toilet sedang dibersihkan. Korban terburu – buru lalu terpeleset jatuh. Dua orang pembantu muda yang menyaksikan sempat melihat korban memegangi dadanya sebelum jatuh. Saat kejadian itu satu orang tidak di rumah, beberapa di kamarnya dan sisanya di lantai paling bawah.”
“Bagaimana waktu kematiannya?”
“Hydrochlorothiazide dalam jumlah banyak tak memerlukan waktu yang lebih lama dari lima hingga sepuluh menit. Zat tersebut ditemukan dalam kue yang korban makan.”
“Nah, Inspektur Duncan. Kalau soal kue, saya selalu ingin tahu mengenai tokonya. Misalnya saja dari bungkusnya?”
“Tidak bila pembantu menghidangkan diatas piring? Maka bungkus tidak dibutuhkan.”
“Oh? Sungguh amatiran.” detektif itu mengerutkan dahinya sambil memegangi dagunya dengan ragu, “Bagaimana menurut anda, Nona Flemming?”
“Masuk akal. Berarti korban seharusnya banyak minum sebelum akhirnya tewas,” Tangan Nona Flemming yang membalik halaman, matanya tanpa kedipan memandang yang dibawanya.
“Benar. Eh? Kalau dipikir – pikir lagi memang benar. Kami menemukan dua botol kosong satu liter soda rasa anggur.”
“Oh? Tidaklah aneh pada zat aspartame dalam data forensik milik Nyonya Duncan. Jadi soda anggur ya?” Wanita itu mengangguk paham.
“Berarti tinggal zat itu. Seharusnya dalam bentuk yang paling rapi benda itu dimasukkan,” tambahnya menoleh ke arah rekan wanitanya. “Bagaimana menurut anda, Nona Flemming?”
“Persis seperti yang anda bilang. Dalam bentuk selaput, mudah sekali mengambil cairannya. Lava Cake yang teksturnya sangat mendukung pelaku melakukan kejahatannya tanpa curiga,” tambahnya dengan memegang suntik. “Ucapkan halo pada tuan jarum?”
Cake memegang dagunya.
“Meskipun bentuk tablet yang dihancurkan, pasti saat digigit korban akan sadar rasa pahitnya itu. Lagipula sesuatu yang keras harus dimasukkan dengan cara yang kasar, kan? Seperti menyobek bagian tengah kue tersebut?”
“Benar.”
“A—anda hebat sekali!” wanita dengan tubuh mungil itu mencondongkan tubuhnya ke arah Nona Flemming dengan kagum.
“Ah, terima kasih.”
“Saya salah paham! Saya kira anda…”
“Ya?”
“Hendak merayu suami saya. Dari penampilannya pun kalau dipikir – pikir seperti wanita kabaret, yang kapanpun bisa memperdaya lelaki dengan selera yang sangat tidak terpuji.” Jelasnya dengan polos.
Nona Flemming memaksa tersenyum, alisnya agak berkedut. Senyumannya diiringi dengan kejengkelan atas pendapatnya yang terlalu blak - blakan. Sedangkan detektif itu, tertawa keras mendengar seseorang yang begitu polos terhadap wanita yang dianggapya mengerikan.
“Benar seka-“ sahut detektif itu yang terpotong, lalu nadanya berubah seperti jeritan melengking, “Aaaaaaawrgghh!”
Tangan Nona Flemming sudah lebih dulu meraih pinggang detektif malang itu. Cubitan yang sangat kuat yang bisa saja meninggalkan bekas. Dicegahnya kata – kata yang amat memalukan. Senyuman sinisnya memandang detektif itu, menyiratkan peringatan agar lebih serius menangani permasalahan.
Kepala Inspektur Duncan pun mengangkat bicara, seraya memecahkan kecanggungan.
“Ahem, Tuan Cake! Jadi menurut anda apakah ada keanehan lain?”
ns 15.158.61.54da2